All Chapters of Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan: Chapter 21 - Chapter 30

103 Chapters

Membuatnya Geram Setengah Mati

Ketiga perempuan itu pergi, meninggalkan Gea sendiri di toilet. Namun, bukannya lega, Gea justru merasa dadanya semakin sesak.Ia mengepalkan tangannya, menyalahkan situasi ini pada Alisha. Sial, ini semua gara-gara Alisha! pikirnya, geram.Ia berjalan ke wastafel, membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap bisa meredakan amarah yang membakar dirinya.Namun, saat ia kembali ke mejanya, sesuatu menarik perhatiannya. Kursinya telah dikucuri noda berwarna merah, seperti darah.Saat ia berdiri untuk mengambil kopi, suara bisik-bisik mulai terdengar dari rekan kerjanya yang lain. Gea menyipitkan mata, mencoba menangkap percakapan mereka."Ih, jorok sekali!""Hei, bukannya dia tadi baru pulang dari toilet? Kenapa tidak ganti saja tadi?"Bisikan-bisikan itu semakin ramai, seperti sekumpulan lebah yang berdengung tanpa henti. Setiap kata yang terucap membawa nada jijik, membuat atmosfer ruangan terasa menyesakkan."Lihat, darahnya b
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Harusnya Membelaku!

Gea terpaku, bagai terpaku oleh waktu yang tiba-tiba berhenti. Kata-kata Alisha tadi masih bergema di pikirannya.Bukti? Sial, apakah penderitaannya tidak cukup jelas untuk dilihat? Apakah noda darah dan tikus mati di dalam tasnya tidak cukup menjadi bukti nyata?Mengapa Alisha malah mempertanyakan hal itu seolah-olah Gea adalah terdakwa, bukan korban?"Gea, jangan bilang kamu tidak memiliki buktinya," suara Alisha terdengar lebih dingin dari angin musim dingin yang menggigit tulang.Gea menelan ludah, merasakan rasa getir menyusuri tenggorokannya. Puluhan pasang mata kini tertuju padanya, penuh sorot tajam yang memaksa pengakuan.Tekanan itu bagaikan ribuan jarum yang menusuk kulitnya, menyakitkan dan tak terhindarkan. Tatapan intimidasi dari Alisha membuat tubuhnya seolah menyusut, kehilangan kekuatan untuk melawan.Bukti? Tentu saja ia tidak memilikinya. Gea mengutuk dirinya dalam hati, menyadari bahwa tadi ia telah menuduh Lolita hanya bermodalkan emosi.Namun tiba-tiba, sebuah id
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Terus Menguji Kesabaranku

Wajah Alisha mengeras, seperti topeng marmer yang dingin tanpa belas kasihan. "Aku melakukannya agar kau introspeksi diri, Gea. Kantor ini bukan tempat bermain-main. Ini kantorku, kamu seharusnya menuruti perintahku di sini! Jika kamu tidak menurutiku, kamu bisa keluar dan kembali ke desamu!"Kata-kata itu menghantam Gea seperti palu godam, memecahkan sisa harga dirinya. Ia terhenyak, berdiri membeku di tempat, rahangnya terkunci rapat menahan kata-kata yang ingin meluap dari bibirnya.Namun, di dalam hatinya, gelombang amarah tak terkatakan bergemuruh. Berani sekali Alisha berbicara seperti itu padanya. Padahal menjaga suaminya saja wanita itu tidak mampu!Tapi ia tidak bisa mengatakan apa-apa, tidak sekarang. Ia tahu, jika ia membuka rahasia ini, Rean tidak akan memihaknya. Ia tidak memiliki apa pun untuk menahan Rean tetap di sisinya.Alisha menghela napas panjang, jemarinya memijat pelipisnya dengan gerakan lambat namun penuh tekanan."Sudahlah, lebih baik bersihkan pakaianmu. Jes
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Mengadu lagi

