Semua Bab MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN: Bab 21 - Bab 30

65 Bab

Bab 21

Pagi ini, Zaina dan Arkana sudah siap untuk berangkat ke Bandung. Sebelum pergi, Zaina menyempatkan diri untuk berpamitan dengan teman-temannya di dapur pesantren. "Udah siap, Za?" suara Arkana terdengar dari pintu kamar. Pria itu mengenakan kemeja rapi dipadukan dengan sarung. Zaina menoleh, mengangguk, lalu menutup kopernya. Arkana dengan sigap membantunya membawa koper ke luar. Di ruang makan, Khadijah sedang duduk sambil menyeruput teh hangat. Saat melihat keduanya, ia langsung bertanya, "Udah siap?" "Iya, Umi. Kami terbang pukul sembilan," jawab Arkana. "Hati-hati ya, Nak. Kalian diantar Pak Harto, kan?" tanya Khadijah, memastikan. Zaina mengangguk, sementara Arkana sudah keluar lebih dulu untuk memasukkan koper ke bagasi mobil. Zaina dan Khadijah berjalan beriringan menuju halaman. Sepanjang jalan, Khadijah menggenggam tangan menantunya erat, seolah ingin menyampaikan banyak hal tanpa kata-kata. "Umi, kita pamit ya. Umi jaga diri baik-baik," ujar Zaina lembut.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-03
Baca selengkapnya

Bab 22

"Terserah," jawab Arkana dengan nada lembut, membuat Zaina menoleh dan mengerutkan dahi. "Mas ini, semuanya terserah," gumamnya pelan sambil akhirnya memilihkan produk untuk suaminya. Setelah merasa semua belanjaan sudah lengkap, mereka berjalan menuju kasir. Namun, saat melewati bagian buah-buahan, Zaina tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Mas!" serunya spontan, membuat Arkana sedikit kaget. "Kenapa?" tanya Arkana heran. "Untung aja aku ingat, kita belum beli buah," ujar Zaina. "Gapapa kan, Mas?" Arkana menoleh ke bagian buah-buahan dan mengangguk. "Gapapa, kamu mau buah apa?" tanyanya. "Mangga, kayaknya enak sih, Mas." Zaina menatap tumpukan mangga berwarna kuning kemerahan yang tampak segar dan menggoda. "Apel juga mau, jeruk juga, anggur juga... Eh, gapapa kan, Mas?" tanya Zaina sedikit ragu, takut belanjaannya terlalu banyak. Arkana hanya tersenyum melihat ekspresi istrinya. "Gapapa, Za. Pilih aja sesukamu." Mendengar itu, Zaina tersenyum girang dan mulai m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-04
Baca selengkapnya

Bab 23

Sinta mengangkat alis, menunggu lanjutan kalimatnya. "...dari gula," lanjut Athar cepat sebelum yang lain sempat menggoda. Zora dan Nindi langsung mendesah kecewa. "Ih, kirain mau gombal!" Abid hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Athar gombal? Kayaknya dunia belum siap buat itu," celetuknya. Sinta mendengus kecil lalu mengambil satu potong mangga dan menggigitnya dengan puas. Tiba-tiba Athar menoleh ke arah Sinta. "Eh, kamu anak mana sih?" tanyanya santai. Sinta refleks menoleh, sedikit heran dengan pertanyaan mendadak itu. "Jombang, Gus," jawabnya sambil tetap melahap mangganya. Athar mengangguk-angguk pelan, tampak berpikir sejenak. "Kita gak ditanya, Gus?" protes Nindi berharap mendapatkan perhatian yang sama. Athar melirik sekilas. "Surabaya, kan?" tanyanya dengan wajah datar. Nindi menghela napas panjang, lalu menepuk dahinya sendiri. "Yaelah, Thar. Udah gak seru," gumamnya. Zora yang sejak tadi memperhatikan interaksi mereka tiba-tiba menyeringai. "Kayaknya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-06
Baca selengkapnya

