Share

Bab 38

Author: Narra Azahra
last update Huling Na-update: 2025-03-19 20:54:53

"Za, kamu marah, kan?"

Arkana sejak tadi bergelendotan di pundak Zaina, mencoba menarik perhatian istrinya yang masih sibuk menyetrika baju. Namun, Zaina tetap diam, seolah tidak mendengar.

"Za, jangan diam kayak gini," bujuk Arkana lagi. "Di Bandung aku memang ketemu Syifa, tapi cuma sebentar, itu pun aku sempat nolak. Dia yang terus maksa ngajak aku jalan. Kamu tahu kan, dari kecil kami sudah dekat. Aku yakin dia cuma menganggap aku sebagai kakaknya."

Zaina akhirnya menoleh, tapi bukan karena perkataan suaminya.

"Aku nggak marah, Mas. Cuma sakit gigi aja, makanya nggak mau banyak ngomong."

Arkana memicingkan mata, jelas tidak percaya.

"Udah, kamu diam deh, kepalaku tambah pusing. Gigiku cenut-cenut lihat kamu," lanjutnya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Gigi kamu sakit? Yang mana? Ayo kita ke dokter," ujar Arkana panik.

"Udah nggak apa-apa, aku bisa tahan. Udah biasa kok, nanti juga sembuh sendiri," jawab Zaina, kembali sibuk dengan setrikanya.

"Nggak bisa git
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 39

    Zaina tersenyum kecil. "Oh, ya? Cerita apa? Semoga bukan cerita yang buruk-buruk, ya." Candanya mencoba menetralkan suasana. "Nggak, kok. Mbak Ani selalu cerita kalau Mbak Zaina itu rajin banget dan selalu dapat ranking di sekolah. Beliau suka bilang itu kalau aku lagi males belajar, biar aku termotivasi," jelas Alana. Zaina tersenyum hangat. "Terus," lanjut Alana dengan nada lebih pelan, "Mbak Ani juga pernah nunjukin fotonya Abang Faiz. Masyaallah, ganteng banget. Sayangnya, beliau udah pergi duluan..." Zaina terdiam sejenak, hatinya sedikit mencelos mendengar nama kakaknya disebut. Namun, ia tetap tersenyum, mencoba menyembunyikan kesedihannya. "Kamu suka abangku?" tanyanya menggoda. Alana nyengir, "Dikit... Soalnya kan dulu masih kecil, ya." Zaina tergelak. "Ya ampun, Alana. Terus sekarang masih suka?" tanyanya sambil tersenyum nakal. "Padahal dia udah ditanam dalam tanah, lho." Alana langsung membelalak. "Astaghfirullah, Mbak! Jangan ngomong gitu." Namun, sebelu

    Huling Na-update : 2025-03-20
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 40

    Syifa menatapnya sinis. "Maunya sih gitu, tapi kayaknya kamu lebih layak deh, soalnya kamu kan mantunya, bukan aku," ujarnya ketus. "Lagian, Umi Khadijah yang ngelarang aku buat bantu-bantu. Aku tinggal duduk diam aja." Zaina mencibir dalam hati. Jadi, ini alasan gadis itu tak pernah mengerjakan pekerjaan rumah? "Ya udah, kamu duduk aja. Tapi jangan kejar-kejar suami aku," ujar Zaina, muak. Syifa melipat tangan di dada, menatap Zaina dengan sinis. Namun, setelah mendengar ucapan Zaina tadi, ia akhirnya memilih pergi sambil mendengus kesal. Arkana menepuk bahu Zaina pelan. "Udah, Sayang." Tanpa menjawab, Zaina berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Namun, saat ia masuk ke dalam, langkah kaki di belakangnya membuatnya menoleh. "Ngapain ikut? Sana keluar!" hardiknya kesal pada Arkana. Arkana justru masuk lebih dalam, menutup pintu, lalu menyandarkan punggungnya ke sana. Ia menatap Zaina dengan ekspresi penuh godaan. "Kamu cemburu, ya?" Zaina melipat tangan di dada. "Nggak

    Huling Na-update : 2025-03-20
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 41