Alisha menggeleng, kali ini dengan keyakinan yang lebih kuat. "Tidak, Jess. Aku akan melihat seberapa brengseknya Rean terlebih dulu. Apa dia masih mempercayai aku sebagai istrinya, atau dia lebih mempercayai perkataan jalang murahan itu? Aku tidak akan membuang waktu hanya untuk merendahkan martabatku dengan mengamuk di sana."Jesselyn terdiam, tetapi wajahnya menunjukkan keterkejutan yang mendalam. "Tapi bagaimana jika Rean lebih memihak pada Gea? Kau akan diam saja melihatnya memonopoli Rean?" tanyanya, suaranya penuh kecemasan.Alisha menatap Jesselyn dengan sorot mata yang tajam bak pisau yang baru diasah. Wajahnya tetap datar, tetapi getarannya seperti badai yang bergulung di bawah permukaan laut.Jemarinya perlahan mengepal di atas meja, menciptakan bayangan gelap di bawah sinar lampu kantor.Dalam keheningan yang mencekam itu, ia menarik napas panjang, menghimpun kekuatan dari kedalaman hatinya yang penuh luka dan dendam."Maka Rean dan Gea harus hancur lebih dari yang seharus
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Siapa yang Salah Siapa yang Disalahkan

Mendengar respons Rean yang jauh dari harapan, Gea mendengus keras. Bibirnya mencebik, ekspresi wajahnya penuh kekesalan."Tidak, itu bukan darah! Aku bahkan tidak tahu itu apa. Ada yang sengaja menuangkan cairan merah di kursiku. Menyebalkan sekali! Pasti Alisha menghasut karyawannya untuk melakukan itu, Kak Rean!"Kata-kata itu meluncur cepat, seperti anak panah yang dilontarkan tanpa ragu. Hati Rean terasa berat mendengarnya.Ia menarik napas panjang, berusaha keras menenangkan pikirannya yang terasa berputar-putar di antara tuduhan Gea dan bayangan Alisha yang dingin.Tangannya terangkat, memijat keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut. "Baiklah, nanti akan kutanyakan padanya, bagaimana?"Gea mengerutkan dahi, ekspresinya jelas menunjukkan rasa tidak puas. "Kakak harus memarahi Kak Lisha dan mencari tahu siapa pelakunya," pintanya dengan suara manja yang tak bisa disembunyikan meski sedang marah.Rean kembali menghela napas, panjang dan penuh rasa lelah yang tertahan. Ia menatap
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bermain Gila

Alisha merasakan dadanya terbakar, amarah yang ia tahan perlahan-lahan mengalir seperti lava yang mencari celah untuk keluar.Astaga! gumamnya dalam hati, rahangnya terkatup begitu keras hingga nyaris bergetar. Jesselyn benar, pikirnya, Rean telah menjadi tawanan sepenuhnya oleh Gea."Sudah selesai?" tanyanya dengan nada yang begitu dingin hingga seolah-olah dapat membekukan udara di ruangan itu."Apa maksudmu?""Apa kau sudah selesai memarahiku? Apa pun yang kau katakan, sikapku pada Gea dan juga pada karyawanku tidak akan berubah. Omong kosongmu itu tidak akan kudengarkan.""Apa? Omong kosong? Kau mulai membantah perkataan suamimu?" suara Rean menggema di seberang sana, penuh dengan nada kejantanan yang berlebihan, seolah-olah posisinya sebagai suami membuatnya tak terbantahkan.Rahang Alisha mengeras, suaranya kini bergetar penuh amarah yang nyaris tak terkendali. "Suami? Seharusnya seorang suami membela istrinya, bukan membela wanita lain, Rean.""Apa lagi ini? Kenapa kau malah me
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Lakukan apa pun untuk Balas Dendam

Rean tidak pulang malam ini.Bayangan malam menyelimuti rumah mereka dengan hening yang terasa lebih menusuk daripada sekadar sunyi.Alisha melirik ke arah jam dinding di kamarnya sekali lagi, detak jarumnya terdengar seperti detak jantung seekor binatang kecil yang ketakutan.Sudah hampir dini hari, dan kegelapan seakan menggeliat semakin pekat, seiring dengan absennya suara langkah kaki Rean yang seharusnya memecah keheningan ini.Matanya yang berat oleh kelelahan tak juga dihinggapi kantuk. Di atas ranjang yang dingin, ia terjebak dalam labirin pikirannya sendiri, setiap detik terasa seperti pisau tajam yang perlahan-lahan mengiris kesadarannya. Rean tidak di sini.Dan lebih dari sekadar ketidakhadirannya, Alisha merasa bahwa kehangatan di antara mereka, yang pernah seperti api unggun di malam dingin, kini telah padam menjadi abu.Air matanya jatuh, mengalir seperti hujan kecil yang menghujani padang gersang di hatinya. Setetes, lalu dua tetes, menjadi aliran tak berujung yang berc
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Tidak mau Menurut lagi