Bab 24

Arkana menyandarkan tubuhnya. "Kos yang gue kelola selama ini gak jalan sebagus villa. Gue mikir, daripada terus bertahan dengan kos yang sepi peminat, kenapa gak kita ubah jadi villa baru?" Adam tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Itu bisa jadi ide bagus, sih. Tapi lo yakin bisa bersaing sama villa lain? udah banyak Villa ternama disini, termasuk Aruna Hills ini, tapi kalau lo bikin villa baru, lo harus bangun branding dari awal." Arkana mengangguk. "Makanya gue mau bikin konsep yang beda. Sesuatu yang unik, yang gak cuma tempat nginep, tapi juga experience." Adam terkekeh. "Lo kayaknya udah mikirin ini matang-matang, ya?" "Gue gak mau ambil risiko kalau gak yakin," ujar Arkana. "Makanya gue tanya lo, menurut lo ide ini worth it atau enggak?" Adam menyandarkan punggungnya, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Kalau ada konsep kuat, promosi jalan, dan marketnya jelas, gue rasa bisa sukses. Tapi lo butuh strategi yang lebih dari sekadar ubah kos jadi villa." Arkana
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-06
Baca selengkapnya

Bab 25

Arkana yang mendengar segera berlari ke dapur dengan wajah panik. "Kenapa, Za?" tanyanya cemas, langsung meraih tangan Zaina untuk memastikan lukanya. Namun, Zaina buru-buru menepis tangannya dan segera membasuh luka itu dengan air. "Kamu gak papa?" suara Arkana terdengar lembut, penuh kekhawatiran. Zaina tak menjawab. Sayatan ini memang kecil, tapi rasa perihnya seakan menusuk lebih dalam dari sekadar luka fisik. Gadis itu hanya diam, berjalan ke meja makan lalu duduk dengan tatapan kosong. Arkana pun mengikuti, tanpa suara, sebelum akhirnya mengambil segelas air dan menyodorkannya pada Zaina. "Minum dulu," ujarnya pelan. Zaina menerima gelas itu dan meneguknya tanpa banyak kata. "Aku ambilkan plester, ya?" tawar Arkana. "Tidak usah, Mas. Ini hanya luka kecil." Zaina menolak dengan suara yang nyaris datar. Ia kembali bangkit dan berjalan ke dapur, melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Arkana menghela napas, tapi tetap mengikuti Zaina. "Biar aku aja yang mas
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-07
Baca selengkapnya

Bab 26

"Kenapa? Kok kayak lagi ada masalah besar gitu?" ujar Adam begitu masuk ke ruangan Arkana. Arkana yang sempat tersentak langsung berpura-pura sibuk, memainkan pulpen di tangannya seolah sedang berpikir keras tentang pekerjaannya. "Cerita, bro. Kalau ada masalah," lanjut Adam sambil menjatuhkan tubuhnya ke kursi di depan meja Arkana. Ia memutar-mutar kursinya dengan santai, menatap sahabatnya yang tampak lebih pendiam dari biasanya. Arkana menghela napas sebelum akhirnya bertanya, "Indah pernah ngejauhin lo tiba-tiba gak?" Adam mengernyit, berpikir sejenak. "Selama ini sih nggak pernah," jawabnya, lalu menyandarkan punggungnya. "Tapi kalau lagi ngambek sih iya." Arkana mengetukkan pulpennya ke meja, lalu menatap Adam dengan serius. "Cewek biasanya ngambek gara-gara apa sih?" Adam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mencoba mengingat pengalaman pribadinya. "Cemburu. Atau nggak, karena gue kurang peka." Arkana mengangguk pelan. Adam memperhatikan ekspresi sahabatnya la
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-09
Baca selengkapnya

Bab 27

Zaina menatapnya skeptis. "Rara pasti nangis kalau sama kamu, Mas," ucapnya penuh keyakinan. Arkana menoleh ke Rara. "Iya, Ra?" tanyanya mencoba menantang. Seakan mengerti, bayi mungil itu langsung mengangguk. Zaina tertawa kecil, "Lucu banget ya, Mas, Rara ini." Arkana tersenyum, "Kalau kamu suka anak kecil, gimana kalau kita bikin satu sendiri?" tanyanya santai, menatap Zaina dengan ekspresi penuh arti. Mendengar ucapan Arkana, pipi Zaina sempat memerah karena canggung. Namun, ia buru-buru menormalkan ekspresinya. "Udah ah, jangan ngomong yang aneh-aneh," ucapnya, lalu melangkah lebih cepat. Di dalam hatinya, Zaina mencoba meyakinkan diri. "Arkana sudah punya perasaan sama perempuan lain sebelum aku. Kata-katanya tadi pasti cuma kebetulan." Namun, langkahnya terhenti saat suara Arkana kembali terdengar. "Aneh apanya? Kita ini suami istri, kan? Kamu nggak mau melahirkan anak untuk saya?" tanyanya, terdengar santai namun penuh makna. Zaina langsung berbalik, menatap A
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-09
Baca selengkapnya

