Home / Fantasi / Kebangkitan Klan Phoenix / Kabanata 131 - Kabanata 135

Lahat ng Kabanata ng Kebangkitan Klan Phoenix: Kabanata 131 - Kabanata 135

135 Kabanata

Bisikan di Nirwana.

Kiran setelah menenggak ekstrak bunga popy...Kuil di sekitarnya mulai berubah. Dinding-dinding batu seolah meleleh dan berubah menjadi cahaya keemasan yang berpendar lembut. Lantai di bawah kakinya tidak lagi terasa keras, melainkan seperti awan yang lembut.Patung Hiranyakashipu di hadapannya tampak berkilau dengan cahaya dari dalam, mata permatanya berkedip-kedip seperti bintang.Kiran merasakan tubuhnya melayang, terlepas dari gravitasi. Ia tidak lagi berada di kuil, melainkan di sebuah ruang tak terbatas yang dipenuhi cahaya keemasan dan ungu.Tidak ada langit, tidak ada tanah—hanya keindahan murni yang tak terlukiskan. Bunga-bunga berwarna-warni melayang di sekitarnya, memancarkan aroma yang memabukkan. Musik lembut terdengar dari segala arah, seperti ribuan harpa yang dimainkan oleh tangan-tangan tak terlihat."Apakah ini... nirwana?" bisik Kiran, terpesona oleh keindahan di sekelilingnya."Bukan nirwana, anak muda," jawab sebuah suara yang dalam dan bergema. "Hanya sebuah ruan
last updateHuling Na-update : 2025-04-13
Magbasa pa

Menuju Zahranar.

Matahari pagi bersinar hangat menyinari Desa Chandrapur.Kiran duduk di beranda rumah keluarga Rajagopal, menikmati secangkir teh rempah yang disajikan Nyonya Ranya. Pikirannya masih dipenuhi oleh pengalaman mistisnya di kuil semalam—pertemuan dengan Dewa Hiranyakashipu yang entah nyata atau hanya halusinasi akibat bunga popy."Dengarkan angin yang berbisik di antara daun-daun tertua," gumam Kiran, mengulang teka-teki yang diberikan oleh dewa itu."Ikuti aliran sungai yang tidak pernah mengalir ke laut..."Tiba-tiba..."Kau mengatakan sesuatu, anak muda?" tanya Surya Rajagopal, bergabung dengan Kiran di beranda.Hanya terkejut sesaat, Kiran menggeleng pelan."Hanya memikirkan perjalananku selanjutnya," jawabnya. Ia meletakkan cangkir tehnya dan menatap Surya dengan tenang."Aku sudah memuuskan. Harus pergi ke ibukota—ke Zahranar. Aku perlu mencari informasi lebih banyak tentang Suku Devahari," kata Kiran, menggambarkan sesuatu yang mendesak.Surya Rajagopal mengangguk pelan. Ada kilat
last updateHuling Na-update : 2025-04-13
Magbasa pa

Kota Samarkhal.

Matahari bersinar terik di atas padang rumput luas yang membentang hingga kaki langit, menciptakan gelombang panas yang menari-nari di atas tanah.Kiran berjalan dengan langkah mantap, menyusuri jalan setapak yang telah dilewati ribuan kaki pedagang dan penjelajah selama berabad-abad. Jalur Kafilah—rute kuno yang menghubungkan kota-kota besar Zolia—terbentang di hadapannya seperti ular raksasa yang meliuk di antara bukit-bukit hijau.Jubah linen tipis berwarna cokelat tanah menutupi tubuhnya, dengan tudung yang ditarik rendah menutupi sebagian wajahnya untuk melindungi dari terik matahari dan tatapan penasaran.Crimson Dawn—pedang legendaris dengan bilah merah darah yang konon ditempa dari logam bintang jatuh — tersembunyi dengan baik di dalam tas punggungnya, terbungkus kain tebal yang dilapisi rune-rune peredam energi agar aura sihirnya tidak menarik perhatian penyihir atau pemburu bounty yang mungkin berkeliaran."Tuan, apakah masih jauh?" tanya seorang anak laki-laki berusia sekit
last updateHuling Na-update : 2025-04-14
Magbasa pa

Festival Gandum Emas.

"Kami hanya kaum kelana yang kebetulan lewat," jawab Kiran sopan, menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat."Kami dalam perjalanan ke Zahranar. Bermaksud mengisi perbekalan dan melanjutkan perjalanan besok pagi."Penjaga itu mengangguk, tampak puas dengan jawaban yang jujur."Festival Gandum Emas sedang berlangsung. Kota penuh dengan pengunjung dari seluruh Zolia dan bahkan dari luar kerajaan. Kalian mungkin kesulitan mencari penginapan.""Terima kasih atas informasinya," kata Kiran. "Kami akan mencoba peruntungan kami."Penjaga itu memberi isyarat dengan tombaknya agar mereka lewat. Kiran, Kon, dan Burs melangkah memasuki Samarkhal, segera disambut oleh hiruk-pikuk kota yang sedang berpesta.Jalanan Samarkhal dipenuhi dengan orang-orang yang berpakaian cerah, bernyanyi dan menari dalam lingkaran-lingkaran besar. Musik dari seruling, tambur, dan alat musik senar yang tidak Kiran kenali mengalun di setiap sudut, menciptakan atmosfer pesta yang meriah.Spanduk-spanduk berwarna
last updateHuling Na-update : 2025-04-14
Magbasa pa

Penyamun Yang Tak Tahu Diri.

Mereka mengisi perbekalan di pasar pagi—roti gandum yang akan tahan beberapa hari, keju keras yang dibungkus dalam daun, buah kering dan kacang-kacangan untuk energi, dan air segar dalam kantong kulit—sebelum meninggalkan kota melalui gerbang utara.Jalan setapak yang mereka ikuti kini lebih lebar dan lebih ramai, dengan beberapa pedagang dan penjelajah yang juga menuju ke arah yang sama."Kota berikutnya adalah Marakand," kata Kiran, mengingat peta yang diberikan Surya. Ia membayangkan garis-garis dan simbol di perkamen tua itu."Kota Seribu Kubah. Kita mungkin bisa mencapai perbatasannya dalam tiga hari jika kita berjalan dengan baik."Perjalanan mereka relatif tenang dan tanpa insiden. Mereka berjalan saat matahari bersinar dan beristirahat di malam hari, terkadang bergabung dengan kelompok pedagang untuk keamanan tambahan.Kon dan Burs semakin terbiasa dengan wujud manusia mereka, meskipun Burs masih sering mengeluh tentang betapa lambatnya berjalan dibandingkan terbang dan bagaim
last updateHuling Na-update : 2025-04-15
Magbasa pa
PREV
1
...
91011121314
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status