Beranda / Romansa / JODOHKU GURU GALAK / 26. Tempat Nyaman tetapi Berbahaya

Share

26. Tempat Nyaman tetapi Berbahaya

Penulis: Elita Lestari
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-17 09:00:00

Malam itu terasa lebih dingin daripada biasanya. Udara lembap masuk melalui celah kecil jendela rumah Adhinata, membawa aroma khas rumput basah. Nadira duduk di sofa, memeluk lututnya, tubuhnya masih mengenakan kaos kebesaran yang Adhinata berikan. Ia terlihat canggung, meskipun tempat ini sudah tidak asing lagi baginya.

Beberapa jam lalu, ia baru saja keluar dari rumah ini setelah belajar. Tapi keadaan berubah begitu cepat. Nadira, yang kala itu berharap bisa menghindari konflik dengan ayahnya, justru berakhir melarikan diri dan kembali ke tempat yang paling membuatnya merasa aman, rumah Adhinata.

Adhinata berdiri di dapur kecil, menuangkan air panas ke dalam cangkir. Tatapannya sesekali melirik ke arah Nadira yang terlihat semakin gelisah. Setelah menaruh dua cangkir teh di atas meja kecil di depan sofa, ia akhirnya duduk di kursi dekat rak buku, menjaga jarak, tetapi tetap memperhatikan.

"Kamu harus istirahat, Rara," ujarnya sambil menyandarkan tubuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • JODOHKU GURU GALAK   27. Pelarian Manis yang Membuat Khawatir

    Mentari pagi menyusup pelan melalui celah tirai rumah Adhinata, membangunkan Nadira yang terlelap di sofa. Sisa malam yang tenang telah membantunya mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari yang baru, meskipun pikirannya masih kusut dengan berbagai masalah yang menggantung.Pria misterius yang datang malam tadi, Adhinata tak mau membahas lagi. Intinya, kata Adhinata, hal tersebut bukan sesuatu yang perlu Nadira urusi. Gadis itu pun tahu diri. Mengingat perjanjian nomor dua antara dirinya dan Adhinata Rahagi.Gadis itu menggeliat pelan, mendapati ruangan kosong tanpa kehadiran Adhinata. Pria itu sudah berangkat kerja, meninggalkan secarik catatan di meja.Rara, saya ke sekolah dulu. Sarapan sudah saya siapkan. Jangan kemana-mana. Hari ini saya pulang cepat. Jadi, tunggu saya, ya.Nadira membaca pesan itu sambil tersenyum kecil. Seolah dia bisa melihat wajah datar dan suara rendah Adhinata ketika mengatakannya. Kekhawatiran dan pengertian sang pr

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • JODOHKU GURU GALAK   28. Bayang-Bayang Rasa Bersalah

    Langit malam sudah menggantung pekat saat Adhinata tiba kembali di rumahnya. Suasana kota yang semula dipenuhi hiruk pikuk kendaraan kini terasa hening, namun tidak dengan pikirannya. Wajah Nadira yang tampak begitu bahagia saat bersama Regas tadi terus terbayang di benaknya.Ia memarkir mobil dengan tenang, langkahnya menyusuri jalan setapak menuju pintu depan tanpa tergesa. Namun, hati kecilnya terasa seperti terbakar. Tidak ada hak baginya untuk merasa terganggu, apalagi cemburu. Nadira bukan siapa-siapa baginya—hanya murid yang kebetulan ia selamatkan dengan sebuah kesepakatan. Benar begitu, bukan?!Akan tetapi, kenapa rasanya tidak sesederhana itu?Adhinata menghela napas panjang setelah menutup pintu. Rumahnya gelap dan sunyi. Tanpa menyalakan lampu, dia, meletakkan tas kerja di atas meja. Selanjutnya, pria itu berjalan menuju kamar tidurnya. Hanya untuk sekadar mengambil pakaian ganti.Sejurus kemudian, Adhinata sudah berada di kamar mandi un

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • JODOHKU GURU GALAK   29. Malaikat Pelindung

