Home / Romansa / Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan / Membuatnya Geram Setengah Mati

Share

Membuatnya Geram Setengah Mati

Author: Suhadii90
last update Last Updated: 2025-01-24 09:00:49

Ketiga perempuan itu pergi, meninggalkan Gea sendiri di toilet. Namun, bukannya lega, Gea justru merasa dadanya semakin sesak.

Ia mengepalkan tangannya, menyalahkan situasi ini pada Alisha. Sial, ini semua gara-gara Alisha! pikirnya, geram.

Ia berjalan ke wastafel, membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap bisa meredakan amarah yang membakar dirinya.

Namun, saat ia kembali ke mejanya, sesuatu menarik perhatiannya. Kursinya telah dikucuri noda berwarna merah, seperti darah.

Saat ia berdiri untuk mengambil kopi, suara bisik-bisik mulai terdengar dari rekan kerjanya yang lain. Gea menyipitkan mata, mencoba menangkap percakapan mereka.

"Ih, jorok sekali!"

"Hei, bukannya dia tadi baru pulang dari toilet? Kenapa tidak ganti saja tadi?"

Bisikan-bisikan itu semakin ramai, seperti sekumpulan lebah yang berdengung tanpa henti. Setiap kata yang terucap membawa nada jijik, membuat atmosfer ruangan terasa menyesakkan.

"Lihat, darahnya b

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Harusnya Membelaku!

    Gea terpaku, bagai terpaku oleh waktu yang tiba-tiba berhenti. Kata-kata Alisha tadi masih bergema di pikirannya.Bukti? Sial, apakah penderitaannya tidak cukup jelas untuk dilihat? Apakah noda darah dan tikus mati di dalam tasnya tidak cukup menjadi bukti nyata?Mengapa Alisha malah mempertanyakan hal itu seolah-olah Gea adalah terdakwa, bukan korban?"Gea, jangan bilang kamu tidak memiliki buktinya," suara Alisha terdengar lebih dingin dari angin musim dingin yang menggigit tulang.Gea menelan ludah, merasakan rasa getir menyusuri tenggorokannya. Puluhan pasang mata kini tertuju padanya, penuh sorot tajam yang memaksa pengakuan.Tekanan itu bagaikan ribuan jarum yang menusuk kulitnya, menyakitkan dan tak terhindarkan. Tatapan intimidasi dari Alisha membuat tubuhnya seolah menyusut, kehilangan kekuatan untuk melawan.Bukti? Tentu saja ia tidak memilikinya. Gea mengutuk dirinya dalam hati, menyadari bahwa tadi ia telah menuduh Lolita hanya bermodalkan emosi.Namun tiba-tiba, sebuah id

    Last Updated : 2025-01-24
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Terus Menguji Kesabaranku

    Wajah Alisha mengeras, seperti topeng marmer yang dingin tanpa belas kasihan. "Aku melakukannya agar kau introspeksi diri, Gea. Kantor ini bukan tempat bermain-main. Ini kantorku, kamu seharusnya menuruti perintahku di sini! Jika kamu tidak menurutiku, kamu bisa keluar dan kembali ke desamu!"Kata-kata itu menghantam Gea seperti palu godam, memecahkan sisa harga dirinya. Ia terhenyak, berdiri membeku di tempat, rahangnya terkunci rapat menahan kata-kata yang ingin meluap dari bibirnya.Namun, di dalam hatinya, gelombang amarah tak terkatakan bergemuruh. Berani sekali Alisha berbicara seperti itu padanya. Padahal menjaga suaminya saja wanita itu tidak mampu!Tapi ia tidak bisa mengatakan apa-apa, tidak sekarang. Ia tahu, jika ia membuka rahasia ini, Rean tidak akan memihaknya. Ia tidak memiliki apa pun untuk menahan Rean tetap di sisinya.Alisha menghela napas panjang, jemarinya memijat pelipisnya dengan gerakan lambat namun penuh tekanan."Sudahlah, lebih baik bersihkan pakaianmu. Jes

    Last Updated : 2025-01-24
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Mengadu lagi

