Semua Bab JODOHKU GURU GALAK: Bab 21 - Bab 30

123 Bab

21. Sepupu Pengganggu

Adhinata memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana yang sudah beberapa tahun ini ia tinggali. Pria tersebut sengaja pulang agak larut, karena ada pekerjaan lain yang harus ia urus, di luar profesinya sebagai guru.Malam begitu hening, hanya sesekali suara kendaraan melintas di jalan utama. Udara dingin menyelimuti tubuhnya saat ia keluar dari mobil, menenteng tas kerjanya. Tapi langkahnya terhenti begitu ia melihat seorang pemuda berdiri di depan pagar. Dia tak melihatnya tadi ketika melintas memasuki halaman.Wajah itu langsung dikenalnya, meskipun cahaya lampu jalan tidak begitu terang. Dengan hoodie abu-abu yang tudungnya tidak dikenakan, pemuda itu tampak menunggunya dengan ekspresi datar.Adhinata menghela napas panjang, lalu berucap datar sembari menutup pintu kendaraan. "Kalau lo mau nyuruh gue pulang, gak perlu repot-repot datang ke sini. Kemarin gue habis diseret pulang sama anak buah si Singa."Ya, mereka saling kenal. Dan orang yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

22. Bayangan Masa Lalu

Regas berdiri mematung di depan rumah Adhinata, kedua tangan terkepal di dalam saku hoodie-nya. Suara Adhinata yang memanggilnya 'bocah' tadi terus terngiang di kepala, seperti ejekan yang tak bisa ia abaikan. Darahnya terasa berdesir, bercampur antara malu dan marah."Bersaing sehat?" gumamnya sambil mendengkus, melangkah menjauh dari pagar. "Dia pikir ini pertandingan olahraga atau apa?"Ia melangkah menuju motornya yang terparkir di seberang jalan, kepalanya terus dipenuhi pikiran. "Kalau tahu begini, gue tantang aja dia lomba renang. Gue pengen lihat sejauh mana dia bisa berdiri di atas kesombongan." Suaranya rendah, tapi penuh rasa kesal.Regas mengambil helm dari setang motor dan memakainya dengan kasar. Udara malam begitu dingin, tetapi kepalanya terasa panas. Entah kenapa, segala sesuatu tentang Adhinata selalu berhasil membuatnya kehilangan kendali. Cara bicaranya yang sinis, senyum kecil penuh ejekan, dan tatapan tajamnya yang seolah tidak pernah melih
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

23. Matematika dan Momen Tak Terduga

Adhinata masih berdiri mematung di sisi pintu setelah Nadira melompat masuk dengan senyum lebar, setelah melepas sepatunya di luar. Tanpa ragu nyelonong ke ruang tamu, seolah rumah ini adalah miliknya."Apa yang kamu lakukan, Gadis Nakal? Setelah yang terjadi tadi siang dan kamu datang ke sini malam-malam? Kamu gak takut saya terkam?"Nadira memberi cibiran. "Mana berani? Yang diincar bibir aja geser ke pipi."Adhinata merasa seperti baru saja disuruh minum air cuka. Dia tidak tahu seperti apa ekspresi wajahnya sekarang. Buru-buru, saliva ia teguk kasar, lalu memalingkan pandang. Memilih tak memberi tanggapan. Dan hal itu membuat Nadira justru terkikik gemas."Mas. Aku butuh bantuan!" kata sang gadis penuh semangat, meski dengan sedikit nada memohon.Setelah berjam-jam meyakinkan hati untuk bisa membiasakan diri dengan hal-hal mengejutkan bersama Adhinata, gadis itu memutuskan untuk mendatangi sang pria. Jangan tanya, sebenarnya Nadira pun
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

