Semua Bab Belenggu Hasrat dan Obsesi CEO Tampan: Bab 51 - Bab 60

117 Bab

Permintaan Maaf yang Basi

Langkah Alisha terdengar nyaring saat ia pergi lebih dulu, derap sepatunya menggema, menciptakan irama kemarahan yang bahkan udara pun ikut merasakannya.Rean menatap Neuro tajam sebelum akhirnya mengikuti istrinya dari belakang, matanya menyimpan bara api yang enggan padam.Sepanjang perjalanan, keheningan menggantung di antara mereka seperti awan mendung yang siap menumpahkan hujan.Rean, dengan hati yang berdesir oleh ketidakpastian, mencoba memecah kesunyian.Namun, sebelum bibirnya sempat menyusun kalimat, Alisha telah lebih dulu memotongnya. "Sudah kubilang, kita akan bicara setelah sampai di rumah."Rean menghela napas, menelan kata-kata yang tak sempat diutarakan, membiarkan Alisha tenggelam dalam lautan kemarahannya sendiri.Setibanya di rumah, Alisha melempar tas tangannya dengan gerakan penuh emosi.Bunyi dentuman halusnya bagai tanda peringatan akan badai yang sebentar lagi akan melanda. Ia berbalik, menatap Rean dengan sorot mata yang menguliti."Apa yang sedang kau lakuk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Sudah Baikan

Rean hanya bisa terpaku saat Alisha memilih melangkahkan kakinya, enggan mendengar perkataannya lebih jauh.Ia tetap diam, hanya bisa menatap punggung istrinya yang semakin menjauh, membawa serta harapan yang kian meredup.Pembicaraan mereka belum selesai, tetapi Alisha sepertinya tidak ingin mendengar apa pun lagi hari ini. Rean hanya bisa mendesah, merutuki kesalahannya sendiri.Sial, apa yang bisa ia lakukan agar Alisha memaafkannya kali ini?Di dalam kamar, Alisha menatap kosong ke arah bunga mawar yang tersimpan di atas meja riasnya.Kelopak merahnya terlihat mulai layu, seolah mencerminkan hatinya yang mulai kehilangan semangat.Namun, sesuatu menarik perhatiannya—secarik nota kecil yang menempel pada tangkai bunga itu.Alisha menariknya perlahan, jari-jarinya sedikit gemetar saat membacanya. Huruf-huruf itu terukir dalam tulisan tangan yang begitu ia kenal. Tidak salah lagi, ini dari Rean.Matanya menyapu baris demi baris kata-kata yang tertera di sana, dan untuk sesaat, ia mem
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Semakin Harmonis

Gea mengangguk-angguk kecil, berpura-pura menyetujui, meskipun Alisha bisa melihat dengan jelas bahwa hatinya sedang membara. "Aku ikut senang," ucapnya dengan senyum yang jelas dipaksakan."Sayang, kalau begitu aku pamit ke kantor kembali," ujar Rean, bersiap untuk berlalu dari tempat itu.Namun, sebelum ia sempat melangkah, Alisha kembali memanggilnya. "Sayang?"Rean berbalik, alisnya sedikit terangkat melihat Alisha yang tiba-tiba mendekat. Wanita itu tersenyum samar, lalu dengan gerakan anggun, ia membenarkan dasi di leher suaminya.Jemarinya yang halus menyentuh leher kemeja Rean, memperbaikinya dengan gerakan yang terlihat begitu akrab, begitu intim.Rean dapat merasakan tatapan penuh kebingungan yang dilemparkan padanya. Tentu saja, sedetik lalu Alisha masih enggan disentuh olehnya, tapi sekarang ia justru sengaja bermesraan terang-terangan. Dan lebih dari itu—ia melakukannya di depan Gea.Alisha melirik sekilas ke arah Gea, menangkap bagaimana mata perempuan itu menajam, rahan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Tidak Datang