    Alisha menggeleng, kali ini dengan keyakinan yang lebih kuat. "Tidak, Jess. Aku akan melihat seberapa brengseknya Rean terlebih dulu. Apa dia masih mempercayai aku sebagai istrinya, atau dia lebih mempercayai perkataan jalang murahan itu? Aku tidak akan membuang waktu hanya untuk merendahkan martabatku dengan mengamuk di sana."Jesselyn terdiam, tetapi wajahnya menunjukkan keterkejutan yang mendalam. "Tapi bagaimana jika Rean lebih memihak pada Gea? Kau akan diam saja melihatnya memonopoli Rean?" tanyanya, suaranya penuh kecemasan.Alisha menatap Jesselyn dengan sorot mata yang tajam bak pisau yang baru diasah. Wajahnya tetap datar, tetapi getarannya seperti badai yang bergulung di bawah permukaan laut.Jemarinya perlahan mengepal di atas meja, menciptakan bayangan gelap di bawah sinar lampu kantor.Dalam keheningan yang mencekam itu, ia menarik napas panjang, menghimpun kekuatan dari kedalaman hatinya yang penuh luka dan dendam."Maka Rean dan Gea harus hancur lebih dari yang seharus

    Last Updated : 2025-01-24
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Siapa yang Salah Siapa yang Disalahkan

    Mendengar respons Rean yang jauh dari harapan, Gea mendengus keras. Bibirnya mencebik, ekspresi wajahnya penuh kekesalan."Tidak, itu bukan darah! Aku bahkan tidak tahu itu apa. Ada yang sengaja menuangkan cairan merah di kursiku. Menyebalkan sekali! Pasti Alisha menghasut karyawannya untuk melakukan itu, Kak Rean!"Kata-kata itu meluncur cepat, seperti anak panah yang dilontarkan tanpa ragu. Hati Rean terasa berat mendengarnya.Ia menarik napas panjang, berusaha keras menenangkan pikirannya yang terasa berputar-putar di antara tuduhan Gea dan bayangan Alisha yang dingin.Tangannya terangkat, memijat keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut. "Baiklah, nanti akan kutanyakan padanya, bagaimana?"Gea mengerutkan dahi, ekspresinya jelas menunjukkan rasa tidak puas. "Kakak harus memarahi Kak Lisha dan mencari tahu siapa pelakunya," pintanya dengan suara manja yang tak bisa disembunyikan meski sedang marah.Rean kembali menghela napas, panjang dan penuh rasa lelah yang tertahan. Ia menatap

    Last Updated : 2025-01-25
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Bermain Gila

    Alisha merasakan dadanya terbakar, amarah yang ia tahan perlahan-lahan mengalir seperti lava yang mencari celah untuk keluar.Astaga! gumamnya dalam hati, rahangnya terkatup begitu keras hingga nyaris bergetar. Jesselyn benar, pikirnya, Rean telah menjadi tawanan sepenuhnya oleh Gea."Sudah selesai?" tanyanya dengan nada yang begitu dingin hingga seolah-olah dapat membekukan udara di ruangan itu."Apa maksudmu?""Apa kau sudah selesai memarahiku? Apa pun yang kau katakan, sikapku pada Gea dan juga pada karyawanku tidak akan berubah. Omong kosongmu itu tidak akan kudengarkan.""Apa? Omong kosong? Kau mulai membantah perkataan suamimu?" suara Rean menggema di seberang sana, penuh dengan nada kejantanan yang berlebihan, seolah-olah posisinya sebagai suami membuatnya tak terbantahkan.Rahang Alisha mengeras, suaranya kini bergetar penuh amarah yang nyaris tak terkendali. "Suami? Seharusnya seorang suami membela istrinya, bukan membela wanita lain, Rean.""Apa lagi ini? Kenapa kau malah me

    Last Updated : 2025-01-25
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Lakukan apa pun untuk Balas Dendam

    Rean tidak pulang malam ini.Bayangan malam menyelimuti rumah mereka dengan hening yang terasa lebih menusuk daripada sekadar sunyi.Alisha melirik ke arah jam dinding di kamarnya sekali lagi, detak jarumnya terdengar seperti detak jantung seekor binatang kecil yang ketakutan.Sudah hampir dini hari, dan kegelapan seakan menggeliat semakin pekat, seiring dengan absennya suara langkah kaki Rean yang seharusnya memecah keheningan ini.Matanya yang berat oleh kelelahan tak juga dihinggapi kantuk. Di atas ranjang yang dingin, ia terjebak dalam labirin pikirannya sendiri, setiap detik terasa seperti pisau tajam yang perlahan-lahan mengiris kesadarannya. Rean tidak di sini.Dan lebih dari sekadar ketidakhadirannya, Alisha merasa bahwa kehangatan di antara mereka, yang pernah seperti api unggun di malam dingin, kini telah padam menjadi abu.Air matanya jatuh, mengalir seperti hujan kecil yang menghujani padang gersang di hatinya. Setetes, lalu dua tetes, menjadi aliran tak berujung yang berc

    Last Updated : 2025-01-26
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Tidak mau Menurut lagi

