Share

Bab 46

Penulis: Narra Azahra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-30 12:55:08

Setelah malam yang indah bagi mereka, hubungan Arkana dan Zaina terasa semakin erat. Tidak ada lagi rasa canggung, hanya kenyamanan yang semakin kuat di antara mereka. Namun, siang ini mereka harus kembali ke Surabaya.

Sebelum menuju bandara, Zaina mengajak Arkana mampir ke sebuah kafe milik Faris, teman lamanya. Arkana awalnya setuju, meski sebenarnya ia lebih memilih langsung ke bandara.

Begitu mereka duduk, Zaina langsung menikmati kopinya. Matanya berbinar.

"Masya Allah, kopinya enak banget! Ada aroma khas yang beda dari yang lain."

Faris tersenyum bangga.

"Nah, itu karena biji kopi yang aku pakai kualitasnya pilihan. Proses roasting-nya juga aku perhatiin banget. Ditambah lagi, teknik penyeduhannya beda dari yang lain."

Zaina terlihat begitu tertarik, bertanya ini itu tentang kopi. Arkana hanya diam, matanya memperhatikan setiap ekspresi istrinya. Ada sedikit rasa tak nyaman di dadanya, apalagi saat melihat Zaina begitu menikmati percakapannya dengan Faris.

Arkana m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 47

    Arkana baru saja memarkirkan mobilnya di garasi ketika melihat pintu rumahnya terbuka. Keningnya berkerut. Ada yang tidak beres. Beberapa barang terlihat jatuh dari tempatnya, menambah firasat buruk yang mulai merayapi pikirannya. "Zaina?" panggilnya, namun tak ada jawaban. Langkahnya semakin cepat ketika suara istrinya terdengar dari dalam rumah. "Mas! Tolong!" Darah Arkana berdesir. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari menaiki tangga menuju kamar mereka. "Zaina?! Kamu di mana?!" suaranya lantang, penuh kepanikan. Dari balik salah satu kamar, suara tangisan dan jeritan Zaina semakin jelas. Arkana mencoba membuka pintu, tapi terkunci dari dalam. Tanpa berpikir dua kali, ia mendobraknya dengan seluruh kekuatan yang dimiliki. Pintu terbanting terbuka, dan apa yang dilihatnya membuat darahnya mendidih. Di dalam kamar yang berantakan, seorang pria paruh baya menindih tubuh Zaina di atas tempat tidur. Tangannya mencengkeram erat pergelangan tangan perempuan itu, seme

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 48

    "Tapi Zaina nggak apa-apa kan, Mas?" tanyanya dengan nada khawatir. Arkana mengangguk pelan. "Alhamdulillah, Abi. kalau aku nggak cepat pulang kemarin, mungkin keadaannya bakal lebih buruk." Matanya kembali menatap wajah Zaina yang pucat. Sesak kembali menghantam dadanya. Namun, di seberang telepon, ekspresi Umi Khadijah berubah tegas. "Surya itu, dia sudah keterlaluan! Abi nggak akan pernah memaafkannya!" Arkana terdiam. Ia mengerti kemarahan itu, karena ia pun merasakan hal yang sama. "Abi sama Umi mau segera ke Bandung, Mas. Umi mu nggak bisa tenang kalau belum lihat Zaina dengan mata kepala sendiri," lanjutnya. "Besok Umi bisa langsung ke Bandung. Aku juga tetap di sini menemani Zaina," jawab Arkana. Ghifari menghela napas. "Ya sudah, kalau gitu Umi tutup dulu telponnya. Jagain Zaina baik-baik, Nak." "Iya, Abi." Panggilan pun berakhir. Arkana kembali menatap istrinya, menggenggam tangannya lebih erat. **** Sementara itu, di Surabaya, Ghifari baru saja sel

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-31
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 49

    Setelah empat hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Zaina diperbolehkan pulang. Sejak kemarin, Khadijah memilih menginap di rumah sakit demi menjaga anak dan menantunya, memastikan Zaina mendapatkan perawatan terbaik. Arkana dengan penuh perhatian menuntun Zaina menuju ranjang mereka, menggenggam tangannya seakan takut jika istrinya kehilangan keseimbangan. Padahal, jika dipikirkan, Zaina masih bisa berjalan seperti biasa. Hanya saja, Arkana terlalu protektif, terlalu takut jika sesuatu yang buruk terjadi lagi. "Hati-hati, Sayang." ujarnya lembut saat Zaina telah duduk di tepi ranjang. Zaina menatap suaminya dengan tatapan geli. "Mas, aku bisa sendiri kok." Arkana tidak menjawab. Ia hanya diam, tetap menatap Zaina dengan ekspresi yang sulit dijelaskan ada ketakutan, ada kekhawatiran, ada juga rasa bersalah yang mendalam. Zaina mendesah pelan, lalu bertanya, "Umi di mana, Mas?" "Tadi umi ke belakang, mau cuci baju kotor kamu," jawab Arkana santai sambil mulai mengeluarkan b

