Semua Bab JODOHKU GURU GALAK: Bab 41 - Bab 50

123 Bab

41. Malam Penuh Kebimbangan

Nadira berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya sendiri dengan perasaan campur aduk. Gaun pastel yang dikenakan malam itu membalut sempurna tubuhnya. Mbok Ras yang membantunya bersiap—sang asisten rumah tangga yang sudah seperti ibu kedua baginya. Renda halus menghiasi bagian leher dan lengan, memberikan kesan anggun, tetapi terasa seperti seragam penjara bagi Nadira. Sejak sore, ia sudah mematuhi semua perintah ayahnya tanpa banyak bertanya, meskipun dadanya bergemuruh hebat.Dia tahu apa yang akan terjadi malam ini. Rekan bisnis ayahnya akan datang untuk melamarnya. Pak Wirawan sudah mengatur semuanya—pertemuan keluarga yang terasa lebih seperti transaksi bisnis dibandingkan acara sakral. Mendadak, memang. Sepertinya belum ada persiapan, tetapi Nadira tidak ingin repot-repot bertanya.Nadira merapikan rambutnya, tapi tangannya gemetar. Berkali-kali dia memeriksa ponsel yang tergeletak di meja rias. Pesan-pesan yang ia kirimkan ke Adhinata masih t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

42. Situasi yang Terasa Mustahil

Adhinata Rahagi mondar-mandir di kamar, sambil memegang ponsel. Wajah yang biasanya tenang kini terlihat tegang. Layar ponselnya penuh dengan notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan dari Nadira.Ia menekan keningnya, berusaha berpikir jernih, tetapi kegelisahannya tak kunjung surut. Justru membuat kepalanya kian berdenyut."Nata Sayang, bisa gak kamu diam sebentar?" Suara lembut tapi tegas dari Liana—sang ibu, terdengar di belakangnya.Adhinata berhenti sejenak, menoleh ke arah ibunya yang tengah berdiri tak jauh darinya. "Maaf, Mami. Tapi aku gak bisa tenang.""Kalau kamu mondar-mandir terus seperti ini, Mami gak bakal selesai bantuin kamu bersiap," ujar Liana dengan nada sabar, meski raut wajahnya mulai kelelahan mengikuti gerakan putranya yang tak henti-henti.Haidar, yang duduk santai pada sofa, melirik anaknya dengan pandangan sinis. "Salah siapa minta dilamarkan dadakan. Padahal sebelumnya, diajak bicara lebih serius saja menolak. T
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

43. Bukan Permainan

Nadira berdiri mematung di ruang tamu, tubuhnya terasa kaku melihat siapa yang kini ada di hadapannya itu. Adhinata memang memintanya untuk menunggu. Pria itu akan datang katanya. Namun, Nadira tidak tahu kalau Adhinata akan datang bersama orang tuanya.Dan lagi  ... bagaimana bisa Tuan Haidar dan Nyonya Liana-lah orang tua Adhinata."Mas Nata ...."Tatapan Nadira terpaku pada Adhinata yang kini sudah duduk di sofa bersama kedua orang tuanya, juga Adrian yang lebih dulu di sana. Adhinata tidak banyak bicara sejak memasuki rumah, dan itu membuat Nadira semakin bingung sekaligus terluka.Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Nadira tak tahan lagi. Ia menarik napas panjang dan mendekati Adhinata, memberanikan diri untuk berbicara."Mas Nata," panggil Nadira, suaranya terdengar lirih tapi cukup tegas untuk didengar. "Apa maksud semua ini?"Adhinata yang duduk dengan punggung tegak, mengangkat wajah ke arah Nadira. Matanya b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