24. Fakta di Balik Perjodohan

Pintu rumah ditutup perlahan. Nadira menekan gagang pintu, memastikan tidak ada suara keras yang bisa membangunkan siapa pun. Meski rumah terlihat sepi karena Mbok Ras belum kembali, sang ayah ada di dalam sini—begitu kata Pak Supri di pos depan tadi. Keberadaan mobil Wirawan yang terparkir di garasi pun semakin membuat Nadira yakin bahwa satu-satunya orang tua yang ia miliki itu sudah pulang dari berkutat dengan kesibukan perusahaan. Lampu-lampu sudah dimatikan, menyisakan hanya remang cahaya dari beberapa sudut ruangan.Jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul sebelas lebih lima belas. "Bagus," lirihnya. "Ayah pasti sudah tidur."Ia melangkah dengan hati-hati, mengendap-endap agar tidak menimbulkan berisik. Sepatunya telah ia lepas dan diletakkan di rak teras tadi. Namun, langkahnya harus terhenti. Cahaya samar keluar dari ruang kerja di sebelah kamar utama. Ruang itu jarang digunakan, kecuali ketika ayahnya, Wirawan, sedang menangani urusan darurat.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

25. Situasi Rumit

Suasana malam begitu sunyi. Hanya sesekali suara anjing menggonggong di kejauhan yang memecah keheningan. Jalanan gelap yang dilalui Nadira tadi kini terasa begitu jauh dari tempat ia duduk, gemetaran di bawah pohon besar di ujung taman perumahan. Napasnya masih tersengal, bukan karena kelelahan, melainkan karena gemuruh di dadanya yang tak juga reda.Ia tidak tahu sudah berapa lama ia duduk di sana. Pikiran Nadira berputar-putar pada satu hal. Utang. Kata itu bergema seperti palu godam di pikirannya.Aku harus menikah dengan orang itu, dan utang-utang ayah akan lunas?Pikiran Nadira mulai goyah. Pada satu sisi, ia benar-benar tidak ingin hal itu terjadi. Namun, di sisi lain, Nadira kasihan pada sang ayah.Seketika, wajah ayahnya muncul di benaknya. Sosok pria tegas, yang selama ini ia pikir hanya keras kepala soal perjodohan karena harga diri dan nama baik, kini memiliki wajah lain. Wajah seorang pria yang sedang terpojok.Tapi apakah itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

26. Tempat Nyaman tetapi Berbahaya

Malam itu terasa lebih dingin daripada biasanya. Udara lembap masuk melalui celah kecil jendela rumah Adhinata, membawa aroma khas rumput basah. Nadira duduk di sofa, memeluk lututnya, tubuhnya masih mengenakan kaos kebesaran yang Adhinata berikan. Ia terlihat canggung, meskipun tempat ini sudah tidak asing lagi baginya.Beberapa jam lalu, ia baru saja keluar dari rumah ini setelah belajar. Tapi keadaan berubah begitu cepat. Nadira, yang kala itu berharap bisa menghindari konflik dengan ayahnya, justru berakhir melarikan diri dan kembali ke tempat yang paling membuatnya merasa aman, rumah Adhinata.Adhinata berdiri di dapur kecil, menuangkan air panas ke dalam cangkir. Tatapannya sesekali melirik ke arah Nadira yang terlihat semakin gelisah. Setelah menaruh dua cangkir teh di atas meja kecil di depan sofa, ia akhirnya duduk di kursi dekat rak buku, menjaga jarak, tetapi tetap memperhatikan."Kamu harus istirahat, Rara," ujarnya sambil menyandarkan tubuh.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

27. Pelarian Manis yang Membuat Khawatir

Mentari pagi menyusup pelan melalui celah tirai rumah Adhinata, membangunkan Nadira yang terlelap di sofa. Sisa malam yang tenang telah membantunya mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari yang baru, meskipun pikirannya masih kusut dengan berbagai masalah yang menggantung.Pria misterius yang datang malam tadi, Adhinata tak mau membahas lagi. Intinya, kata Adhinata, hal tersebut bukan sesuatu yang perlu Nadira urusi. Gadis itu pun tahu diri. Mengingat perjanjian nomor dua antara dirinya dan Adhinata Rahagi.Gadis itu menggeliat pelan, mendapati ruangan kosong tanpa kehadiran Adhinata. Pria itu sudah berangkat kerja, meninggalkan secarik catatan di meja.Rara, saya ke sekolah dulu. Sarapan sudah saya siapkan. Jangan kemana-mana. Hari ini saya pulang cepat. Jadi, tunggu saya, ya.Nadira membaca pesan itu sambil tersenyum kecil. Seolah dia bisa melihat wajah datar dan suara rendah Adhinata ketika mengatakannya. Kekhawatiran dan pengertian sang pr
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

