Semua Bab MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN: Bab 51 - Bab 60

65 Bab

Bab 51

Arkana memperhatikan gerak-gerik istrinya dengan seksama. Sejak kehadiran Syifa di rumah, Zaina berubah. Ia lebih banyak diam dan menjaga jarak. Biasanya, Zaina selalu duduk di samping Arkana saat makan malam, namun malam ini ia memilih duduk di seberang meja. Di sisi Arkana kini duduk Syifa, dengan senyum tak lepas dari wajahnya. "Gimana, Umi? Enak, kan, nasi goreng buatan Syifa?" tanya Syifa ceria sambil menyuapkan sendok ke mulutnya. Khadijah mengangguk sambil tersenyum. "Enak banget. Bumbunya pas, Syifa memang jago masak." Di sisi lain, Arkana hanya makan nasi putih dan ayam goreng buatan Zaina. Namun tanpa diminta, Syifa menggantikan makanannya dengan sepiring nasi goreng kecap lengkap dengan ayam suwir, telur, kacang polong, dan sawi. "Makan ini aja, Mas. Kalau cuma nasi putih sama ayam, kurang gizi," ucapnya sambil tertawa kecil, namun ucapannya terdengar seperti sindiran. Zaina hanya melirik sekilas, bola matanya bergerak tanpa ekspresi. Ia tidak mengatakan apa pun
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

Bab 52

Kalimat Zaina terputus ketika bibir Arkana mengecupnya cepat. Zaina membelalak, kaget, pipinya langsung memerah. Arkana hanya tersenyum lalu berbisik di dekat telinganya. "Sudah aku bilang, yang aku cintai cuma satu—istriku, Zaina Qiana Farahah." Kali ini, ciumannya tidak lagi singkat. Arkana mencium Zaina dengan lembut, penuh rasa. Zaina sempat tertegun, namun perlahan mulai membalas dengan perasaan yang sama. Mereka tenggelam dalam keheningan malam, hanya suara napas yang tersisa. Beberapa menit berlalu, Arkana menyentuh pipi Zaina dengan jemari lembutnya. "Sayang, kalau malam ini aku ingin kamu… kamu nggak masalah?" tanyanya pelan, penuh rasa hormat dan kasih. Zaina menunduk malu, lalu mengangguk kecil. Senyum Arkana mengembang. Ia bangkit, lalu mengangkat Zaina dalam pelukannya, menggendong nya ala bridal style seolah membawa harta paling berharga dalam hidupnya. "Aku gak pandai ngomong manis, tapi satu yang pasti aku cinta kamu, dan itu nggak akan berubah," bisiknya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-07
Baca selengkapnya

Bab 53

Setelah salat Maghrib berjamaah, Zaina duduk tenang di sisi ranjang, matanya tak henti memandangi sosok suaminya yang sedang khusyuk membaca Al-Qur’an. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya malam itu ada rasa hangat yang tak bisa dijelaskan. Arkana, yang menyadari tatapan Zaina sejak tadi, menghentikan bacaannya dan menoleh pelan. “Ih, kamu kenapa senyum-senyum terus gitu?” tanyanya heran sambil menutup mushaf. Zaina menggeleng, senyumnya makin mengembang. “Aku punya hadiah kecil buat kamu, Mas.” Arkana mengangkat alis, penasaran. “Apa tuh?” Zaina tak langsung menjawab. Ia menyibakkan mukenahnya, berdiri, lalu mengambil sebuah kotak kecil berwarna biru dari atas lemari. Arkana hanya diam, memperhatikan gerak-gerik istrinya dengan penuh rasa ingin tahu. Begitu duduk kembali di ranjang, Zaina menatapnya sambil menggoyang-goyangkan kotak itu. “Tebak ini apa?” katanya menggoda. Arkana menyipitkan mata, mencoba menebak. “Hmm, dari bentuknya sih jam tangan ya?” Zaina menggele
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Bab 54