    Pagi datang perlahan, cahaya keemasan menyelinap dari sela-sela tirai ruang tamu. Nadira menggeliat di sofa, tubuhnya terasa kaku karena tidur tanpa posisi nyaman. Saat matanya terbuka, ia menyadari ada selimut lembut melapisi tubuhnya.Ia tidak ingat mengambil selimut tadi malam. Dalam benaknya hanya ada satu nama, Adhinata.Menyadari betapa perhatian pria itu, Nadira tak mampu menahan senyum kecil di wajahnya. Ia bangkit perlahan, mengusap sisa kantuk di matanya. Ia melangkah ke dapur, dengan niat mendahului Adhinata untuk membuat sarapan. Walau hanya telur dadar sederhana, ia ingin menunjukkan sedikit terima kasihnya. Namun, saat sampai di sana, ia dibuat tertegun.Di meja makan sudah ada sepiring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi, ditambah segelas susu hangat yang masih mengepul. Harum bawang goreng menguar, membuat perutnya keroncongan.Nadira mengerutkan kening, menoleh ke arah kamar mandi di ujung ruangan. Suara gemericik air terdengar dar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • JODOHKU GURU GALAK   30. Janji dan Awal Pertempuran

    Adhinata sedang menyusuri jalan raya dengan kecepatan sedang. Matanya fokus ke depan, tetapi isi kepalanya penuh dengan keruwetan. Udara dingin AC mobil tidak mampu meredakan panas di dadanya setelah pertemuan dengan Wirawan yang menguras tenaga dan pikiran. Semua detail rencana kini terasa jauh lebih rumit daripada yang ia bayangkan.Tiba-tiba, ponsel yang ia letakkan di samping jok kemudi, bergetar. Ia melirik layar sebentar. Nama Nadira tertera di sana. Adhinata menghela napas panjang sebelum menjawab panggilan itu dan mengaktifkan mode loudspeaker."Ya, Rara," sapanya singkat, berusaha agar suaranya tetap stabil, padahal sebenarnya sedikit bergetar karena meredam panik.Hening sejenak sebelum suara Nadira terdengar, tak terlalu lantang. "Pak Nata, saya dengar semuanya."Gadis itu kembali memanggilnya 'Pak Nata'. Terasa sekali kecanggungan yang tercipta.Adhinata mengernyit, mencoba memahami maksud ucapan itu. "Maksud kamu?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • JODOHKU GURU GALAK   31. Kejutan yang Sesungguhnya

    Adhinata duduk di sofa besar di ruang tengah yang terasa terlalu megah untuk kehangatan sebuah rumah. Matanya mengamati sekeliling, mencoba membiasakan diri dengan dekorasi yang dulu begitu akrab. Ornamen-ornamen emas, lukisan klasik berbingkai besar, hingga lampu gantung kristal yang memantulkan kilauan mewah. Semua itu tampak sama seperti terakhir kali ia berada di sini, tetapi nuansanya terasa lebih dingin sekarang.Apalagi saat ini ibunya tidak terlihat. Semakin dingin saja suasana.Haidar Rahaja berdiri di dekat minibar, menuang sebotol wine mahal ke dalam dua gelas kristal. Ia tampak menikmati setiap gerakannya, seolah ingin menunjukkan dominasi dan ketenangan yang ia miliki."Masih seperti dulu, 'kan?" Haidar membuka pembicaraan dengan nada santai. "Rumah ini tidak berubah, tapi kamu terlihat lebih dewasa. Hm, aku bahkan hampir tidak mengenalmu.""Tidak perlu basa-basi," tukas Adhinata.Haidar tertawa kecil, suaranya seperti gemuruh petir di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • JODOHKU GURU GALAK   32. Kilasan Masa Lalu

    Adhinata berdiri terpaku, mulutnya terbuka tanpa kata-kata. Rasanya seperti mendengar sesuatu yang terlalu absurd untuk dipercaya. Haidar duduk di sofa dengan tenang, matanya mengamati anak bungsunya seperti sedang menilai reaksi seseorang yang baru saja mendengar teka-teki aneh."A—apa maksud Papi tadi?" tanya Adhinata dengan suara gemetar. "Papi melamar Nadira ... untukku?"Haidar tersenyum kecil, ekspresi yang anehnya membuat Adhinata semakin bingung. "Akhirnya kamu sadar juga," jawab Haidar santai."Bukan untuk Papi nikahi sendiri?" lirihnya.Pertanyaan itu membuat Haidar tertawa kecil, meskipun nadanya terdengar lebih seperti ejekan. "Kamu pikir Papi ini orang macam apa, Nata?" tanyanya dengan nada geli. "Tentu saja bukan. Aku tidak segila itu."Namun, Adhinata tidak mendengar candaan itu. Pikirannya sudah tenggelam ke dalam kenangan tujuh tahun yang lalu, saat Abhirama—kakaknya—masih hidup.Tujuh Tahun yang La

