Home / Romansa / MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN: Chapter 31 - Chapter 40

65 Chapters

Bab 31

Pagi itu, matahari Bandung bersinar hangat. Arkana duduk di sofa ruang tamu sambil menggulir layar ponselnya. Ia menoleh ke arah dapur, melihat Zaina yang sedang bersiap untuk memasak. "Za, nggak usah masak hari ini," ujar Arkana tiba-tiba. Zaina berhenti sejenak, menatap suaminya dengan bingung. "Lho, kenapa? Kan Mas harus sarapan." Arkana tersenyum tipis. "Aku mau ajak kamu ke tempat spesial hari ini. Tapi nanti aja aku kasih tahunya setelah kita sampai." Mata Zaina berbinar, tapi kemudian ia melirik ke arah tumpukan pakaian yang harus dicuci. "Tapi aku harus nyuci dulu, Mas. Rumah juga masih berantakan." Arkana menghela napas sambil berdiri. "Ya udah, kita beresin bareng-bareng. Aku bantu cuci baju juga." Zaina terkekeh. "Yakin? Mas bisa nyuci?" godanya. Arkana menyipitkan matanya. "Kita lihat aja nanti!" Mereka pun mulai beres-beres rumah bersama. Arkana membantu menyapu dan mengepel lantai, sementara Zaina mencuci pakaian. Sesekali Arkana bercanda dengan menyempro
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

Bab 32

Perjalanan dari Bandung ke Surabaya terasa cukup melelahkan, namun sesampainya di rumah, kehangatan keluarga langsung menyambut mereka. "Gimana kabarnya, Nak?" suara lembut Umi Khadijah menyambut Zaina begitu ia melangkah masuk. Perempuan itu langsung menarik menantunya ke dalam pelukan hangat. "Alhamdulillah, baik, Umi," jawab Zaina dengan senyum lembut. Sementara itu, Arkana masih sibuk mengeluarkan koper dari bagasi mobil. Sebelum masuk, Zaina lebih dulu menyalami Abi Ghifari yang berdiri di teras bersama putra sulungnya, Ghifari. "Sehat, Abi?" tanya Zaina dengan hormat. Abi Ghifari mengangguk dengan senyum bijak. "Alhamdulillah, sehat, Nak. Kalian gimana? Gimana di Bandung?" "Alhamdulillah, semuanya lancar, Bi," jawab Zaina sopan sebelum melangkah masuk bersama Umi Khadijah. Begitu sampai di ruang keluarga, Zaina mengeluarkan satu kotak bolu yang ia buat kemarin. "Umi, ini bolu yang aku buat kemarin. InsyaAllah masih enak," katanya sambil menyodorkan kotak tersebut
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

Bab 33

Malam itu, keluarga besar Kyai Ghifari berkumpul di rumah nenek mereka, Jiddah Khusni. Suasana hangat memenuhi ruangan, aroma masakan khas yang menggugah selera tercium dari dapur. Semua orang berkumpul di ruang makan, berbincang dan tertawa bersama. Zaina duduk di samping Arkana, merasa sedikit gugup karena ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan Jiddah Khusni. Dari cerita yang ia dengar, Jiddah adalah sosok wanita yang bijaksana, tetapi sangat selektif dalam memilih pasangan untuk anak cucunya. Ketika Jiddah Khusni masuk ke ruang makan, suasana sedikit hening. Wanita tua itu memiliki wibawa yang kuat, tetapi sorot matanya penuh kelembutan. Pandangannya jatuh pada Zaina, yang segera berdiri dan menyalaminya dengan hormat. "Assalamu’alaikum, Jiddah," sapa Zaina dengan lembut. Jiddah Khusni menatapnya sejenak, lalu tersenyum. "Wa’alaikumussalam, Nduk. Jadi ini istri Arkana?" Khadijah, ibu Arkana, tersenyum bangga. "Iya, Jiddah. Namanya Zaina." Jiddah Khusni menganggu
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