    Setelah acara reuni selesai, Arkana dan Zaina akhirnya bisa beristirahat di kamar mereka. Zaina sudah berbaring lebih dulu, mencoba memejamkan mata, sementara Arkana duduk di tepi tempat tidur, menatap istrinya dengan senyum kecil. "Tadi banyak yang nodongin supaya kita cepat-cepat punya anak," ujar Arkana, suaranya terdengar santai. "Menurut kamu gimana?" Zaina menghela napas pelan, "Mas, udah ah. Aku capek, besok aja ya." Matanya tetap tertutup, berusaha mencari posisi nyaman. Arkana terkekeh pelan. "Bukan itu maksudku, Sayang. Aku nggak minta sekarang. Aku tahu kamu capek, aku juga capek kok." Zaina membuka sedikit matanya, melirik suaminya sekilas. "Terus, apa?" Arkana memiringkan tubuhnya, kini berbaring menghadap Zaina. "Kamu mau punya anak berapa nanti?" tanyanya, menatap wajah istrinya yang masih setengah mengantuk. "Dua aja cukup," jawab Zaina singkat, suaranya hampir seperti gumaman. Mata Arkana membulat sedikit. "Dua? Mana cukup? Aku maunya lima. Tiga perempuan

    Huling Na-update : 2025-03-20
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 42

    "Baik, sebentar saya cek dulu..." Resepsionis memeriksa sistem pemesanan. "Ya, benar. Anda memesan kamar honeymoon suite untuk dua malam, betul?" "Iya, betul." "Kami sudah menyiapkan kamar sesuai permintaan. Berikut kunci kamar Anda, Pak." Resepsionis menyerahkan kunci kartu dengan senyuman ramah. "Jika ada keperluan tambahan, silakan hubungi layanan kamar kami." "Terima kasih," ujar Arkana. Setelah semua urusan administrasi selesai, Arkana dan Zaina menuju kamar mereka. **** Begitu pintu terbuka, Zaina terkejut melihat suasana kamar yang begitu romantis. Tempat tidur bertabur kelopak mawar merah, dua handuk yang dilipat membentuk angsa, dan... beberapa benda lain yang membuat pipinya langsung memerah. Astaghfirullah, umi sama abi niat banget, gumamnya dalam hati. Sementara itu, Arkana tersenyum geli melihat ekspresi istrinya yang begitu malu. Ia meletakkan koper dan mendekati Zaina. "Gimana?" Arkana bertanya sambil menatapnya penuh arti. "Kita mulai sekarang?" Mat

    Huling Na-update : 2025-03-21
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 43

    Tak lama setelahnya, Arkana melihat ponselnya dan menghela napas. "Aku ke kamar mandi dulu," ujarnya, bangkit dari kursinya. Zaina mengangguk dan melanjutkan obrolan dengan Faris. "Kafe kopi, ya? Wah, aku suka banget kopi," ujar Zaina dengan antusias. "Serius? Berarti kamu harus mampir!" kata Faris. "Aku dulu sempat kerja jadi barista. Makanya, kalau soal kopi, aku cukup paham. Senang aja lihat prosesnya," ujar Zaina. "Wah, kalau gitu kamu bisa kasih saran buat menu di kafe aku," Faris terkekeh. Zaina tertawa. "Seru banget! Pasti aku mampir." Saat itu, Arkana kembali dari kamar mandi dan duduk di kursinya. Namun, yang ia lihat adalah Zaina yang asyik berbicara dengan Faris, tertawa lepas, dan tampak begitu menikmati obrolan mereka. Arkana berusaha tetap tenang, tetapi semakin lama ia merasa diabaikan. Hingga akhirnya… TOK! Ujung gelas yang dipegang Arkana membentur meja cukup keras, membuat Zaina dan Faris langsung menoleh. Arkana hanya menatap mereka dengan ekspr

    Huling Na-update : 2025-03-22
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 44

    Zaina menggeleng cepat, membuat ekspresi Arkana sedikit murung. "Sejak kapan Mas suka sama Zaina?" tanyanya pelan. Arkana tersenyum kecil. "Sepertinya sejak pertama kali kita bertemu. Waktu kamu jadi barista," jawabnya jujur. Zaina terkejut. "Mas serius? Bukannya waktu itu Mas suka sama Syifa?" tanyanya, masih tak percaya. Arkana menggeleng pelan. "Saya belum mencintai Syifa saat itu." Ia menatap mata istrinya dengan lembut. "Dan sebenarnya, bukan saat kamu jadi barista pertama kali saya melihat kamu." Zaina mengerutkan kening, penasaran. "Maksudnya?" Arkana menghela napas, lalu tersenyum samar. "Saya masih SMA waktu itu, sekitar sepuluh tahun lalu. Kamu masih kecil." Zaina mengingat sesuatu. "Saat itu… aku kelas enam SD?" Arkana mengangguk. "Iya. Waktu itu saya keluar pesantren untuk ikut olimpiade. Saat di jalan, saya melihat seorang kakek jatuh dari sepeda ontelnya. Semua orang hanya lewat tanpa peduli, tapi kamu berlari mendekat, membantunya, dan membeli semua balon