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-01
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 50

    Di teras rumah yang masih diselimuti udara pagi, Zaina berdiri dengan tatapan penuh perhatian, mengiringi kepergian suaminya. Arkana tengah bersiap untuk berangkat bekerja. "Hati-hati di jalan ya, Mas," ujar Zaina lembut. Arkana menoleh dan tersenyum sebelum Zaina mencium punggung tangannya dengan penuh hormat. Begitu Zaina selesai, gantian Arkana yang mencium tangan istrinya berkali-kali, seakan tak ingin melepaskannya begitu saja. Sebagai penutup, ia mengecup lembut kepala Zaina yang berbalut hijab. "Kamu juga hati-hati di rumah, ya. Kalau merasa nggak enak badan, jangan dulu sentuh pekerjaan rumah," pesan Arkana. Zaina terkekeh kecil. "Aku sudah sehat banget, kok, Mas. Lagipula, nggak enak juga kalau terus bergantung sama Umi." Arkana mengangkat alisnya. "Ingat, ya. Bukan cuma Umi yang ngerjain pekerjaan rumah, suami kamu ini juga ikut turun tangan, loh," ujarnya menegaskan. Zaina tersenyum, mengangguk. "Iya, iya, Mas. Sekarang berangkat, nanti malah keburu siang." Arkana me

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-03
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 51

    Arkana memperhatikan gerak-gerik istrinya dengan seksama. Sejak kehadiran Syifa di rumah, Zaina berubah. Ia lebih banyak diam dan menjaga jarak. Biasanya, Zaina selalu duduk di samping Arkana saat makan malam, namun malam ini ia memilih duduk di seberang meja. Di sisi Arkana kini duduk Syifa, dengan senyum tak lepas dari wajahnya. "Gimana, Umi? Enak, kan, nasi goreng buatan Syifa?" tanya Syifa ceria sambil menyuapkan sendok ke mulutnya. Khadijah mengangguk sambil tersenyum. "Enak banget. Bumbunya pas, Syifa memang jago masak." Di sisi lain, Arkana hanya makan nasi putih dan ayam goreng buatan Zaina. Namun tanpa diminta, Syifa menggantikan makanannya dengan sepiring nasi goreng kecap lengkap dengan ayam suwir, telur, kacang polong, dan sawi. "Makan ini aja, Mas. Kalau cuma nasi putih sama ayam, kurang gizi," ucapnya sambil tertawa kecil, namun ucapannya terdengar seperti sindiran. Zaina hanya melirik sekilas, bola matanya bergerak tanpa ekspresi. Ia tidak mengatakan apa pun

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 52

    Kalimat Zaina terputus ketika bibir Arkana mengecupnya cepat. Zaina membelalak, kaget, pipinya langsung memerah. Arkana hanya tersenyum lalu berbisik di dekat telinganya. "Sudah aku bilang, yang aku cintai cuma satu—istriku, Zaina Qiana Farahah." Kali ini, ciumannya tidak lagi singkat. Arkana mencium Zaina dengan lembut, penuh rasa. Zaina sempat tertegun, namun perlahan mulai membalas dengan perasaan yang sama. Mereka tenggelam dalam keheningan malam, hanya suara napas yang tersisa. Beberapa menit berlalu, Arkana menyentuh pipi Zaina dengan jemari lembutnya. "Sayang, kalau malam ini aku ingin kamu… kamu nggak masalah?" tanyanya pelan, penuh rasa hormat dan kasih. Zaina menunduk malu, lalu mengangguk kecil. Senyum Arkana mengembang. Ia bangkit, lalu mengangkat Zaina dalam pelukannya, menggendong nya ala bridal style seolah membawa harta paling berharga dalam hidupnya. "Aku gak pandai ngomong manis, tapi satu yang pasti aku cinta kamu, dan itu nggak akan berubah," bisiknya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 53