44. Janji, Pilihan, dan Pengorbanan

Nadira berdiri mematung di ruang tamu, setelah sesaat lalu kembali masuk bersama Adhinata. Tubuhnya terasa dingin saat tatapannya bertemu dengan sang ayah. Namun, perasaan itu bergeser menjadi bingung ketika Adhinata menggenggam tangannya. Sentuhan Adhinata yang lembut membawa kehangatan, meskipun pikiran Nadira masih berkecamuk."Nadira," bisik Adhinata, suaranya pelan tetapi penuh ketegasan. "Apa pun yang terjadi, jangan menyela ucapan orang tua. Dengarkan dengan baik apa yang Papi katakan. Percaya sama saya, ya."Nadira menatap mata pria itu, berusaha menemukan keyakinan. Ia mengangguk kecil, meskipun hatinya tetap diliputi rasa waswas.Adhinata mempererat genggaman, lalu mengantar gadis itu untuk duduk di samping Pak Wirawan. Sementara dirinya, kembali duduk di sebelah Haidar.Wirawan terlihat gelisah. Sementara Liana tetap tenang, meski sesekali tatapannya terarah ke Nadira dengan sorot penuh empati. Adrian sendiri seolah tak punya kepentingan, hanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

45. Antara Cinta dan Kenangan

Suasana kelas XI IPS 4 hari itu berbeda dari biasanya. Semua siswa duduk manis di tempat mereka, bahkan yang biasanya suka berisik sekalipun. Ada yang menggaruk kepala, ada yang menatap ke depan dengan penuh fokus, dan ada yang diam-diam menggenggam pulpen erat sambil melirik sekilas ke arah meja guru.Sebabnya jelas. Pak Adhinata masuk ke kelas dengan suasana hati yang berbeda. Pria yang biasanya dingin dan kaku itu terlihat lebih santai, bahkan sering tersenyum. Senyum itu, meskipun tipis, cukup untuk membuat para siswa saling melirik bingung."Kenapa Pak Nata hari ini kayak baru dapat warisan, ya?" bisik seorang siswa di barisan tengah, membuat beberapa orang di sekitarnya terkikik pelan.Namun, di bangkunya, Nadira tidak ikut berkomentar. Ia lebih memilih menunduk, pura-pura mencatat sesuatu di buku catatannya, padahal pikirannya melayang ke kejadian beberapa malam sebelumnya. Lamaran yang tiba-tiba itu masih membuat hatinya berdebar-debar, apalagi kini ia h
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

46. Janji di Samping Pusara

Mobil terparkir di bawah rindangnya pohon mahoni, menghadap ke area pemakaman yang sunyi. Angin sore berembus lembut, menggoyangkan dedaunan yang menutupi deretan nisan. Adhinata memandang lurus ke depan, matanya terlihat menerawang seolah menembus waktu.Nadira, yang duduk di kursi penumpang, menggigit bibirnya. Keheningan di antara mereka membuat gadis itu semakin gelisah. Ia ingin bertanya, tetapi ragu. Tatapannya masih terkunci pada foto di tangannya.Adhinata bilang, pria muda itu adalah seseorang yang mencintainya. Akan tetapi, siapa dia? Nadira belum mampu mengingat.Dia ini siapa? Kayak pernah lihat, tapi lupa. Nadira membatin.Dan sekarang Mas Nata ngajak aku nemuin pria itu? Aneh. Bukan apa-apa, tapi kenapa juga ketemuan di kuburan?! Kan serem."Mas ... kita beneran mau ketemu orang dalam foto ini? Di sini? " Akhirnya Nadira memberanikan diri bertanya.Adhinata menghela napas panjang sebelum menjawab. "Hm. Saya ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

47. Langkah Baru

Adhinata mematut diri pada cermin toilet di ruangannya. Ini adalah hari pertama dirinya akan memasuki dunia bisnis, setelah beberapa waktu mendapatkan bimbingan khusus. Adhinata belajar sangat cepat dan mudah paham. Sehingga Haidar sudah percaya untuk melepasnya dan mengambil alih perusahaan Pak Wirawan.Pria itu menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan, sebelum masuk ke ruang rapat. Setelan jas hitamnya rapi, dasi biru tua yang sederhana memberikan kesan profesional tanpa terkesan berlebihan. Ini adalah hari pertamanya secara resmi diperkenalkan sebagai direktur baru PT Wana Elektronika, sebuah perusahaan yang sebelumnya di ambang kehancuran. Langkah kakinya mantap, meskipun ada sedikit kegelisahan yang ia sembunyikan di balik ekspresi tegasnya.Di ruang rapat yang luas, semua kursi sudah terisi oleh jajaran staf dan manajer. Wirawan, pemilik PT Wana Elektronika sebelumnya, berdiri di depan, menunggu Adhinata bergabung di sampingnya."Bapak Adhinata sudah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