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • JODOHKU GURU GALAK   33. Mengistirahatkan Pikiran

    Adhinata duduk di sofa ruang tamu Adrian, memandangi secangkir teh di tangannya yang sudah dingin. Ruangan itu terasa hangat dan nyaman, dipenuhi perabotan kayu dengan pencahayaan lembut. Namun, pikirannya tidak bisa tenang. Semuanya bercampur aduk—rasa bersalah, kebingungan, dan ketakutan.Di depannya, Adrian menatap dengan tenang, mengenakan kemeja santai yang digulung hingga siku. Dokter sekaligus omnya itu selalu memiliki kesan profesional sekaligus penuh perhatian. Dalam banyak hal, Adrian adalah satu-satunya keluarga yang membuat Adhinata merasa benar-benar dimengerti. Setelah kematian Abhirama, Adrian adalah orang yang membawanya keluar dari kegelapan."Kelihatannya kamu butuh bicara," kata Adrian sambil duduk di kursi sebelah. Mengambil teh yang mendingin di tangan Adhinata dan meletakkannya di meja. "Sejak datang tadi, kamu kelihatan tidak seperti biasanya. Apa yang terjadi, Nata?"Adhinata membasahi bibirnya. Dia ingin berbicara, tetapi semua kat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • JODOHKU GURU GALAK   34. Sebelum Janur Kuning Melengkung

    Mobil hitam Adhinata meluncur keluar dari halaman rumah Adrian, meninggalkan aroma sarapan yang belum sempat selesai dinikmati, dengan alasan sudah siang dan tidak ingin terlambat ke sekolah hari ini.Di sampingnya, Regas duduk dengan tubuh bersandar malas, tetapi ekspresi wajahnya jauh dari santai. Keningnya berkerut, dan matanya sesekali melirik Adhinata dengan tatapan penuh tanda tanya."Jadi ...." Regas memulai, nada suaranya berat, "apa maksud lo tadi di meja makan? Mau nikah sama Nadira? Lo serius?"Adhinata melirik sekilas, ekspresinya tenang, bahkan sedikit menyebalkan. Sembari terus fokus pada kemudi kendaraan, dia menjawab, "Ya. Gue serius."Regas terdiam beberapa detik, mencoba mencerna. "Serius kayak ... beneran serius? Atau lo sengaja mau ngejek gue?"Adhinata terkekeh pelan. "Menurut lo?"Regas mendengkus kesal. "Gue tanya serius, Kak Nata!" Kata 'Kak Nata' sengaja dia beri tekanan.Adhinata mendesah, lalu tanpa menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18

Bab terbaru

  • JODOHKU GURU GALAK   120. Romansa di Kapal Pesiar

    Hari berikutnya, Nadira tidak menyangka sang suami memberi kejutan lagi dengan perjalanan menuju pelabuhan Benoa. Adhinata mengajak Nadira naik kapal pesiar mewah yang akan membawa mereka mengarungi lautan selama tujuh hari tujuh malam."Mas?!" Nadira menatap suaminya dengan raut tak percaya.Adhinata tak berbicara. Ia menggenggam tangan Nadira erat saat mereka menaiki tangga menuju dek utama kapal pesiar. Kapal mewah itu bersandar di pelabuhan dengan megah, tampak seperti istana yang mengapung. Cahaya lampu kristal yang memancar dari dalam kapal membuat suasana semakin memukau. Laut di sekeliling mereka memantulkan cahaya bulan yang nyaris penuh, menciptakan pemandangan malam yang sulit dilupakan."Ini serius, Mas? Mas bawa aku naik kapal pesiar?" tanya Nadira sambil menatap suaminya dengan mata berbinar.Adhinata tersenyum kecil. "Kenapa tidak? Ini kan bulan madu kita. Kamu layak mendapatkan yang terbaik, Rara."Nadira tertawa kecil, ma

  • JODOHKU GURU GALAK   119. Pulau Pribadi

    Pagi itu, Nadira terbangun dengan rasa tenang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai vila, menerangi kamar yang hangat dan nyaman. Suara debur ombak terdengar jelas, berpadu dengan kicauan burung yang seperti lagu selamat pagi dari alam. Ia membuka mata perlahan, dan menyadari bahwa ia tengah berada dalam pelukan seseorang.Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat di mana ia berada. Nadira mendongak, mendapati Adhinata masih tertidur dengan napas teratur dan mendekapnya. Wajah pria itu tampak lebih damai dari biasanya, garis-garis tegas di wajah, kini seolah melunak.Apakah semalam mereka sempat melakukan yang 'iya-iya'?Jawabannya adalah tidak. Adhinata sangat menghormati istrinya. Dia tidak akan lancang jika memang belum diizinkan. Jadi, dia akan bersabar.Nadira menatap suaminya lebih lama, merasa bersyukur atas semua yang telah mereka lalui hingga akhirnya bisa berada di tempat ini. Meski awalnya ti