    Setelah salat Maghrib berjamaah, Zaina duduk tenang di sisi ranjang, matanya tak henti memandangi sosok suaminya yang sedang khusyuk membaca Al-Qur’an. Senyuman tak pernah lepas dari wajahnya malam itu ada rasa hangat yang tak bisa dijelaskan. Arkana, yang menyadari tatapan Zaina sejak tadi, menghentikan bacaannya dan menoleh pelan. “Ih, kamu kenapa senyum-senyum terus gitu?” tanyanya heran sambil menutup mushaf. Zaina menggeleng, senyumnya makin mengembang. “Aku punya hadiah kecil buat kamu, Mas.” Arkana mengangkat alis, penasaran. “Apa tuh?” Zaina tak langsung menjawab. Ia menyibakkan mukenahnya, berdiri, lalu mengambil sebuah kotak kecil berwarna biru dari atas lemari. Arkana hanya diam, memperhatikan gerak-gerik istrinya dengan penuh rasa ingin tahu. Begitu duduk kembali di ranjang, Zaina menatapnya sambil menggoyang-goyangkan kotak itu. “Tebak ini apa?” katanya menggoda. Arkana menyipitkan mata, mencoba menebak. “Hmm, dari bentuknya sih jam tangan ya?” Zaina menggele

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 54

    Pagi itu, udara terasa segar dan langit tampak cerah. Zaina duduk di kursi penumpang, tangannya menggenggam tangan Arkana erat. Wajahnya sedikit tegang, tapi senyumnya tetap terukir. Hari ini, mereka akan memeriksakan kandungan untuk pertama kalinya setelah dua garis merah di test pack itu muncul. “Deg-degan nggak?” tanya Arkana sambil melirik istrinya sejenak, sebelum kembali fokus pada jalanan. “Deg-degan banget,” Zaina mengangguk pelan. “Kamu?” “Lebih. Rasanya kayak mau ketemu seseorang yang belum pernah kita lihat, tapi udah kita sayang dari awal,” gumam Arkana pelan, membuat Zaina menoleh dan tersenyum kecil. Sesampainya di rumah sakit, mereka disambut oleh resepsionis dan diarahkan menuju ruang pemeriksaan kandungan. Setelah menunggu beberapa saat, nama Zaina dipanggil. Arkana menggenggam tangannya, menguatkan. “Assalamualaikum, silakan duduk, Bu Zaina,” sapa dokter wanita dengan ramah, mengenakan kerudung biru muda dan senyum yang hangat. “Bapak juga boleh ikut dudu

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09

Bab terbaru

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 65

    Pagi itu, suasana rumah Abah Gusti masih lengang. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan cangkir teh di meja makan. Syifa tampak mondar-mandir di dapur, mencoba bersikap tenang. Tapi sejak beberapa hari ini, wajahnya selalu terlihat cemas. Matanya sembab, dan tubuhnya pun lebih lemah dari biasanya. Abah Gusti hendak ke kamar mandi, seperti biasa, tapi langkahnya terhenti di depan tempat cucian. Matanya menangkap sesuatu—bungkusan kecil putih dengan garis merah yang masih terlihat jelas. Ia memungutnya dengan tangan gemetar. Seketika dadanya bergemuruh. “Tespek.” Gusti berdiri di tempat, napasnya memburu. Ada dentuman kuat di dadanya antara amarah dan kecewa. Ia menggenggam alat itu dengan keras lalu berjalan ke arah dapur. “Syifa!” suaranya menggelegar. Syifa yang tengah menuang teh hampir menjatuhkan cangkir. Ia menoleh cepat. “Iya, Bah?” “Apa ini?” tanya Abah Gusti dingin, menunjukkan benda yang membuat tubuh Syifa langsung lemas. Syifa terdiam. Matanya mulai

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 64

    "Halo," ucapnya pelan, nyaris berbisik, seolah takut jika suaranya terlalu keras akan membuat semuanya runtuh. Di seberang, suara Arkana terdengar rendah dan hati-hati. "Kamu belum tidur?" "Belum, akhir-akhir ini agak susah tidur," jawab Syifa, mencoba terdengar biasa. Padahal dadanya sesak, dan matanya terasa panas. "Kamu baik-baik aja?" tanya Arkana lagi, kali ini terdengar lebih lembut atau mungkin cemas. Syifa menunduk. Ada jeda yang lama sebelum ia menjawab. "Masih berusaha buat baik-baik aja." Hening menyelinap di antara mereka. Lalu suara Arkana kembali terdengar, lebih pelan. "Kamu gak cerita ke siapa-siapa, kan?" "Belum," jawab Syifa cepat, seperti refleks. Ia menarik napas panjang, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. "Kalau aku cerita sekarang... aku takut semuanya jadi makin kacau." "Syifa." Arkana seperti menahan sesuatu di ujung suaranya. "Kamu gak bisa terus begini. Kamu gak harus hadapi semua sendiri." "Itu kenapa aku hubungin kamu waktu