    Sementara itu, di tempat lain, Rean tersentak bangun. Matanya terbuka lebar, dan seketika ia disergap oleh perasaan panik.Cahaya redup menyelinap melalui jendela, menandakan bahwa pagi hampir tiba. Ia memandang sekeliling dengan bingung sebelum pandangannya jatuh pada ponsel di atas nakas.Matanya melebar sempurna. Pukul lima.Astaga. Ini sudah hampir pagi. Kenapa ia masih berada di kediaman Gea? Jantungnya berdegup kencang, seperti palu yang memukul-mukul keras dalam dadanya.Ia mengacak rambutnya dengan kasar, frustrasi dengan kebodohan dan kecerobohannya sendiri. Apa yang ia pikirkan? Kenapa ia membiarkan dirinya bermalam di sini?Rean segera bangkit, tubuhnya terasa berat seperti dipaksa melawan gravitasi yang jauh lebih kuat dari biasanya.Dengan langkah terburu-buru, ia berjalan menuju kamar mandi, niatnya hanya satu: membersihkan diri dan kembali ke rumah sebelum Alisha menyadari bahwa ia tidak pulang semalam."Sayang? Sudah bangun? Mau ke mana?"Suara lembut Gea mengalun dari

    Last Updated : 2025-01-26
  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Melakukan Pertemuan

    Rean memandang rumahnya dari luar, rumah megah yang tampak seperti istana kecil di bawah cahaya fajar yang redup.Kesunyian yang menyelimuti halaman rumahnya terasa lebih pekat dari biasanya, seolah-olah menyimpan rahasia yang enggan terungkap.Langkah kakinya di jalan berbatu terasa hampa, seakan menyatu dengan kehampaan yang mulai menggerogoti hatinya.Bi Narti, asisten rumah tangganya, terlihat tergopoh-gopoh membuka pintu dengan wajah penuh kantuk. Tangannya sedikit gemetar saat memutar kenop pintu, seolah tahu ada badai kecil yang sedang menunggu di dalam.Rean menghela napas lega begitu memastikan tidak ada tanda-tanda Alisha di sana. "Ibu belum bangun?" tanyanya, berusaha terdengar biasa saja, meskipun nadanya sedikit menuntut.Bi Narti, dengan ragu, mengangguk. "Sepertinya begitu, Pak."Senyum tipis tersungging di bibir Rean, penuh kemenangan kecil yang ia nikmati terlalu cepat. "Bagus," gumamnya lirih, hampir tidak terdengar.Ia melangkah masuk dengan hati yang mulai ringan,

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Semakin Harmonis

    Gea mengangguk-angguk kecil, berpura-pura menyetujui, meskipun Alisha bisa melihat dengan jelas bahwa hatinya sedang membara. "Aku ikut senang," ucapnya dengan senyum yang jelas dipaksakan."Sayang, kalau begitu aku pamit ke kantor kembali," ujar Rean, bersiap untuk berlalu dari tempat itu.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Alisha kembali memanggilnya. "Sayang?"Rean berbalik, alisnya sedikit terangkat melihat Alisha yang tiba-tiba mendekat. Wanita itu tersenyum samar, lalu dengan gerakan anggun, ia membenarkan dasi di leher suaminya.Jemarinya yang halus menyentuh leher kemeja Rean, memperbaikinya dengan gerakan yang terlihat begitu akrab, begitu intim.Rean dapat merasakan tatapan penuh kebingungan yang dilemparkan padanya. Tentu saja, sedetik lalu Alisha masih enggan disentuh olehnya, tapi sekarang ia justru sengaja bermesraan terang-terangan. Dan lebih dari itu—ia melakukannya di depan Gea.Alisha melirik sekilas ke arah Gea, menangkap bagaimana mata perempuan itu menajam, rahan

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Sudah Baikan

    Rean hanya bisa terpaku saat Alisha memilih melangkahkan kakinya, enggan mendengar perkataannya lebih jauh.Ia tetap diam, hanya bisa menatap punggung istrinya yang semakin menjauh, membawa serta harapan yang kian meredup.Pembicaraan mereka belum selesai, tetapi Alisha sepertinya tidak ingin mendengar apa pun lagi hari ini. Rean hanya bisa mendesah, merutuki kesalahannya sendiri.Sial, apa yang bisa ia lakukan agar Alisha memaafkannya kali ini?Di dalam kamar, Alisha menatap kosong ke arah bunga mawar yang tersimpan di atas meja riasnya.Kelopak merahnya terlihat mulai layu, seolah mencerminkan hatinya yang mulai kehilangan semangat.Namun, sesuatu menarik perhatiannya—secarik nota kecil yang menempel pada tangkai bunga itu.Alisha menariknya perlahan, jari-jarinya sedikit gemetar saat membacanya. Huruf-huruf itu terukir dalam tulisan tangan yang begitu ia kenal. Tidak salah lagi, ini dari Rean.Matanya menyapu baris demi baris kata-kata yang tertera di sana, dan untuk sesaat, ia mem

