Home / Romansa / MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN: Chapter 41 - Chapter 50

65 Chapters

Bab 41

Setelah acara reuni selesai, Arkana dan Zaina akhirnya bisa beristirahat di kamar mereka. Zaina sudah berbaring lebih dulu, mencoba memejamkan mata, sementara Arkana duduk di tepi tempat tidur, menatap istrinya dengan senyum kecil. "Tadi banyak yang nodongin supaya kita cepat-cepat punya anak," ujar Arkana, suaranya terdengar santai. "Menurut kamu gimana?" Zaina menghela napas pelan, "Mas, udah ah. Aku capek, besok aja ya." Matanya tetap tertutup, berusaha mencari posisi nyaman. Arkana terkekeh pelan. "Bukan itu maksudku, Sayang. Aku nggak minta sekarang. Aku tahu kamu capek, aku juga capek kok." Zaina membuka sedikit matanya, melirik suaminya sekilas. "Terus, apa?" Arkana memiringkan tubuhnya, kini berbaring menghadap Zaina. "Kamu mau punya anak berapa nanti?" tanyanya, menatap wajah istrinya yang masih setengah mengantuk. "Dua aja cukup," jawab Zaina singkat, suaranya hampir seperti gumaman. Mata Arkana membulat sedikit. "Dua? Mana cukup? Aku maunya lima. Tiga perempuan
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more

Bab 42

"Baik, sebentar saya cek dulu..." Resepsionis memeriksa sistem pemesanan. "Ya, benar. Anda memesan kamar honeymoon suite untuk dua malam, betul?" "Iya, betul." "Kami sudah menyiapkan kamar sesuai permintaan. Berikut kunci kamar Anda, Pak." Resepsionis menyerahkan kunci kartu dengan senyuman ramah. "Jika ada keperluan tambahan, silakan hubungi layanan kamar kami." "Terima kasih," ujar Arkana. Setelah semua urusan administrasi selesai, Arkana dan Zaina menuju kamar mereka. **** Begitu pintu terbuka, Zaina terkejut melihat suasana kamar yang begitu romantis. Tempat tidur bertabur kelopak mawar merah, dua handuk yang dilipat membentuk angsa, dan... beberapa benda lain yang membuat pipinya langsung memerah. Astaghfirullah, umi sama abi niat banget, gumamnya dalam hati. Sementara itu, Arkana tersenyum geli melihat ekspresi istrinya yang begitu malu. Ia meletakkan koper dan mendekati Zaina. "Gimana?" Arkana bertanya sambil menatapnya penuh arti. "Kita mulai sekarang?" Mat
last updateLast Updated : 2025-03-21
Read more

Bab 43

Tak lama setelahnya, Arkana melihat ponselnya dan menghela napas. "Aku ke kamar mandi dulu," ujarnya, bangkit dari kursinya. Zaina mengangguk dan melanjutkan obrolan dengan Faris. "Kafe kopi, ya? Wah, aku suka banget kopi," ujar Zaina dengan antusias. "Serius? Berarti kamu harus mampir!" kata Faris. "Aku dulu sempat kerja jadi barista. Makanya, kalau soal kopi, aku cukup paham. Senang aja lihat prosesnya," ujar Zaina. "Wah, kalau gitu kamu bisa kasih saran buat menu di kafe aku," Faris terkekeh. Zaina tertawa. "Seru banget! Pasti aku mampir." Saat itu, Arkana kembali dari kamar mandi dan duduk di kursinya. Namun, yang ia lihat adalah Zaina yang asyik berbicara dengan Faris, tertawa lepas, dan tampak begitu menikmati obrolan mereka. Arkana berusaha tetap tenang, tetapi semakin lama ia merasa diabaikan. Hingga akhirnya… TOK! Ujung gelas yang dipegang Arkana membentur meja cukup keras, membuat Zaina dan Faris langsung menoleh. Arkana hanya menatap mereka dengan ekspr
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Bab 44