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 63

    Arkana baru saja pulang. Jam menunjukkan pukul sebelas malam lebih. Ia melangkah pelan masuk kamar, dan mendapati Zaina sudah berbaring di ranjang tampak tertidur. Namun, ia tak benar-benar terlelap. Dengan gerakan hati-hati, Arkana meletakkan tas kecilnya di sofa, mengganti bajunya dengan pakaian rumah, lalu mengambil wudhu. Rasa lelah tampak membekas di wajahnya, tapi ada beban lain yang lebih besar yang ia bawa malam itu. Ia naik ke atas ranjang perlahan, berusaha agar tidak mengganggu Zaina. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, lalu menggenggam ponselnya jempolnya sibuk mengetik sesuatu. Matanya fokus, seperti sedang membalas chat seseorang yang penting. Zaina, yang sedari tadi hanya memejamkan mata, kini membalikkan tubuhnya perlahan, menatap suaminya. "Belum tidur?" tanya Arkana saat menyadari gerakan Zaina. Suaranya terdengar pelan. Zaina menggeleng. Ia lalu bangun perlahan, menopang tubuhnya yang kini terasa semakin berat karena usia kandungan yang sudah

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 62

    Langkah kaki Zaina melambat ketika keluar dari area kedatangan bandara. Perutnya yang membuncit membuatnya harus berhati-hati, namun bukan itu yang membuat gerakannya terasa berat. Matanya terus menatap dua orang di depannya suaminya dan Syifa. Dari tadi, Zaina tak mendengar satu pun suara tawa keluar dari mulut mereka. Tapi anehnya, kedekatan itu justru terasa lebih dalam daripada sekadar candaan atau gurauan. Mereka seperti dua orang yang menyimpan rahasia besar, saling paham dalam diam. Dan di tengah itu, Zaina merasa seperti bayangan, ada tapi tak dianggap. “Mas…” ucapnya lirih, lebih kepada dirinya sendiri. Tangan Zaina terulur mengelus perutnya. Ia menunduk, mencoba menelan rasa perih yang mulai naik ke tenggorokan. Matanya basah, tapi ia cepat-cepat mengedip agar air mata itu tak jatuh. Tidak sekarang. Tidak di depan mereka. Setibanya di parkiran, Arkana hanya mengangguk ketika Zaina bilang ingin duduk di kursi belakang. Syifa juga tak menolak ketika duduk di sampin

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 61

    Zaina berjalan mondar-mandir di ruang tengah rumah mereka. Sesekali tangannya mengelus perut yang membuncit, mencoba menenangkan diri dengan merasakan gerakan kecil dari bayi di dalam sana. Tapi kegelisahannya tak kunjung reda. Sudah hampir dua jam sejak Arkana pamit untuk menemui Syifa, tapi hingga kini belum kembali. Ponselnya sempat beberapa kali dia cek, berharap ada pesan masuk atau panggilan. Namun tak ada. Saat mencoba menghubungi nomor suaminya, hanya suara operator yang menjawab. “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.” Zaina menghela napas panjang, duduk perlahan di sofa sambil mengusap perutnya pelan. “Mas Arkana ke mana sih, nggak biasanya sampai selama ini. Aku tahu Syifa udah minta maaf dan sadar, tapi dia masih suka sama Mas Arkana. Jangan-jangan…” Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba mengusir pikiran-pikiran buruk yang mulai menumpuk di benaknya. “Mas, kamu tuh kenapa sih nggak kabarin? Apa aku salah udah izinin kamu ketemu Syifa?” gumamnya lirih, penuh k