Bab 34

Namun, Arkana menggeleng, seperti anak kecil yang tak mau kehilangan ibunya. "Rambut kamu wangi, Za," ucapnya pelan. Zaina tersenyum kecil, tapi pipinya sudah bersemu merah. Ia bersyukur Arkana tak bisa melihat wajahnya saat ini. Beberapa detik kemudian, Arkana perlahan melepaskan rangkulannya dan membalikkan tubuh Zaina agar berhadapan dengannya. Sepasang mata tajam itu menatapnya lekat, begitu dalam dan penuh makna. Zaina menelan ludah. Ia merasa canggung, namun tak bisa mengalihkan pandangannya dari pria di hadapannya. Tanpa aba-aba, Arkana menundukkan wajahnya dan mengecup singkat bibir Zaina. Zaina membelalak kaget. Jantungnya seperti ingin meledak. First kiss-nya… dicuri oleh Gus Arkana! Sementara itu, Arkana hanya tersenyum tenang, seolah tak merasa bersalah sama sekali. "Za..." Suaranya terdengar lembut, namun penuh ketegasan. "Kalau aku minta hakku, boleh nggak?" Zaina merasakan tubuhnya semakin panas. Ia gelagapan sendiri, jantung berdetak terlalu kencang, ot
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more

Bab 35

Hana diam sesaat, membiarkan Zaina melakukan apa pun yang ia inginkan. Tak lama kemudian, suara Hana terdengar lagi, pelan dan sedikit kaku. "Maaf, Za, dulu aku sering jahat sama kamu." Zaina menatap Hana dalam-dalam. "Aku tahu kalau perbuatanku mungkin gak bisa kamu maafin," lanjut Hana. "Tapi setidaknya, aku sudah meminta maaf." Zaina tersenyum kecil. Hana memang tetap ketus, tapi ia tahu bahwa permintaan maaf itu tulus. "Sudah lama aku memaafkan, Han," ucap Zaina lembut. Hana tidak membalas, tapi tangannya yang masih sibuk mengupas bawang sedikit gemetar. Ada kelegaan yang tersirat di wajahnya. **** Zaina berdiri di depan makam keluarganya, menatap batu nisan yang berjajar rapi. Di sampingnya, Arkana dan keluarga besarnya ikut serta dalam ziarah ini. Kyai Ghifari memimpin tahlil, suaranya merdu mengalun di antara hembusan angin pagi. Dalam hati, Zaina mengenalkan anggota keluarga barunya kepada almarhum ayah, bunda, abang, dan tantenya. Ayah, Bunda, Bang, Tante… i
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 36

Namun, saat ia hendak beranjak, tangan Arkana dengan sigap menarik pergelangan tangannya. Dalam sekejap, Zaina terjatuh dan kini posisinya menimpa tubuh suaminya. Matanya membelalak, sementara Arkana hanya tersenyum tipis, masih dengan mata yang setengah terpejam. Zaina tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah suaminya yang tampak begitu rupawan di bawah cahaya remang-remang. "Saya tampan, kan?" bisik Arkana dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Zaina seketika tersadar dari lamunannya. Dengan cepat, ia berusaha bangkit, tetapi Arkana lebih dulu menahan pinggangnya. "Saya masih nyaman berada di posisi ini," lanjutnya, kali ini dengan mata yang sudah terbuka sempurna. Tatapan hangatnya jatuh pada mata istrinya yang masih terlihat sedikit bengkak akibat tangis semalam. Tanpa berkata-kata, Arkana mengecup kelopak mata Zaina dengan lembut. Deg. Jantung Zaina berdegup kencang, seakan baru saja disetrum oleh sesuatu yang tak kasat mata. "Istriku hebat," gum
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 37

Setelah sarapan, Arkana mengantar Zaina. Kebetulan, Arkana juga ingin mampir ke bengkel. "Mas, nanti pulangnya bisa jemput, kan?" tanya Zaina sebelum turun dari mobil. "InsyaAllah bisa. Nanti telepon aja, ya," jawab Arkana. Zaina tersenyum, lalu mencium tangan suaminya. Arkana pun membalas dengan mencium tangan Zaina berulang kali, membuat istrinya terkekeh kecil. Setelah itu, Zaina turun dari mobil, menunggu hingga kendaraan suaminya menjauh sebelum melangkah masuk ke dalam kafe. Begitu masuk, ia mengedarkan pandangannya, mencari seseorang. Saat menemukannya, bibirnya merekah dalam senyuman. "Assalamualaikum," sapa Zaina. Kedua sahabatnya menoleh dan langsung takjub melihat penampilan Zaina yang kini lebih tertutup. "Wa’alaikumussalam," jawab mereka hampir bersamaan. "Wah, Zaina yang kita kenal dulu banyak berubah," ucap Raina sambil berdiri, menatap sahabatnya dengan kagum. "Gila, Za! Lo sekarang lebih cantik, auranya positif banget!" tambahnya. "Saka tuh pasti n
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 38