Bab 28

Malam itu, Zaina duduk di samping Arkana, menemani suaminya menonton pertandingan bola dengan camilan di tangan. Tapi pikirannya melayang, bukan pada permainan di layar, melainkan pada pria di sampingnya. Ada secuil rasa bersalah di hatinya. Ia tahu, Arkana bukan pria yang dengan mudah melupakan seseorang yang pernah ia cintai. Namun, pria itu tetap memilihnya, berusaha mencintainya, meski hatinya pernah ditinggali orang lain. Zaina tanpa sadar terus menatap Arkana, mengamati wajahnya yang fokus ke layar. Ketika Arkana tiba-tiba menoleh, mata mereka bertemu. "Kenapa, Za?" tanyanya, nada suaranya lembut. Zaina buru-buru memalingkan wajah, merasa ketahuan. Arkana tersenyum kecil melihat tingkah istrinya. Tanpa berkata-kata, ia meraih tangan Zaina, menggenggamnya erat sebelum mendaratkan kecupan lembut di punggung tangannya. "Kamu mau kan belajar mencintai saya?" Zaina terdiam. Satu detik. Dua detik. Lalu ia mengangguk pelan. "Maaf ya, Mas, untuk sikap Zaina kemarin-kem
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-11
Baca selengkapnya

Bab 29

Pagi itu, aroma kuah soto Lamongan yang gurih memenuhi seluruh ruangan. Zaina berdiri di dapur dengan apron yang melingkar di tubuhnya, sibuk meracik bumbu terakhir sebelum menuangkannya ke dalam mangkuk. Ia tersenyum kecil, merasa puas dengan hasil masakannya hari ini. Arkana yang baru selesai mandi berjalan menuju meja makan dengan rambut masih sedikit basah. Ia duduk dan mengamati punggung istrinya yang tengah sibuk menata makanan di meja. “Wangi banget,” ujar Arkana sambil menarik kursi. “Kamu masak soto Lamongan?” Zaina menoleh sebentar dan mengangguk. “Iya, tadi kepikiran buat masak ini.” Arkana menatap mangkuk soto di hadapannya dengan penuh selera. Ia mengambil sendok dan meniup kuah yang masih panas sebelum mencicipinya. Seketika, matanya melebar. “Ya Allah, enak banget, Za.” Zaina menatapnya dengan sedikit ragu. “Beneran?” Arkana mengangguk mantap. “Serius, ini lebih enak dari warung langganan saya.” Zaina tersenyum kecil sambil menuangkan teh hangat ke gelas.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-13
Baca selengkapnya

Bab 30

Setelah mengobrol cukup lama di restoran, Syifa tiba-tiba mengajak Arkana berjalan-jalan di sekitar Braga. "Mas Arka, kita jalan sebentar, yuk? Udah lama aku nggak main ke sini," ucapnya dengan senyum manja. Arkana sempat ragu. "Syifa, aku...." ia ingin menolak, takut jika Zaina tahu, hatinya akan terluka. Tapi sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Syifa sudah menarik pergelangan tangannya dengan lembut. "Ayolah, Kak. Lagian cuma jalan sebentar, nggak ada salahnya, kan?" Arkana menghela napas, masih menimbang-nimbang. Namun, melihat ekspresi berharap di wajah Syifa, ia akhirnya menyerah. "Baiklah, tapi sebentar aja, ya," ujarnya. Mereka berjalan berdampingan di sepanjang trotoar Braga, di antara bangunan-bangunan tua yang penuh dengan lampu-lampu kuning temaram. Arkana menjaga jarak, tidak ingin terlalu dekat, sementara Syifa berjalan dengan langkah riang di sisinya. "Bandung masih seindah dulu, ya," gumam Syifa sambil menatap sekitar. "Aku kangen suasana kayak gini."
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status