28. Bayang-Bayang Rasa Bersalah

Langit malam sudah menggantung pekat saat Adhinata tiba kembali di rumahnya. Suasana kota yang semula dipenuhi hiruk pikuk kendaraan kini terasa hening, namun tidak dengan pikirannya. Wajah Nadira yang tampak begitu bahagia saat bersama Regas tadi terus terbayang di benaknya.Ia memarkir mobil dengan tenang, langkahnya menyusuri jalan setapak menuju pintu depan tanpa tergesa. Namun, hati kecilnya terasa seperti terbakar. Tidak ada hak baginya untuk merasa terganggu, apalagi cemburu. Nadira bukan siapa-siapa baginya—hanya murid yang kebetulan ia selamatkan dengan sebuah kesepakatan. Benar begitu, bukan?!Akan tetapi, kenapa rasanya tidak sesederhana itu?Adhinata menghela napas panjang setelah menutup pintu. Rumahnya gelap dan sunyi. Tanpa menyalakan lampu, dia, meletakkan tas kerja di atas meja. Selanjutnya, pria itu berjalan menuju kamar tidurnya. Hanya untuk sekadar mengambil pakaian ganti.Sejurus kemudian, Adhinata sudah berada di kamar mandi un
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

29. Malaikat Pelindung

Pagi datang perlahan, cahaya keemasan menyelinap dari sela-sela tirai ruang tamu. Nadira menggeliat di sofa, tubuhnya terasa kaku karena tidur tanpa posisi nyaman. Saat matanya terbuka, ia menyadari ada selimut lembut melapisi tubuhnya.Ia tidak ingat mengambil selimut tadi malam. Dalam benaknya hanya ada satu nama, Adhinata.Menyadari betapa perhatian pria itu, Nadira tak mampu menahan senyum kecil di wajahnya. Ia bangkit perlahan, mengusap sisa kantuk di matanya. Ia melangkah ke dapur, dengan niat mendahului Adhinata untuk membuat sarapan. Walau hanya telur dadar sederhana, ia ingin menunjukkan sedikit terima kasihnya. Namun, saat sampai di sana, ia dibuat tertegun.Di meja makan sudah ada sepiring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi, ditambah segelas susu hangat yang masih mengepul. Harum bawang goreng menguar, membuat perutnya keroncongan.Nadira mengerutkan kening, menoleh ke arah kamar mandi di ujung ruangan. Suara gemericik air terdengar dar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

30. Janji dan Awal Pertempuran

Adhinata sedang menyusuri jalan raya dengan kecepatan sedang. Matanya fokus ke depan, tetapi isi kepalanya penuh dengan keruwetan. Udara dingin AC mobil tidak mampu meredakan panas di dadanya setelah pertemuan dengan Wirawan yang menguras tenaga dan pikiran. Semua detail rencana kini terasa jauh lebih rumit daripada yang ia bayangkan.Tiba-tiba, ponsel yang ia letakkan di samping jok kemudi, bergetar. Ia melirik layar sebentar. Nama Nadira tertera di sana. Adhinata menghela napas panjang sebelum menjawab panggilan itu dan mengaktifkan mode loudspeaker."Ya, Rara," sapanya singkat, berusaha agar suaranya tetap stabil, padahal sebenarnya sedikit bergetar karena meredam panik.Hening sejenak sebelum suara Nadira terdengar, tak terlalu lantang. "Pak Nata, saya dengar semuanya."Gadis itu kembali memanggilnya 'Pak Nata'. Terasa sekali kecanggungan yang tercipta.Adhinata mengernyit, mencoba memahami maksud ucapan itu. "Maksud kamu?"
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status