“Kakak pulang lebih awal hari ini?"Alisha mengangguk kecil mendengar pertanyaan yang Gea lontarkan. Sepasang matanya berkilat, seolah menyimpan rahasia manis yang tak ingin ia bagi.Gea memiringkan kepala, keheranan menguasai benaknya saat mendapati Alisha sudah merapikan barang-barangnya sebelum jam kantor usai. Ada sesuatu di udara—sesuatu yang menggelitik rasa ingin tahunya."Tentu, aku harus berdandan untuk nanti malam. Sudah lama kami tidak makan malam berdua dengan romantis."Suaranya meluncur seperti angin sepoi yang menggoda, menguar kehangatan yang tak bisa diabaikan.Gea terpaku. Sepasang bibirnya sedikit terbuka, tapi tak ada suara yang lolos dari tenggorokannya.Keceriaan Alisha hari ini bagaikan matahari yang bersinar terlalu terik, menyilaukan hingga menyakitkan.Dalam hati, Alisha bersorak, menikmati setiap detik perubahan ekspresi Gea yang begitu transparan. Kepuasan menjalar dalam dirinya, seperti gelombang laut yang menghantam karang tanpa ampun."Kenapa, Gea?" Alis
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Tidak Usah Ikut Campur!

Musisi itu menunduk takut-takut, lalu kembali ke posisinya, memainkan melodi yang kini terasa seperti sebuah elegi pilu.Rean menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Mungkin Alisha butuh waktu lebih banyak untuk berdandan.Atau mungkin… mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar riasan yang membuatnya terlambat.Sekali lagi, ia mencoba menghubungi ponsel Alisha, namun yang menjawab hanyalah suara dingin mesin operator. Ia mengepalkan tangan, merasakan kehampaan yang kian mencengkeram dirinya erat.Namun hingga pukul sepuluh tiba, bayangan Alisha tetap tak terlihat. Malam semakin larut, dan gemerlap lampu restoran mulai meredup, meninggalkan kesan sendu yang menggores hati Rean.Pramusaji yang tampak ragu-ragu akhirnya memberanikan diri menghampirinya. Wajah Rean yang mengeras membuat langkahnya sedikit tertahan, tapi tugas tetaplah tugas."Pak, maaf, tapi kami harus tutup hari ini."Suara pramusaji itu terdengar ragu, seperti takut mengusik sosok pria yang tengah berkuba
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Tubuhmu tidak Bisa Menipuku!

Alisha membelalakkan matanya, keterkejutan tercermin jelas di wajahnya. Namun, bukan karena ucapan Rean yang membahas penantiannya, melainkan fokusnya yang sama sekali tidak berada pada dirinya."Kau ribut karena uangmu terbuang? Kau tidak khawatir padaku sama sekali?!" suaranya bergetar, tak percaya bahwa Rean lebih peduli pada hal remeh daripada dirinya.Rean terhenyak. Itu bukan maksudnya. Ia hanya ingin Alisha mengerti betapa frustrasinya ia malam ini. "Bukan begitu maksudku..."Namun, Alisha hanya menghela napas panjang. Kali ini, ada kelelahan yang lebih dalam dari sekadar emosi. Seolah semua kata-kata yang keluar dari bibir Rean sudah kehilangan makna di telinganya."Aku tidak tahu jika kau selalu emosional seperti ini."Rean mengerjap, tak percaya dengan perubahan sikap Alisha. Gadis itu terasa begitu jauh dari dirinya sekarang, seakan ia sudah melepaskan semua keterikatan yang pernah ada di antara mereka.Dan hal yang semakin menusuk egonya adalah ketika Alisha malah meraih t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Kau harus Mengabariku

Alisha tahu ia tidak boleh begini, namun setiap helaan napas Neuro yang menggelitik kulitnya adalah mantera sunyi yang membelenggu kehendaknya.Bisikan mesra pria itu merayapi pendengarannya, serupa nyala lilin yang membakar sumbu keraguan dalam jiwanya.Bulu-bulu halus di tubuhnya berdiri, bukan sekadar reaksi, melainkan sebuah pengakuan bisu terhadap gairah yang coba ia ingkari.Seharusnya ia menjauh, seharusnya ia menghindari sentuhan Neuro, namun tatapan lelaki itu seperti ombak pasang yang menenggelamkan akal sehatnya ke dalam lautan godaan.Nafasnya tercekat ketika dada Neuro yang bidang menyentuhnya, panas tubuhnya membara dalam perang yang ia tahu akan ia kalahkan.Ia ingin menyangkal, ingin menampik desiran listrik yang menjalar di setiap inci pori-porinya. Namun tubuhnya? Tubuhnya adalah pengkhianat yang menikmati setiap detik dalam dekapan pria itu.Ia selalu berdalih bahwa ingatannya akan malam itu telah sirna, tetapi kini, seolah hantu masa lalu menyeruak dari kabut, gamb
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-04
Baca selengkapnya