Pagi itu, udara terasa segar dan langit tampak cerah. Zaina duduk di kursi penumpang, tangannya menggenggam tangan Arkana erat. Wajahnya sedikit tegang, tapi senyumnya tetap terukir. Hari ini, mereka akan memeriksakan kandungan untuk pertama kalinya setelah dua garis merah di test pack itu muncul. “Deg-degan nggak?” tanya Arkana sambil melirik istrinya sejenak, sebelum kembali fokus pada jalanan. “Deg-degan banget,” Zaina mengangguk pelan. “Kamu?” “Lebih. Rasanya kayak mau ketemu seseorang yang belum pernah kita lihat, tapi udah kita sayang dari awal,” gumam Arkana pelan, membuat Zaina menoleh dan tersenyum kecil. Sesampainya di rumah sakit, mereka disambut oleh resepsionis dan diarahkan menuju ruang pemeriksaan kandungan. Setelah menunggu beberapa saat, nama Zaina dipanggil. Arkana menggenggam tangannya, menguatkan. “Assalamualaikum, silakan duduk, Bu Zaina,” sapa dokter wanita dengan ramah, mengenakan kerudung biru muda dan senyum yang hangat. “Bapak juga boleh ikut dudu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Bab 55

Sore itu, langit mendung menggantung rendah di atas kota. Syifa berdiri di depan rumah minimalis bernuansa abu milik sahabatnya, Sendy. Setelah sempat mengabaikan banyak pesan dari Sendy, akhirnya ia memutuskan datang. Ia pikir, mungkin sudah saatnya membicarakan semuanya dan menyudahi keterlibatannya dalam hal-hal buruk yang selama ini menghantui pikirannya. Pintu dibuka. Sendy muncul dengan wajah sumringah, “Akhirnya datang juga! Sini masuk dulu.” Syifa masuk pelan-pelan, duduk di sofa ruang tamu yang harum oleh diffuser lavender. Namun suasana hatinya tidak searoma itu dadanya tetap sesak dengan rasa bersalah yang belum selesai. “Gimana?” tanya Sendy sambil menyodorkan segelas es teh manis. “Mukamu kusut amat.” Syifa menarik napas panjang, “Aku cuma pengen cerita dan ngelepas semuanya, Send.” Sendy menaikkan alis, menatap sahabatnya dengan rasa penasaran. “Zaina hamil,” ucap Syifa lirih. “Udah dua minggu.” Sendy terdiam sejenak, lalu tertawa kecil, “Terus kenapa? Kamu makin
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Bab 56

Restoran itu cukup tenang sore itu. Ditemani alunan musik instrumental yang lembut, Syifa duduk sambil menunggu Zaina datang. Tangannya gelisah, memainkan ujung serbet di meja, matanya menatap gelas kosong di depannya. Tak lama kemudian, Zaina datang dengan senyum hangat. Ia mengenakan blouse sederhana berwarna peach dan jilbab krem yang membuat wajahnya tampak teduh. “Hai, maaf ya nunggu lama?” sapa Zaina lembut sambil duduk. “Enggak kok aku yang makasih banget kamu udah mau datang,” jawab Syifa tulus. Ada ketulusan yang keluar dari sorot matanya. Mereka mulai memesan makanan, lalu obrolan pun mengalir. Tentang kabar masing-masing, pekerjaan, dan sesekali tawa kecil di antara mereka. “Sebenarnya aku ajak kamu ke sini buat minta maaf. Dari lubuk hati aku, aku benar-benar nyesel,” ujar Syifa akhirnya, sambil menunduk. Zaina memandangnya dalam diam, sebelum akhirnya tersenyum. “Syifa, aku tahu itu gak mudah buat kamu. Tapi kamu mau minta maaf aja aku udah seneng banget. Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 57

“Usia kehamilan sudah memasuki trimester kedua. Artinya, Ibu akan mulai lebih sering merasa pergerakan janin ya. Dan mulai saat ini, konsumsi gizi makin harus dijaga. Oh ya, Bapak, kalau bisa Ibu diajak jalan pagi tiap hari, ya.” Arkana mengangguk mantap. “Siap, Bu. Nanti saya yang ngingetin.” Bu Hesti kemudian tersenyum tipis, lalu seperti teringat sesuatu, ia bertanya halus, “Ngomong-ngomong, selama hamil masih berhubungan suami istri kan ya, Bu Zaina?” Zaina langsung salah tingkah, pipinya memerah. Arkana pun tersedak pelan dan pura-pura batuk. “H-hehe iya, Bu,” jawab Zaina lirih. Bu Hesti tertawa kecil. “Tenang, itu wajar kok. Selama tidak ada keluhan seperti kontraksi, perdarahan, atau keluhan nyeri setelahnya, itu tidak masalah. Tapi tetap ya, semua harus atas kenyamanan ibu. Jangan dipaksa.” Zaina dan Arkana hanya saling lirik dengan canggung. Lalu keluar dari ruangan sambil menahan senyum malu. Di parkiran mobil, Zaina duduk dulu sebelum masuk ke dalam. Ia menata
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 58