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 60

    Hujan baru saja reda ketika mobil Arkana berhenti di depan rumah mereka. Udara malam terasa lembab, membawa bau tanah basah yang menyegarkan. Zaina turun lebih dulu, dibantu Arkana yang langsung membukakan pintu mobil. Ia menggandeng tangan istrinya masuk rumah, penuh hati-hati seperti membawa kaca yang mudah pecah. Zaina langsung menuju kamar dan mengganti bajunya dengan piyama bermotif bunga kecil, sementara Arkana menunaikan salat Isya’ sendirian. Suara lembut lantunannya mengisi ruangan, membuat hati Zaina yang sedang duduk di pinggir ranjang ikut tenang. Selesai mengucap salam, Arkana melipat sajadahnya, lalu mendekat ke ranjang. Ia tidak langsung naik, melainkan duduk bersila di lantai, menempelkan telinganya ke perut Zaina dengan senyum penuh harap. “Assalamu’alaikum, dedek,” bisiknya pelan, lalu mencium perut Zaina yang kini makin membuncit. “Malam ini, Abi mau cerita ya.” Zaina tertawa kecil, mengusap rambut Arkana yang menempel di perutnya. “Cerita apa, Abi?” Ark

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 59

    Zaina duduk di lantai ruang tamu, mengenakan daster longgar warna biru muda serta kerudung instan. Di pangkuannya, Zaina menguncir rambut Rara putri kecil Indah. Gadis kecil itu anteng sedang asyik memainkan boneka kecilnya. Tangannya yang mungil sesekali menarik mainan yang lain, sehingga membuat Zaina mendengus. karena Rara yang tiba-tiba bergerak membuat kunciran itu tidak rapih “Raraaa, pelan dong,” keluh Zaina sambil membenahi rambut Rara yang mulai berantakan. Indah muncul dari dapur membawa dua gelas teh hangat. Ia duduk di sebelah Zaina sambil mengamati tingkah putrinya yang semakin lengket sejak Zaina datang. "Gimana agak susah kan?" Tanya Indah. Zaina meringis, "Dikit mbak, tapi tadi Rara anteng kok. iya kan Ra?" Rara mengangguk seolah mengerti, masih dipangkuan Zaina. “Kayaknya Rara milih tantenya daripada mamanya sendiri deh,” celetuk Indah sambil menyodorkan teh. “Kalau Rara rambutnya aku kuncir selalu gak mau, Za.” Zaina tertawa kecil, menerima teh itu. “An

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 58

    Suara jarum jam berdetak pelan dan desau angin luar jendela yang menemani. Zaina mendadak bangun, matanya terbuka lebar, napasnya ngos-ngosan seolah baru lari jauh. Tangannya refleks memegangi perutnya yang mulai membulat. Hatinya sesak. Matanya berkaca. Arkana yang tidur di sebelahnya pelan-pelan membuka mata, merasa ada yang aneh. Ia menoleh, melihat istrinya duduk di ranjang sambil menunduk. “Sayang,” suaranya parau dan lembut, “kenapa?” Zaina tidak langsung menjawab. Bibirnya bergetar, jari-jarinya mengusap lembut perutnya yang hangat. Ia tahu Arkana pasti khawatir, tapi untuk beberapa detik, ia hanya diam. “Zaina,” ulang Arkana, kini duduk tegak dan meraih bahu Zaina pelan. “Kenapa? Kamu mimpi buruk?” Zaina mengangguk pelan. “Tapi aku gak mau kamu nanya-nanya tentang itu,” katanya lirih, nyaris seperti bisikan. “Aku takut, makin kepikiran.” Arkana menatapnya penuh tanya, tapi memilih diam. Ia tahu kapan harus mendesak dan kapan harus memberi ruang. Beberapa detik he

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 57

    “Usia kehamilan sudah memasuki trimester kedua. Artinya, Ibu akan mulai lebih sering merasa pergerakan janin ya. Dan mulai saat ini, konsumsi gizi makin harus dijaga. Oh ya, Bapak, kalau bisa Ibu diajak jalan pagi tiap hari, ya.” Arkana mengangguk mantap. “Siap, Bu. Nanti saya yang ngingetin.” Bu Hesti kemudian tersenyum tipis, lalu seperti teringat sesuatu, ia bertanya halus, “Ngomong-ngomong, selama hamil masih berhubungan suami istri kan ya, Bu Zaina?” Zaina langsung salah tingkah, pipinya memerah. Arkana pun tersedak pelan dan pura-pura batuk. “H-hehe iya, Bu,” jawab Zaina lirih. Bu Hesti tertawa kecil. “Tenang, itu wajar kok. Selama tidak ada keluhan seperti kontraksi, perdarahan, atau keluhan nyeri setelahnya, itu tidak masalah. Tapi tetap ya, semua harus atas kenyamanan ibu. Jangan dipaksa.” Zaina dan Arkana hanya saling lirik dengan canggung. Lalu keluar dari ruangan sambil menahan senyum malu. Di parkiran mobil, Zaina duduk dulu sebelum masuk ke dalam. Ia menata

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status