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Permintaan Maaf yang Basi

    Langkah Alisha terdengar nyaring saat ia pergi lebih dulu, derap sepatunya menggema, menciptakan irama kemarahan yang bahkan udara pun ikut merasakannya.Rean menatap Neuro tajam sebelum akhirnya mengikuti istrinya dari belakang, matanya menyimpan bara api yang enggan padam.Sepanjang perjalanan, keheningan menggantung di antara mereka seperti awan mendung yang siap menumpahkan hujan.Rean, dengan hati yang berdesir oleh ketidakpastian, mencoba memecah kesunyian.Namun, sebelum bibirnya sempat menyusun kalimat, Alisha telah lebih dulu memotongnya. "Sudah kubilang, kita akan bicara setelah sampai di rumah."Rean menghela napas, menelan kata-kata yang tak sempat diutarakan, membiarkan Alisha tenggelam dalam lautan kemarahannya sendiri.Setibanya di rumah, Alisha melempar tas tangannya dengan gerakan penuh emosi.Bunyi dentuman halusnya bagai tanda peringatan akan badai yang sebentar lagi akan melanda. Ia berbalik, menatap Rean dengan sorot mata yang menguliti."Apa yang sedang kau lakuk

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Kita Bicara di Rumah

    Jesselyn menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu dengan ekspresi yang sarat dengan kejengkelan. Sorot matanya berkilat tajam, seolah menembus dinding pertahanan pria di depannya."Kau lagi?" suaranya bagaikan es yang mengiris udara di antara mereka. "Tidak cukupkah kemarin kau sudah menghancurkan hati Alisha?"Rean mendesah kasar, kepalanya sedikit menengadah sebelum memutar bola matanya. Sekretaris pribadi Alisha ini memang selalu bersikap menyebalkan.Entah karena terlalu setia atau sekadar ingin mencampuri urusan rumah tangga orang lain.Menjengkelkan.Dalam hati, Rean sudah berjanji. Jika nanti ia dan Alisha berbaikan, wanita ini akan menjadi orang pertama yang ia pastikan untuk disingkirkan.Dengan nada setajam belati, ia menukas, "Aku tidak punya urusan denganmu. Aku ingin bertemu istriku."Jesselyn tersenyum miring, bibirnya melengkung dengan kesan mengejek. "Alisha tidak ada di sini. Sebaiknya kau pergi sebelum membuatku muak.""Jangan bohong!" Rean menyergah keras, tidak perca

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Harus Meminta Maaf

    Neuro kemudian mengalihkan pandangannya kepada Alisha, ekspresinya berubah lebih lembut, hampir... menyesal."Saya juga ingin meminta maaf kepada Nona Alisha beserta keluarganya yang telah merasa terganggu akibat pemberitaan ini," ucapnya dengan nada penuh ketulusan.Alisha menundukkan kepalanya sedikit, memberikan jawaban diam untuk Neuro. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang mendesak untuk berbicara.Ia melirik Neuro sekilas, memberi isyarat dengan matanya. Neuro, yang tampaknya sudah memahami keinginannya, menyerahkan pengeras suara dengan anggukan halus.Alisha menarik napas panjang, membiarkan udara dingin memenuhi paru-parunya sebelum menghembuskannya dalam satu hembusan kasar."Sekali lagi, saya tekankan bahwa saya tidak berselingkuh dengan Tuan Neuro Edenvile. Terima kasih," ucapnya tegas, suaranya tak bergetar sedikit pun.Tanpa membuang waktu, mereka turun dari podium. Kerumunan wartawan langsung bergerak maju, melontarkan berbagai pertanyaan dengan suara-suara yang beradu