Menolak Ajakan Rean

Langkah Alisha terhenti di ambang pintu ketika suara Rean menyambutnya—tajam dan penuh tuntutan. "Kau kembali kemari."Ia melonjak, tidak menyangka pria itu sudah menunggunya di sana, duduk dengan tatapan menusuk yang membuat udara terasa lebih dingin.Ia menarik napas panjang, berusaha meredam gejolak dalam dadanya. Malam ini, ia tahu, akan ada perdebatan panjang yang harus ia hadapi."Tentu saja," ucapnya dengan senyum tipis yang tak sampai ke matanya. "Aku istrimu, kemana lagi aku bisa pergi?"Rean menyipitkan mata. "Kenapa kau membawanya kemari, Alisha? Bukankah kau tahu aku tidak menyukainya?"Kilatan amarah tergambar jelas di wajah Rean, membuat jantung Alisha berdegup lebih cepat. Seketika, ia memejamkan mata, mencoba menekan kemarahan yang mulai bersemi dalam dirinya.Tidak, ia tidak boleh terpancing. Ia harus tetap tenang, harus tetap memainkan perannya dengan sempurna."Sayang... Aku melakukan itu untukmu," suaranya lembut, berbalut nada manis yang disengaja.Rean mengangkat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-04
Baca selengkapnya

Membuatnya Cemburu Setengah Mati

"Baiklah, tidurlah," ujarnya lembut, meski ada nada getir yang menggantung dalam suaranya.Ia menarik selimut, menyelubungi tubuh Alisha dengan gerakan perlahan, seolah sedang melindungi sesuatu yang rapuh.Kemudian, ia menutup matanya, berharap tidur bisa menumpulkan hasrat yang kini menggelegak tanpa kendali.Namun, baru beberapa detik setelah ia mencoba hanyut dalam kegelapan, suara nyaring ponselnya merobek kesunyian.Rean mengernyit, mendesah keras sebelum meraih ponselnya. Saat melihat nama yang tertera di layar, sebuah umpatan nyaris lolos dari bibirnya. Gea.Di tempat lain, Gea menatap ponselnya dengan kesal. Seharian penuh, benda itu tak memberi kabar, seolah Rean telah menguap dari kehidupannya.Tidak ada pesan, tidak ada telepon. Bahkan pesan-pesannya tak tersentuh, seolah pria itu sengaja mengabaikannya.Gea mendengus, tatapannya menusuk ke layar ponselnya. Apa Rean sudah melupakannya? Apa pria itu sudah merasa tak lagi membutuhkannya? Atau mungkin, Rean terlalu sibuk teng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-04
Baca selengkapnya

Ancaman untuk Rean

Tanpa sadar, jemari Gea mengepal begitu erat hingga kukunya hampir menembus telapak tangannya. Dadanya naik turun dalam ritme yang tidak teratur, seperti ombak yang menerjang karang dengan ganas. Di hadapannya, Rean dan Alisha tertawa, cahaya lampu kafe memantulkan kilauan lembut di mata mereka yang saling bertaut. Apakah dia begitu kasat mata? Apakah keberadaannya hanya seonggok bayangan tak bermakna dalam dunia Rean? Sesaknya merayap, meremas rongga dadanya tanpa ampun. Mereka tak punya malu, atau justru sengaja menampilkan kemesraan mereka seolah ia hanya angin lalu?Enggan membiarkan dadanya terus bergemuruh, Gea memutuskan untuk menarik diri. Suaranya lirih namun cukup tegas, "Aku akan masuk terlebih dulu, Kak."Alisha menoleh, alisnya sedikit berkerut. "Kenapa? Kita akan masuk bersama-sama.""Aku harus ke toilet," kilahnya, bibirnya membentuk senyum tipis yang tak sampai ke matanya. Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, ia melangkah cepat meninggalkan mereka, menekan gejolak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
12
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status