Suara jarum jam berdetak pelan dan desau angin luar jendela yang menemani. Zaina mendadak bangun, matanya terbuka lebar, napasnya ngos-ngosan seolah baru lari jauh. Tangannya refleks memegangi perutnya yang mulai membulat. Hatinya sesak. Matanya berkaca. Arkana yang tidur di sebelahnya pelan-pelan membuka mata, merasa ada yang aneh. Ia menoleh, melihat istrinya duduk di ranjang sambil menunduk. “Sayang,” suaranya parau dan lembut, “kenapa?” Zaina tidak langsung menjawab. Bibirnya bergetar, jari-jarinya mengusap lembut perutnya yang hangat. Ia tahu Arkana pasti khawatir, tapi untuk beberapa detik, ia hanya diam. “Zaina,” ulang Arkana, kini duduk tegak dan meraih bahu Zaina pelan. “Kenapa? Kamu mimpi buruk?” Zaina mengangguk pelan. “Tapi aku gak mau kamu nanya-nanya tentang itu,” katanya lirih, nyaris seperti bisikan. “Aku takut, makin kepikiran.” Arkana menatapnya penuh tanya, tapi memilih diam. Ia tahu kapan harus mendesak dan kapan harus memberi ruang. Beberapa detik he
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 59

Zaina duduk di lantai ruang tamu, mengenakan daster longgar warna biru muda serta kerudung instan. Di pangkuannya, Zaina menguncir rambut Rara putri kecil Indah. Gadis kecil itu anteng sedang asyik memainkan boneka kecilnya. Tangannya yang mungil sesekali menarik mainan yang lain, sehingga membuat Zaina mendengus. karena Rara yang tiba-tiba bergerak membuat kunciran itu tidak rapih “Raraaa, pelan dong,” keluh Zaina sambil membenahi rambut Rara yang mulai berantakan. Indah muncul dari dapur membawa dua gelas teh hangat. Ia duduk di sebelah Zaina sambil mengamati tingkah putrinya yang semakin lengket sejak Zaina datang. "Gimana agak susah kan?" Tanya Indah. Zaina meringis, "Dikit mbak, tapi tadi Rara anteng kok. iya kan Ra?" Rara mengangguk seolah mengerti, masih dipangkuan Zaina. “Kayaknya Rara milih tantenya daripada mamanya sendiri deh,” celetuk Indah sambil menyodorkan teh. “Kalau Rara rambutnya aku kuncir selalu gak mau, Za.” Zaina tertawa kecil, menerima teh itu. “An
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Bab 60

Hujan baru saja reda ketika mobil Arkana berhenti di depan rumah mereka. Udara malam terasa lembab, membawa bau tanah basah yang menyegarkan. Zaina turun lebih dulu, dibantu Arkana yang langsung membukakan pintu mobil. Ia menggandeng tangan istrinya masuk rumah, penuh hati-hati seperti membawa kaca yang mudah pecah. Zaina langsung menuju kamar dan mengganti bajunya dengan piyama bermotif bunga kecil, sementara Arkana menunaikan salat Isya’ sendirian. Suara lembut lantunannya mengisi ruangan, membuat hati Zaina yang sedang duduk di pinggir ranjang ikut tenang. Selesai mengucap salam, Arkana melipat sajadahnya, lalu mendekat ke ranjang. Ia tidak langsung naik, melainkan duduk bersila di lantai, menempelkan telinganya ke perut Zaina dengan senyum penuh harap. “Assalamu’alaikum, dedek,” bisiknya pelan, lalu mencium perut Zaina yang kini makin membuncit. “Malam ini, Abi mau cerita ya.” Zaina tertawa kecil, mengusap rambut Arkana yang menempel di perutnya. “Cerita apa, Abi?” Ark
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status