Zaina menggeleng cepat, membuat ekspresi Arkana sedikit murung. "Sejak kapan Mas suka sama Zaina?" tanyanya pelan. Arkana tersenyum kecil. "Sepertinya sejak pertama kali kita bertemu. Waktu kamu jadi barista," jawabnya jujur. Zaina terkejut. "Mas serius? Bukannya waktu itu Mas suka sama Syifa?" tanyanya, masih tak percaya. Arkana menggeleng pelan. "Saya belum mencintai Syifa saat itu." Ia menatap mata istrinya dengan lembut. "Dan sebenarnya, bukan saat kamu jadi barista pertama kali saya melihat kamu." Zaina mengerutkan kening, penasaran. "Maksudnya?" Arkana menghela napas, lalu tersenyum samar. "Saya masih SMA waktu itu, sekitar sepuluh tahun lalu. Kamu masih kecil." Zaina mengingat sesuatu. "Saat itu… aku kelas enam SD?" Arkana mengangguk. "Iya. Waktu itu saya keluar pesantren untuk ikut olimpiade. Saat di jalan, saya melihat seorang kakek jatuh dari sepeda ontelnya. Semua orang hanya lewat tanpa peduli, tapi kamu berlari mendekat, membantunya, dan membeli semua balon
last updateLast Updated : 2025-03-22
Read more

Bab 45

Arkana dan Zaina melanjutkan perjalanan mereka menyusuri sebuah taman di dekat pantai. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membuat suasana semakin nyaman. Zaina menggandeng lengan Arkana dengan erat, sementara pria itu sesekali menoleh ke arah istrinya, tersenyum tanpa alasan. Saat mereka duduk di bangku taman menikmati pemandangan, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arah mereka. Seorang gadis kecil, sekitar empat tahun, dengan rambut ikal sebahu dan pipi chubby yang menggemaskan. Dia mengenakan dress berwarna kuning dengan sandal kecil berhiaskan pita. Tanpa ragu, gadis kecil itu langsung naik ke bangku dan mencium pipi Zaina dengan polosnya. Zaina terkejut, tapi tawanya pecah melihat kelakuan bocah menggemaskan itu. Arkana juga ikut tersenyum, sementara gadis kecil itu menatap Zaina dengan mata berbinar. "Namamu siapa, Sayang?" tanya Zaina lembut, membelai pipi gadis itu. "Nana," jawabnya polos, suaranya ceria. "Nana sendirian? Mana Mama atau Papanya?" Nana mengge
last updateLast Updated : 2025-03-26
Read more

Bab 46

Setelah malam yang indah bagi mereka, hubungan Arkana dan Zaina terasa semakin erat. Tidak ada lagi rasa canggung, hanya kenyamanan yang semakin kuat di antara mereka. Namun, siang ini mereka harus kembali ke Surabaya. Sebelum menuju bandara, Zaina mengajak Arkana mampir ke sebuah kafe milik Faris, teman lamanya. Arkana awalnya setuju, meski sebenarnya ia lebih memilih langsung ke bandara. Begitu mereka duduk, Zaina langsung menikmati kopinya. Matanya berbinar. "Masya Allah, kopinya enak banget! Ada aroma khas yang beda dari yang lain." Faris tersenyum bangga. "Nah, itu karena biji kopi yang aku pakai kualitasnya pilihan. Proses roasting-nya juga aku perhatiin banget. Ditambah lagi, teknik penyeduhannya beda dari yang lain." Zaina terlihat begitu tertarik, bertanya ini itu tentang kopi. Arkana hanya diam, matanya memperhatikan setiap ekspresi istrinya. Ada sedikit rasa tak nyaman di dadanya, apalagi saat melihat Zaina begitu menikmati percakapannya dengan Faris. Arkana m
last updateLast Updated : 2025-03-30
Read more

Bab 47

Arkana baru saja memarkirkan mobilnya di garasi ketika melihat pintu rumahnya terbuka. Keningnya berkerut. Ada yang tidak beres. Beberapa barang terlihat jatuh dari tempatnya, menambah firasat buruk yang mulai merayapi pikirannya. "Zaina?" panggilnya, namun tak ada jawaban. Langkahnya semakin cepat ketika suara istrinya terdengar dari dalam rumah. "Mas! Tolong!" Darah Arkana berdesir. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari menaiki tangga menuju kamar mereka. "Zaina?! Kamu di mana?!" suaranya lantang, penuh kepanikan. Dari balik salah satu kamar, suara tangisan dan jeritan Zaina semakin jelas. Arkana mencoba membuka pintu, tapi terkunci dari dalam. Tanpa berpikir dua kali, ia mendobraknya dengan seluruh kekuatan yang dimiliki. Pintu terbanting terbuka, dan apa yang dilihatnya membuat darahnya mendidih. Di dalam kamar yang berantakan, seorang pria paruh baya menindih tubuh Zaina di atas tempat tidur. Tangannya mencengkeram erat pergelangan tangan perempuan itu, seme
last updateLast Updated : 2025-03-30
Read more