    Huling Na-update : 2025-03-22
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 45

    Arkana dan Zaina melanjutkan perjalanan mereka menyusuri sebuah taman di dekat pantai. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membuat suasana semakin nyaman. Zaina menggandeng lengan Arkana dengan erat, sementara pria itu sesekali menoleh ke arah istrinya, tersenyum tanpa alasan. Saat mereka duduk di bangku taman menikmati pemandangan, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke arah mereka. Seorang gadis kecil, sekitar empat tahun, dengan rambut ikal sebahu dan pipi chubby yang menggemaskan. Dia mengenakan dress berwarna kuning dengan sandal kecil berhiaskan pita. Tanpa ragu, gadis kecil itu langsung naik ke bangku dan mencium pipi Zaina dengan polosnya. Zaina terkejut, tapi tawanya pecah melihat kelakuan bocah menggemaskan itu. Arkana juga ikut tersenyum, sementara gadis kecil itu menatap Zaina dengan mata berbinar. "Namamu siapa, Sayang?" tanya Zaina lembut, membelai pipi gadis itu. "Nana," jawabnya polos, suaranya ceria. "Nana sendirian? Mana Mama atau Papanya?" Nana mengge

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 46

    Setelah malam yang indah bagi mereka, hubungan Arkana dan Zaina terasa semakin erat. Tidak ada lagi rasa canggung, hanya kenyamanan yang semakin kuat di antara mereka. Namun, siang ini mereka harus kembali ke Surabaya. Sebelum menuju bandara, Zaina mengajak Arkana mampir ke sebuah kafe milik Faris, teman lamanya. Arkana awalnya setuju, meski sebenarnya ia lebih memilih langsung ke bandara. Begitu mereka duduk, Zaina langsung menikmati kopinya. Matanya berbinar. "Masya Allah, kopinya enak banget! Ada aroma khas yang beda dari yang lain." Faris tersenyum bangga. "Nah, itu karena biji kopi yang aku pakai kualitasnya pilihan. Proses roasting-nya juga aku perhatiin banget. Ditambah lagi, teknik penyeduhannya beda dari yang lain." Zaina terlihat begitu tertarik, bertanya ini itu tentang kopi. Arkana hanya diam, matanya memperhatikan setiap ekspresi istrinya. Ada sedikit rasa tak nyaman di dadanya, apalagi saat melihat Zaina begitu menikmati percakapannya dengan Faris. Arkana m

    Huling Na-update : 2025-03-30

Pinakabagong kabanata

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 66

    “Iya,” suara Arkana nyaris tak terdengar. “Anak yang dikandung Syifa. anak saya.” Dunia Zaina runtuh seketika. Tubuhnya melemas, Yaya menangkapnya cepat agar tidak jatuh. “Tapi, ini bukan salah kamu, Mas.” Syifa masih mencoba bertahan, suaranya patah-patah. “Kenapa kamu bohong kasihan Mbak Zaina.” Ghifari dan Khadijah sudah membawa Zaina pergi. Tak satu pun dari mereka ingin menatap Arkana dan Syifa. Semua yang hadir di sana hanya bisa terdiam, menyaksikan kehancuran keluarga yang selama ini mereka hormati. “Kalian harus menikah sekarang juga,” desis Gusti, sebelum mengambil ponsel dan menelpon penghulu. “Mas, kenapa kamu bohong?” Syifa terisak, menggenggam lengan Arkana. Tapi tak ada jawaban. Arkana hanya berdiri di sana patah, hancur, dan kehilangan semuanya dalam satu waktu. **** Zaina tak ingat bagaimana ia bisa sampai di kamar mandi. Tubuhnya bergerak sendiri, seperti tanpa jiwa. Tangannya yang dingin gemetar saat memutar kunci. Begitu pintu tertutup, ia bersandar pad

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 65

    Pagi itu, suasana rumah Abah Gusti masih lengang. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan cangkir teh di meja makan. Syifa tampak mondar-mandir di dapur, mencoba bersikap tenang. Tapi sejak beberapa hari ini, wajahnya selalu terlihat cemas. Matanya sembab, dan tubuhnya pun lebih lemah dari biasanya. Abah Gusti hendak ke kamar mandi, seperti biasa, tapi langkahnya terhenti di depan tempat cucian. Matanya menangkap sesuatu—bungkusan kecil putih dengan garis merah yang masih terlihat jelas. Ia memungutnya dengan tangan gemetar. Seketika dadanya bergemuruh. “Tespek.” Gusti berdiri di tempat, napasnya memburu. Ada dentuman kuat di dadanya antara amarah dan kecewa. Ia menggenggam alat itu dengan keras lalu berjalan ke arah dapur. “Syifa!” suaranya menggelegar. Syifa yang tengah menuang teh hampir menjatuhkan cangkir. Ia menoleh cepat. “Iya, Bah?” “Apa ini?” tanya Abah Gusti dingin, menunjukkan benda yang membuat tubuh Syifa langsung lemas. Syifa terdiam. Matanya mulai