  • JODOHKU GURU GALAK   118. Bulan Madu

    Langit sore mulai merona jingga ketika Nadira mengikuti langkah Adhinata dengan penuh kebingungan. Pria itu menggenggam tangannya erat, membawanya menjauh dari keramaian rombongan SMA Cakrawala. Angin lembut menyapu wajah Nadira dan membawa aroma damai, tetapi rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya terlalu kuat untuk menikmati suasana sekitar. Beberapa kali, Nadira menoleh ke belakang."Mas, ini kita mau ke mana? Rombongan udah mau berangkat itu," tanya Nadira akhirnya, suaranya penuh keingintahuan.Adhinata tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, menyunggingkan senyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya. Nadira terpaksa menurut, meskipun hatinya dipenuhi berbagai spekulasi.Setelah beberapa saat, mereka berhenti di dekat sebuah mobil SUV hitam yang diparkir cukup jauh dari bus rombongan. Seorang pria berseragam rapi berdiri di samping kendaraan, dan segera membuka pintu penumpang begitu melihat mereka mendekat."Silakan, Tuan. Semu

  • JODOHKU GURU GALAK   117. Kita Belum Selesai

    Tur akhirnya mencapai penghujung. Semua lokasi tujuan telah dikunjungi, meninggalkan lelah bercampur puas di wajah para siswa dan guru. Saat ini, mereka berkumpul di sebuah restoran, menikmati makan bersama terakhir, sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Terlalu lambat untuk disebut makan siang, dan terlalu awal untuk disebut makan malam, karena hari sudah cukup sore, saat mereka meninggalkan Desa Penglipuran.Meja-meja dipenuhi siswa yang bercanda riang. Tawa mereka sesekali pecah, terutama dari kelompok XI IPS 4, yang dikenal paling ramai. Beberapa guru, termasuk Adhinata, duduk sedikit terpisah, membentuk kelompok kecil di pojok ruangan.Di meja lainnya, Nadira terlihat duduk bersama teman-temannya, celana longgar warna krem yang membalut kakinya membuatnya tampak lebih santai meski gerakannya tetap hati-hati karena lututnya masih terluka."Celana lo baru, ya, Ra?" tanya salah seorang teman cewek, yang duduk di sebelahnya, bernama Intan. Gadis itu mena

  • JODOHKU GURU GALAK   116. Terpaksa Membongkar Rahasia

    Ketukan keras di pintu bilik membuat Adhinata dan Nadira sontak menoleh. Nadira yang masih duduk dan hanya mengenakan celana short, langsung gugup. Sementara Adhinata berdiri dengan ekspresi datar, namun ada sedikit kekesalan di wajahnya. Dengan gerakan tegas, ia menutup paha sang istri menggunakan jaketnya yang semula dipakai Nadira."Pak Nata! Saya tahu Anda di dalam! Jelaskan apa yang Anda lakukan!" Suara Pak Widodo menggema, terdengar tegang dan penuh kecurigaan.Adhinata menghela napas panjang, mencoba mengontrol emosinya. Dengan langkah santai, ia membuka pintu, memperlihatkan Pak Widodo yang sudah berdiri dengan wajah merah padam, sambil berkacak pinggang."Ada apa, Pak?" tanya Adhinata."Ada apa, ada apa?! Saya yang harusnya bertanya. Apa yang Anda lakukan di dalam?" Pak Widodo menunjuk ke arah bilik dengan gestur dramatis. Kacamata yang melorot ke ujung hidungnya semakin memperkuat ekspresi penuh amarah itu.Adhinata melirik Nadi