48. Api dalam Kepala

Adhinata duduk gelisah di ruangannya, menatap layar ponsel yang sunyi tanpa tanda-tanda balasan dari Nadira. Pesan terakhirnya yang meminta Nadira berbagi lokasi masih centang satu. Jantungnya berdetak kencang, membayangkan berbagai kemungkinan buruk. Tangannya mengetik pesan baru.[Kamu di mana? Share lokasi sekarang.] Namun, pesan itu pun tetap terabaikan. Adhinata mendengkus, memijat keningnya yang mulai terasa berat. Pikiran-pikiran liar menyerangnya seperti badai. Bagaimana jika Regas, dengan segala cara, nekat memanfaatkan momen ini untuk melancarkan niat yang lebih dari sekadar bercanda? Apa Nadira—dengan kepolosannya, bahkan menyadari situasi yang bisa menjebaknya?"Regas berengsek,” gumamnya, mengeratkan genggaman pada ponsel. Satu sisi dia mengizinkan Regas berjuang untuk Nadira, tapi sisi lain batinnya tak bisa menerima jika sepupunya itu melangkah terlalu jauh.Jam kerja masih jauh dari selesai, tapi Adhinata tak bis
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

49. Manis Setelah Tangis

Suasana dalam mobil masih terasa berat meskipun Adhinata berusaha meredam emosinya. Ia tidak pernah merasa setakut ini terhadap pemikirannya pada Nadira. Akan tetapi, ia juga tidak benar-benar marah. Nadira bukan tipe yang sengaja berbuat salah—ia hanya terlalu polos. Namun, pikiran bahwa gadis itu bisa terjebak dalam situasi berbahaya membuat darahnya mendidih lagi.Adhinata menepikan mobil di sebuah taman kecil yang sepi. Tanpa menoleh ke Nadira, ia mematikan mesin dan keluar dari kendaraan. Udara dingin sore hari menyentuh kulitnya, tetapi tidak cukup untuk mendinginkan pikirannya."Mas?" Suara Nadira terdengar pelan dari dalam mobil. Gadis itu ragu-ragu membuka pintu, lalu melangkah keluar dengan hati-hati, mendekati si lelaki.Adhinata bersandar di mobil, menatap lurus ke arah langit yang mulai memerah. Ketika Nadira mendekat, ia menoleh, matanya masih menyimpan ketegangan yang belum sirna."Mas marah?" tanya Nadira."Menurut kamu bagaim
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

50. Di Balik Tawa dan Rahasia

Pagi itu, suasana kelas XI IPS 4 terasa lebih hidup dari biasanya. Adhinata, yang biasanya tampil dengan sikap tegas dan dingin, hari ini tampak lebih santai. Tatapannya lembut, dan nada bicaranya lebih ramah. Para siswa yang sebelumnya waswas karena guru mata pelajaran Ekonomi tidak hadir dan digantikan Adhinata, kali ini justru terlihat menikmati penjelasannya."Jadi, kalau kita bicara tentang faktor pendorong perdagangan internasional, salah satunya adalah perbedaan sumber daya antarnegara," jelas Adhinata sambil menulis di papan tulis. "Ada pertanyaan sampai sini?"Pria itu adalah seorang guru matematika, tetapi ternyata luwes juga dalam menyampaikan materi pelajaran lainnya.Seorang siswa mengangkat tangan, ragu-ragu. "Pak, kalau sumber daya negara itu sama, terus kenapa masih bisa dagang?"Adhinata menoleh, tersenyum tipis. "Pertanyaan bagus. Walaupun sumber daya sama, kualitasnya bisa berbeda. Contoh, kopi dari Indonesia dan Brasil. Sama-sama kopi,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status