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 64

    "Halo," ucapnya pelan, nyaris berbisik, seolah takut jika suaranya terlalu keras akan membuat semuanya runtuh. Di seberang, suara Arkana terdengar rendah dan hati-hati. "Kamu belum tidur?" "Belum, akhir-akhir ini agak susah tidur," jawab Syifa, mencoba terdengar biasa. Padahal dadanya sesak, dan matanya terasa panas. "Kamu baik-baik aja?" tanya Arkana lagi, kali ini terdengar lebih lembut atau mungkin cemas. Syifa menunduk. Ada jeda yang lama sebelum ia menjawab. "Masih berusaha buat baik-baik aja." Hening menyelinap di antara mereka. Lalu suara Arkana kembali terdengar, lebih pelan. "Kamu gak cerita ke siapa-siapa, kan?" "Belum," jawab Syifa cepat, seperti refleks. Ia menarik napas panjang, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. "Kalau aku cerita sekarang... aku takut semuanya jadi makin kacau." "Syifa." Arkana seperti menahan sesuatu di ujung suaranya. "Kamu gak bisa terus begini. Kamu gak harus hadapi semua sendiri." "Itu kenapa aku hubungin kamu waktu

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 63

    Arkana baru saja pulang. Jam menunjukkan pukul sebelas malam lebih. Ia melangkah pelan masuk kamar, dan mendapati Zaina sudah berbaring di ranjang tampak tertidur. Namun, ia tak benar-benar terlelap. Dengan gerakan hati-hati, Arkana meletakkan tas kecilnya di sofa, mengganti bajunya dengan pakaian rumah, lalu mengambil wudhu. Rasa lelah tampak membekas di wajahnya, tapi ada beban lain yang lebih besar yang ia bawa malam itu. Ia naik ke atas ranjang perlahan, berusaha agar tidak mengganggu Zaina. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang, lalu menggenggam ponselnya jempolnya sibuk mengetik sesuatu. Matanya fokus, seperti sedang membalas chat seseorang yang penting. Zaina, yang sedari tadi hanya memejamkan mata, kini membalikkan tubuhnya perlahan, menatap suaminya. "Belum tidur?" tanya Arkana saat menyadari gerakan Zaina. Suaranya terdengar pelan. Zaina menggeleng. Ia lalu bangun perlahan, menopang tubuhnya yang kini terasa semakin berat karena usia kandungan yang sudah

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 62

    Langkah kaki Zaina melambat ketika keluar dari area kedatangan bandara. Perutnya yang membuncit membuatnya harus berhati-hati, namun bukan itu yang membuat gerakannya terasa berat. Matanya terus menatap dua orang di depannya suaminya dan Syifa. Dari tadi, Zaina tak mendengar satu pun suara tawa keluar dari mulut mereka. Tapi anehnya, kedekatan itu justru terasa lebih dalam daripada sekadar candaan atau gurauan. Mereka seperti dua orang yang menyimpan rahasia besar, saling paham dalam diam. Dan di tengah itu, Zaina merasa seperti bayangan, ada tapi tak dianggap. “Mas…” ucapnya lirih, lebih kepada dirinya sendiri. Tangan Zaina terulur mengelus perutnya. Ia menunduk, mencoba menelan rasa perih yang mulai naik ke tenggorokan. Matanya basah, tapi ia cepat-cepat mengedip agar air mata itu tak jatuh. Tidak sekarang. Tidak di depan mereka. Setibanya di parkiran, Arkana hanya mengangguk ketika Zaina bilang ingin duduk di kursi belakang. Syifa juga tak menolak ketika duduk di sampin