Bab 48

"Tapi Zaina nggak apa-apa kan, Mas?" tanyanya dengan nada khawatir. Arkana mengangguk pelan. "Alhamdulillah, Abi. kalau aku nggak cepat pulang kemarin, mungkin keadaannya bakal lebih buruk." Matanya kembali menatap wajah Zaina yang pucat. Sesak kembali menghantam dadanya. Namun, di seberang telepon, ekspresi Umi Khadijah berubah tegas. "Surya itu, dia sudah keterlaluan! Abi nggak akan pernah memaafkannya!" Arkana terdiam. Ia mengerti kemarahan itu, karena ia pun merasakan hal yang sama. "Abi sama Umi mau segera ke Bandung, Mas. Umi mu nggak bisa tenang kalau belum lihat Zaina dengan mata kepala sendiri," lanjutnya. "Besok Umi bisa langsung ke Bandung. Aku juga tetap di sini menemani Zaina," jawab Arkana. Ghifari menghela napas. "Ya sudah, kalau gitu Umi tutup dulu telponnya. Jagain Zaina baik-baik, Nak." "Iya, Abi." Panggilan pun berakhir. Arkana kembali menatap istrinya, menggenggam tangannya lebih erat. **** Sementara itu, di Surabaya, Ghifari baru saja sel
last updateLast Updated : 2025-03-31
Read more

Bab 49

Setelah empat hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Zaina diperbolehkan pulang. Sejak kemarin, Khadijah memilih menginap di rumah sakit demi menjaga anak dan menantunya, memastikan Zaina mendapatkan perawatan terbaik. Arkana dengan penuh perhatian menuntun Zaina menuju ranjang mereka, menggenggam tangannya seakan takut jika istrinya kehilangan keseimbangan. Padahal, jika dipikirkan, Zaina masih bisa berjalan seperti biasa. Hanya saja, Arkana terlalu protektif, terlalu takut jika sesuatu yang buruk terjadi lagi. "Hati-hati, Sayang." ujarnya lembut saat Zaina telah duduk di tepi ranjang. Zaina menatap suaminya dengan tatapan geli. "Mas, aku bisa sendiri kok." Arkana tidak menjawab. Ia hanya diam, tetap menatap Zaina dengan ekspresi yang sulit dijelaskan ada ketakutan, ada kekhawatiran, ada juga rasa bersalah yang mendalam. Zaina mendesah pelan, lalu bertanya, "Umi di mana, Mas?" "Tadi umi ke belakang, mau cuci baju kotor kamu," jawab Arkana santai sambil mulai mengeluarkan b
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

Bab 50

Di teras rumah yang masih diselimuti udara pagi, Zaina berdiri dengan tatapan penuh perhatian, mengiringi kepergian suaminya. Arkana tengah bersiap untuk berangkat bekerja. "Hati-hati di jalan ya, Mas," ujar Zaina lembut. Arkana menoleh dan tersenyum sebelum Zaina mencium punggung tangannya dengan penuh hormat. Begitu Zaina selesai, gantian Arkana yang mencium tangan istrinya berkali-kali, seakan tak ingin melepaskannya begitu saja. Sebagai penutup, ia mengecup lembut kepala Zaina yang berbalut hijab. "Kamu juga hati-hati di rumah, ya. Kalau merasa nggak enak badan, jangan dulu sentuh pekerjaan rumah," pesan Arkana. Zaina terkekeh kecil. "Aku sudah sehat banget, kok, Mas. Lagipula, nggak enak juga kalau terus bergantung sama Umi." Arkana mengangkat alisnya. "Ingat, ya. Bukan cuma Umi yang ngerjain pekerjaan rumah, suami kamu ini juga ikut turun tangan, loh," ujarnya menegaskan. Zaina tersenyum, mengangguk. "Iya, iya, Mas. Sekarang berangkat, nanti malah keburu siang." Arkana me
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more
PREV
1234567
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status