Sementara itu, di tempat lain, Rean tersentak bangun. Matanya terbuka lebar, dan seketika ia disergap oleh perasaan panik.Cahaya redup menyelinap melalui jendela, menandakan bahwa pagi hampir tiba. Ia memandang sekeliling dengan bingung sebelum pandangannya jatuh pada ponsel di atas nakas.Matanya melebar sempurna. Pukul lima.Astaga. Ini sudah hampir pagi. Kenapa ia masih berada di kediaman Gea? Jantungnya berdegup kencang, seperti palu yang memukul-mukul keras dalam dadanya.Ia mengacak rambutnya dengan kasar, frustrasi dengan kebodohan dan kecerobohannya sendiri. Apa yang ia pikirkan? Kenapa ia membiarkan dirinya bermalam di sini?Rean segera bangkit, tubuhnya terasa berat seperti dipaksa melawan gravitasi yang jauh lebih kuat dari biasanya.Dengan langkah terburu-buru, ia berjalan menuju kamar mandi, niatnya hanya satu: membersihkan diri dan kembali ke rumah sebelum Alisha menyadari bahwa ia tidak pulang semalam."Sayang? Sudah bangun? Mau ke mana?"Suara lembut Gea mengalun dari
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Melakukan Pertemuan

Rean memandang rumahnya dari luar, rumah megah yang tampak seperti istana kecil di bawah cahaya fajar yang redup.Kesunyian yang menyelimuti halaman rumahnya terasa lebih pekat dari biasanya, seolah-olah menyimpan rahasia yang enggan terungkap.Langkah kakinya di jalan berbatu terasa hampa, seakan menyatu dengan kehampaan yang mulai menggerogoti hatinya.Bi Narti, asisten rumah tangganya, terlihat tergopoh-gopoh membuka pintu dengan wajah penuh kantuk. Tangannya sedikit gemetar saat memutar kenop pintu, seolah tahu ada badai kecil yang sedang menunggu di dalam.Rean menghela napas lega begitu memastikan tidak ada tanda-tanda Alisha di sana. "Ibu belum bangun?" tanyanya, berusaha terdengar biasa saja, meskipun nadanya sedikit menuntut.Bi Narti, dengan ragu, mengangguk. "Sepertinya begitu, Pak."Senyum tipis tersungging di bibir Rean, penuh kemenangan kecil yang ia nikmati terlalu cepat. "Bagus," gumamnya lirih, hampir tidak terdengar.Ia melangkah masuk dengan hati yang mulai ringan,
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Kecanduan Aromamu

"Itu kejutan. Aku akan mengirimkan lokasinya nanti," jawabnya dengan nada misterius yang membuat Alisha mendesah kesal."Baiklah, terserah," balasnya acuh tak acuh sebelum menutup telepon. Ia tidak ingin mendengar celoteh Neuro lebih lama.Tekadnya sudah bulat, seperti api yang berkobar di tengah malam gelap. Lihat saja, Rean. Jika ia berpikir bisa mengelabuinya, maka ia salah besar. Alisha akan membalas sakit hatinya dengan cara apa pun yang diperlukan.Ketika tiba di lokasi yang dimaksud Neuro, Alisha terkejut mendapati tempat itu. Sebuah lapangan parkir kecil yang remang-remang, diapit oleh bangunan tua dengan dinding kusam.Neuro berdiri di sana, bersandar pada mobilnya dengan gaya santai yang terkesan arogan. Kacamata hitam menutupi sebagian besar wajahnya, membuatnya terlihat seperti aktor dalam film murahan yang berusaha tampil keren."Kenapa kita ke hotel?" suara Alisha terdengar dingin, hampir seperti bilah es yang menghujam angin malam.Tatapannya tajam, penuh dengan rasa ti
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more
PREV
123456
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status