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 61

    Zaina berjalan mondar-mandir di ruang tengah rumah mereka. Sesekali tangannya mengelus perut yang membuncit, mencoba menenangkan diri dengan merasakan gerakan kecil dari bayi di dalam sana. Tapi kegelisahannya tak kunjung reda. Sudah hampir dua jam sejak Arkana pamit untuk menemui Syifa, tapi hingga kini belum kembali. Ponselnya sempat beberapa kali dia cek, berharap ada pesan masuk atau panggilan. Namun tak ada. Saat mencoba menghubungi nomor suaminya, hanya suara operator yang menjawab. “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.” Zaina menghela napas panjang, duduk perlahan di sofa sambil mengusap perutnya pelan. “Mas Arkana ke mana sih, nggak biasanya sampai selama ini. Aku tahu Syifa udah minta maaf dan sadar, tapi dia masih suka sama Mas Arkana. Jangan-jangan…” Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba mengusir pikiran-pikiran buruk yang mulai menumpuk di benaknya. “Mas, kamu tuh kenapa sih nggak kabarin? Apa aku salah udah izinin kamu ketemu Syifa?” gumamnya lirih, penuh k

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 60

    Hujan baru saja reda ketika mobil Arkana berhenti di depan rumah mereka. Udara malam terasa lembab, membawa bau tanah basah yang menyegarkan. Zaina turun lebih dulu, dibantu Arkana yang langsung membukakan pintu mobil. Ia menggandeng tangan istrinya masuk rumah, penuh hati-hati seperti membawa kaca yang mudah pecah. Zaina langsung menuju kamar dan mengganti bajunya dengan piyama bermotif bunga kecil, sementara Arkana menunaikan salat Isya’ sendirian. Suara lembut lantunannya mengisi ruangan, membuat hati Zaina yang sedang duduk di pinggir ranjang ikut tenang. Selesai mengucap salam, Arkana melipat sajadahnya, lalu mendekat ke ranjang. Ia tidak langsung naik, melainkan duduk bersila di lantai, menempelkan telinganya ke perut Zaina dengan senyum penuh harap. “Assalamu’alaikum, dedek,” bisiknya pelan, lalu mencium perut Zaina yang kini makin membuncit. “Malam ini, Abi mau cerita ya.” Zaina tertawa kecil, mengusap rambut Arkana yang menempel di perutnya. “Cerita apa, Abi?” Ark

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 59

    Zaina duduk di lantai ruang tamu, mengenakan daster longgar warna biru muda serta kerudung instan. Di pangkuannya, Zaina menguncir rambut Rara putri kecil Indah. Gadis kecil itu anteng sedang asyik memainkan boneka kecilnya. Tangannya yang mungil sesekali menarik mainan yang lain, sehingga membuat Zaina mendengus. karena Rara yang tiba-tiba bergerak membuat kunciran itu tidak rapih “Raraaa, pelan dong,” keluh Zaina sambil membenahi rambut Rara yang mulai berantakan. Indah muncul dari dapur membawa dua gelas teh hangat. Ia duduk di sebelah Zaina sambil mengamati tingkah putrinya yang semakin lengket sejak Zaina datang. "Gimana agak susah kan?" Tanya Indah. Zaina meringis, "Dikit mbak, tapi tadi Rara anteng kok. iya kan Ra?" Rara mengangguk seolah mengerti, masih dipangkuan Zaina. “Kayaknya Rara milih tantenya daripada mamanya sendiri deh,” celetuk Indah sambil menyodorkan teh. “Kalau Rara rambutnya aku kuncir selalu gak mau, Za.” Zaina tertawa kecil, menerima teh itu. “An

  • MENIKAH DENGAN GUS TAMPAN   Bab 58

    Suara jarum jam berdetak pelan dan desau angin luar jendela yang menemani. Zaina mendadak bangun, matanya terbuka lebar, napasnya ngos-ngosan seolah baru lari jauh. Tangannya refleks memegangi perutnya yang mulai membulat. Hatinya sesak. Matanya berkaca. Arkana yang tidur di sebelahnya pelan-pelan membuka mata, merasa ada yang aneh. Ia menoleh, melihat istrinya duduk di ranjang sambil menunduk. “Sayang,” suaranya parau dan lembut, “kenapa?” Zaina tidak langsung menjawab. Bibirnya bergetar, jari-jarinya mengusap lembut perutnya yang hangat. Ia tahu Arkana pasti khawatir, tapi untuk beberapa detik, ia hanya diam. “Zaina,” ulang Arkana, kini duduk tegak dan meraih bahu Zaina pelan. “Kenapa? Kamu mimpi buruk?” Zaina mengangguk pelan. “Tapi aku gak mau kamu nanya-nanya tentang itu,” katanya lirih, nyaris seperti bisikan. “Aku takut, makin kepikiran.” Arkana menatapnya penuh tanya, tapi memilih diam. Ia tahu kapan harus mendesak dan kapan harus memberi ruang. Beberapa detik he

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status