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Konferensi Pers

    Pagi datang dengan cahaya yang terlalu tajam, menusuk kelopak matanya yang masih berat. Layar ponselnya berkedip, memantulkan cahaya redup ke langit-langit kamarnya yang sepi. Suara yang teramat familiar memenuhi ruang sunyi."Kau mengirimkan pesan padaku tengah malam kemarin, Nona? Kenapa? Apa kau merindukanku?"Alisha mengangguk kecil, meski tahu Neuro tak akan melihatnya. Suaranya yang penuh antusiasme membuat pagi ini terasa kurang menyakitkan.Ia terkekeh pelan, seperti angin yang menyentuh dedaunan dengan lembut. "Bagaimana menurutmu?""Kau ingin aku menjemputmu sekarang? Kita bisa ke tempat konferensi pers bersama-sama."Alisha menatap langit biru di balik jendela kaca, perasaan aneh menggelitik hatinya. "Tidak perlu, aku bisa..."Tut... Tut... Tut...Alisnya bertaut, menatap layar ponselnya yang kini hanya menampilkan panggilan berakhir. Apa? Neuro memutus panggilan mereka begitu saja? Tanpa sepatah kata pun?Alisha mengangkat bahu. Mungkin ini pertanda bahwa badai yang lebih

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Akan Menggunakanmu

    "Alisha!"Suara Riana menggelegar dari seberang telepon, mengguncang malam yang seharusnya tenang. Alisha tersentak, jantungnya berdetak tak beraturan.Matanya mengerjap dalam gelap, mencoba memahami apakah ini kenyataan atau sekadar mimpi buruk yang lain.Kilasan cahaya dari layar ponselnya menusuk kelopak matanya yang masih berat. Waktu menunjukkan pukul satu pagi.Dengan gerakan lamban, ia memijat pelipisnya yang berdenyut hebat. Kepalanya terasa bagai dihantam ribuan jarum tajam.Tuhan, ia baru saja terlelap setengah jam lalu setelah larut dalam kekacauan pikirannya, namun kini tidur pun tak sudi berpihak padanya."Ya, Ma? Mama baik?" sapanya, berusaha menjaga suaranya tetap stabil. Ada kelelahan, ada kejengkelan yang ia tahan sekuat tenaga.Namun, bukannya jawaban, yang ia terima justru tajamnya suara penuh kebencian dari Riana."Tidak usah berbasa-basi dengan Mama!"Nada itu menusuk seperti belati dingin yang mengiris kulitnya. Alisha menutup mata sejenak, menarik napas dalam se

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Menemani Tidurmu

    Suara di ujung telepon membuat Rean terlonjak. Seketika kantuknya buyar, jantungnya berdegup lebih cepat. Ia mengerjapkan matanya dengan susah payah. Suara ini..."Ma...?"Riana. Ibundanya.Ia menegakkan tubuhnya perlahan, kepalanya berdenyut nyeri akibat alkohol yang masih mengalir dalam sistemnya.Pantas saja ada yang meneleponnya di tengah malam seperti ini—di Amerika, waktu masih menunjukkan pukul satu siang."Ma, apa Mama lupa kalau di sini sudah hampir tengah malam?" keluhnya setengah kesal, suaranya serak akibat kantuk yang masih menggantung.Di seberang sana, Riana terdengar mendesah berat. "Ya, Mama tahu. Tapi ini penting," tukasnya terburu-buru, nada suaranya terdengar tegang.Rean menarik napas panjang, tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya yang berdenyut. Efek dari alkohol masih begitu kuat di tubuhnya, membuat kepalanya berputar.Saat perlahan-lahan kesadarannya kembali, ia menyadari sesuatu—ia tak lagi terbaring di lantai. Kini, tubuhnya berada di sofa ruang tamu.

  • Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan   Menghubungi Sang Mama

    Jadi, pria ini hancur karena berita perselingkuhan Alisha dengan Neuro? Matanya menatap wajah Rean dengan perasaan yang tak menentu. Ada sesuatu yang mencubit hatinya, sesuatu yang menyakitkan, sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak. Apa ini? Apa Rean masih mencintai Alisha hingga ia begitu terpukul seperti ini?"Sudahlah, Kak. Tidak usah dipikirkan, aku ada untukmu," ujar Gea, suaranya sarat dengan keyakinan yang dipaksakan.Rean mengerjap, lalu terkekeh kecil, seolah baru menyadari keberadaan Gea. "Ah... Gea! Benar, kau Gea!""Ya, aku. Tidak usah bersedih karena Kak Lisha. Aku ada untukmu, Kak Rean. Aku yang akan selalu menemanimu," lanjut Gea, suaranya bergetar oleh sesuatu yang lebih dalam dari sekadar simpati.Helaan napas panjang terdengar dari mulut Rean, pria itu mengangkat tangannya, menyentuh wajah Gea dengan kelembutan yang membuat dada Gea bergejolak. Jemari hangat itu membelai pipinya, namun di balik sentuhan itu, Gea bisa merasakan kehampaan."Kenapa kita harus bert

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status