  • JODOHKU GURU GALAK   115. Ketegangan di Balik Bilik

    Adhinata membawa Nadira ke pos kesehatan tanpa memedulikan tatapan bingung dan bisik-bisik siswa serta guru lain. Tubuh gadis itu terasa ringan di pelukannya, tetapi kegelisahan di wajah Nadira membuat langkah Adhinata sedikit tergesa.Sesampainya di pos kesehatan, seorang petugas mendekat. "Loh, ada yang terluka? Mari saya bantu."Adhinata menggeleng halus. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa menanganinya sendiri.""Menangani sendiri? Tapi—""Saya bertanggung jawab penuh atas dia, murid saya. Terima kasih untuk tawaran bantuannya, tapi biar saya saja," ujar Adhinata dengan nada tegas, membuat petugas itu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengalah."Baiklah. Kalau begitu, biliknya di sana. Di dalam juga sudah ada peralatan dan obat-obatan lengkap. Kalau butuh apa-apa, panggil saya saja, Pak," ujar si petugas.Adhinata mengangguk dan membawa Nadira masuk ke bilik, membiarkan pintu tertutup rapat. Ia mendudukkan Nadira di kursi, lalu ber

  • JODOHKU GURU GALAK   114. Terpisah Membuat Resah

    "Nadira!"Panggilan itu datang dari Faiz, si ketua kelas. Nadira menoleh, dan melihat Faiz melambai di tengah keramaian Desa Penglipuran yang penuh wisatawan.Ya, destinasi terakhir mereka hari ini adalah Desa Penglipuran, desa adat yang terkenal karena keindahan dan kerapian rumah-rumahnya.Desa adat itu memang memukau. Jalan berbatu membelah rumah-rumah tradisional dengan atap rumbia yang seragam. Bunga-bunga warna-warni bermekaran di sepanjang tepi jalan, membuat suasana terasa damai dan indah.Nadira langsung terpikat begitu melihat jalan berbatu yang bersih dengan deretan rumah tradisional yang seragam di kedua sisi tersebut. Tak sadar, dia sampai berhenti dan terpisah dari kelompoknya tadi. Untung saja Faiz memanggil.Nadira berjalan cepat, mendekat ke Faiz yang berdiri bersama beberapa teman mereka di sana, juga guru pendamping pengganti Adhinata—tidak main-main bahkan sang kepala sekolah sendiri yang mengambil alih tugas Pak Nata.

  • JODOHKU GURU GALAK   113. Nyaris Kebablasan

    Rombongan SMA Cakrawala tiba di Bali Bird Park sekitar pukul 09.00 pagi, saat embun di daun-daun masih segar dihembus angin pagi Gianyar. Suara kicauan burung menyambut mereka di gerbang masuk, memadukan semarak warna bulu-bulu cerah dengan aroma dedaunan basah. Murid-murid berlarian kecil, terpesona dengan burung merak yang melenggang anggun di pelataran taman.Nadira berjalan sedikit di belakang Adhinata, matanya terus sibuk mengamati sekitar. Selain Salsa, dia memang tak begitu dekat dengan teman lain di kelas. Wajar jika kini setelah Salsa pindah sekolah, dia lebih sering sendirian.Langkah Nadira terhenti saat melihat burung kakaktua putih dengan paruh melengkung berdiri tenang di atas sebuah batang pohon kecil."Pak Nata, lihat itu!" Nadira menunjuk penuh semangat, seperti anak kecil yang baru menemukan mainan kesukaannya. Lupa, bahwa sekarang dia sudah menjadi istri dari laki-laki di depannya itu.Adhinata mengikuti arah telunjuknya, lalu t

  • JODOHKU GURU GALAK   112. Momen Manis di Tengah Keramaian

    "Mas Nata?"Suara Nadira terdengar pelan saat ia membuka mata dan mendapati tempat tidur di sisi sebelahnya kosong. Ia mengerjap beberapa kali, lalu duduk sambil mengucek matanya. Perasaan sedikit hampa menyelip di dadanya karena sang suami tidak ada di sisi. Namun, sebelum pikirannya melayang jauh, ponselnya berbunyi.Ia mengangkatnya tanpa melihat layar, mengenali nama sang penelepon dari nada dering khusus. "Mas Nata?" sapanya, suaranya masih serak karena baru bangun tidur."Sudah bangun?" Suara Adhinata terdengar di ujung sana, hangat dan rendah seperti biasa."Iya. Mas di mana?" Nadira bertanya, lalu melihat jam di ponselnya. Masih pukul enam pagi, tapi Adhinata sudah entah di mana."Sedang kumpul dengan guru-guru pendamping. Kita harus segera berangkat ke destinasi terakhir hari ini," jawab Adhinata. "Kamu sudah mandi?"Nadira terkekeh kecil. "Baru bangun, Mas. Mana sempat mandi. Mas Nata, sih, gak bangunin aku sekalian tad

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status