"Za, kamu marah, kan?" Arkana sejak tadi bergelendotan di pundak Zaina, mencoba menarik perhatian istrinya yang masih sibuk menyetrika baju. Namun, Zaina tetap diam, seolah tidak mendengar. "Za, jangan diam kayak gini," bujuk Arkana lagi. "Di Bandung aku memang ketemu Syifa, tapi cuma sebentar, itu pun aku sempat nolak. Dia yang terus maksa ngajak aku jalan. Kamu tahu kan, dari kecil kami sudah dekat. Aku yakin dia cuma menganggap aku sebagai kakaknya." Zaina akhirnya menoleh, tapi bukan karena perkataan suaminya. "Aku nggak marah, Mas. Cuma sakit gigi aja, makanya nggak mau banyak ngomong." Arkana memicingkan mata, jelas tidak percaya. "Udah, kamu diam deh, kepalaku tambah pusing. Gigiku cenut-cenut lihat kamu," lanjutnya, berusaha mengalihkan pembicaraan. "Gigi kamu sakit? Yang mana? Ayo kita ke dokter," ujar Arkana panik. "Udah nggak apa-apa, aku bisa tahan. Udah biasa kok, nanti juga sembuh sendiri," jawab Zaina, kembali sibuk dengan setrikanya. "Nggak bisa git
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more

Bab 39

Zaina tersenyum kecil. "Oh, ya? Cerita apa? Semoga bukan cerita yang buruk-buruk, ya." Candanya mencoba menetralkan suasana. "Nggak, kok. Mbak Ani selalu cerita kalau Mbak Zaina itu rajin banget dan selalu dapat ranking di sekolah. Beliau suka bilang itu kalau aku lagi males belajar, biar aku termotivasi," jelas Alana. Zaina tersenyum hangat. "Terus," lanjut Alana dengan nada lebih pelan, "Mbak Ani juga pernah nunjukin fotonya Abang Faiz. Masyaallah, ganteng banget. Sayangnya, beliau udah pergi duluan..." Zaina terdiam sejenak, hatinya sedikit mencelos mendengar nama kakaknya disebut. Namun, ia tetap tersenyum, mencoba menyembunyikan kesedihannya. "Kamu suka abangku?" tanyanya menggoda. Alana nyengir, "Dikit... Soalnya kan dulu masih kecil, ya." Zaina tergelak. "Ya ampun, Alana. Terus sekarang masih suka?" tanyanya sambil tersenyum nakal. "Padahal dia udah ditanam dalam tanah, lho." Alana langsung membelalak. "Astaghfirullah, Mbak! Jangan ngomong gitu." Namun, sebelu
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

Bab 40

Syifa menatapnya sinis. "Maunya sih gitu, tapi kayaknya kamu lebih layak deh, soalnya kamu kan mantunya, bukan aku," ujarnya ketus. "Lagian, Umi Khadijah yang ngelarang aku buat bantu-bantu. Aku tinggal duduk diam aja." Zaina mencibir dalam hati. Jadi, ini alasan gadis itu tak pernah mengerjakan pekerjaan rumah? "Ya udah, kamu duduk aja. Tapi jangan kejar-kejar suami aku," ujar Zaina, muak. Syifa melipat tangan di dada, menatap Zaina dengan sinis. Namun, setelah mendengar ucapan Zaina tadi, ia akhirnya memilih pergi sambil mendengus kesal. Arkana menepuk bahu Zaina pelan. "Udah, Sayang." Tanpa menjawab, Zaina berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Namun, saat ia masuk ke dalam, langkah kaki di belakangnya membuatnya menoleh. "Ngapain ikut? Sana keluar!" hardiknya kesal pada Arkana. Arkana justru masuk lebih dalam, menutup pintu, lalu menyandarkan punggungnya ke sana. Ia menatap Zaina dengan ekspresi penuh godaan. "Kamu cemburu, ya?" Zaina melipat tangan di dada. "Nggak
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more
PREV
1234567
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status