All Chapters of Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya: Chapter 11 - Chapter 20

76 Chapters

Bab 11

Sandra adalah yang pertama berbalik. Matanya melebar kaget melihat Livia. "Kamu? Bagaimana bisa—" "Kamu berbohong padaku, Evan!" Livia mengalihkan tatapannya pada pria itu, yang kini berdiri dengan wajah pucat. "Kamu bilang tidak tahu di mana Sandra!" "Li-Livia, aku bisa jelaskan," Evan tergagap, melangkah mundur. "Tidak perlu!" Livia mengalihkan tatapannya pada Sandra. "Aku datang untuk menuntut hakku, Sandra. Uang yang kamu dan ibumu ambil dariku!" Sandra menyilangkan tangannya defensif. "Uang apa? Aku tidak mengerti maksudmu." "Jangan pura-pura!" suara Livia meninggi, menarik perhatian beberapa pengunjung taman. "Uang yang ditransfer Madam Rose melalui rekeningmu! Uang yang seharusnya untuk operasi Ayah!" Wajah Sandra mengeras. "Oh, uang hasil 'pekerjaan khusus'mu itu?" ia melirik Evan dengan tatapan penuh arti. "Ya, uang yang kudapatkan dengan mengorbankan diriku!" Livia merasakan air mata mulai menggenang. "Uang yang seharusnya bisa menyelamatkan nyawa Ayahku, tapi kamu dan
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 12

Satu bulan berlalu sejak peristiwa di taman itu. Livia mencoba menata kembali hidupnya perlahan-perlahan. Ia tetap bekerja sebagai cleaning service, meski harus berhadapan dengan Bu Marta yang semakin keras padanya sejak insiden di ruang penyimpanan. Beruntung, Livia hanya mendapat surat peringatan, bukan pemecatan. Pagi itu, seperti biasa, Livia bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Namun, begitu ia mencium aroma telur yang sedang digoreng, perutnya terasa mual. Dengan tergesa-gesa, ia berlari ke kamar mandi."Hoek! Hoek!" Livia muntah-muntah, padahal perutnya kosong. Hanya cairan bening yang keluar.Elena yang mendengar suara itu bergegas menuju kamar mandi. "Liv? Kamu kenapa?" ia mengetuk pintu dengan cemas.Livia keluar dengan wajah pucat. "Entahlah, mungkin masuk angin. Tiba-tiba saja perutku mual mencium bau telur."Elena menatapnya lekat-lekat, merasa ada yang aneh. "Sudah berapa lama kamu seperti ini?""Baru pagi ini," Livia menjawab sambil berjalan gontai menuju dapur.
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 13

"Aku hamil, El," Livia berkata, seolah masih tidak percaya. "Aku mengandung anak entah siapa." Elena menghentikan langkahnya, memutar tubuh Livia agar menghadapnya. "Dengar, Liv. Ini memang kejutan besar. Tapi kamu tidak sendirian, oke? Aku di sini. Kita akan hadapi ini bersama." Livia menatap sahabatnya dengan linangan air mata. "Apa yang harus kulakukan, El? Aku bahkan tidak kenal siapa ayahnya. Apa yang akan dikatakan orang-orang nanti?" Setelah keluar dari klinik, Elena mengantar Livia kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan, Livia hanya terdiam, tangannya gemetar memegangi perutnya yang masih rata. Tatapannya kosong menatap jalanan Jakarta yang mulai padat. Elena sesekali menggenggam tangannya, mencoba memberikan kekuatan meski ia sendiri masih terkejut dengan berita ini. "Sudah sampai," kata Elena ketika mereka tiba di basement apartemen. Livia turun dari mobil dengan langkah gontai. Tubuhnya seolah tidak bertenaga, seperti boneka yang digerakkan tanpa nyawa. Di lobi
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 14

Matahari mulai condong ke barat ketika Livia terbangun dari tidur singkatnya. Matanya sembab dan bengkak, tenggorokannya kering. Ia beranjak ke dapur untuk minum, tapi perutnya kembali mual. Tidak ada yang dimuntahkan selain cairan empedu yang pahit."Bahkan sekarang kamu menyiksaku," Livia berbisik pada perutnya. "Apa salahku sampai hidup seperti ini?"Suara kunci diputar di pintu depan mengejutkannya. Elena muncul dengan napas terengah-engah, wajahnya memancarkan kekhawatiran. Ia pasti berlari dari kantornya."Liv? Kamu baik-baik saja?" Elena langsung menghampiri Livia yang terduduk di lantai dapur.Livia mendongak, matanya sembab dan wajahnya pucat pasi. "Seperti yang kamu lihat," jawabnya lemah.Elena melirik ke meja makan, piring dan gelas masih teratur seperti pagi tadi. "Kamu belum makan seharian?" tanyanya cemas.Livia hanya menggeleng lemah."Astaga, Liv!" Elena membantunya berdiri. "Kamu harus makan, apalagi sekarang kamu—" ia tidak melanjutkan kata-katanya, takut menyinggun
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 15

Ketika Livia sedang menangis di atas kasur, ponselnya tiba-tiba berdering. Ada pesan dari Elena."Liv, aku lembur hari ini. Pulang malam. Kalau mau, kamu bisa datang ke kantorku setelah jam kerja. Ada ruang istirahat, atau naik saja ke rooftop, pemandangannya bagus. Ada taman kecil juga di atas. Kamu bisa lihat Jakarta dari sana. Mungkin bisa menghiburmu sedikit."Livia membaca pesan itu berulang kali. Ide untuk keluar dari apartemen dan menikmati udara segar terdengar begitu menggiurkan daripada harus terkungkung dalam kesedihannya.Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika Livia akhirnya memutuskan untuk pergi. Ia mengenakan cardigan tipis untuk melindungi dari angin malam, lalu melangkah keluar dari apartemen.Gedung tempat Elena bekerja hanya berjarak sekitar sepuluh menit berjalan kaki. Livia menunjukkan kartu identitasnya pada petugas keamanan dan menjelaskan bahwa ia teman Elena."Mbak Elena ada di lantai 14, sedang lembur," kata petugas itu ramah. "Tapi kalau Mbak mau ke rooftop du
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Bab 16

Masih di rooftop, ponsel Livia tiba-tiba bergetar. Nama Elena muncul pada layar."Liv? Kamu di mana?" suara Elena terdengar sedikit cemas."Aku di rooftop kantormu, El," jawab Livia sambil menghapus sisa air mata di pipinya. "Tadi aku lihat pesanmu, jadi kuputuskan untuk ke sini.""Oh, syukurlah. Mau turun ke ruanganku? Aku sudah hampir selesai, kok."Livia menatap langit malam Jakarta. "Tidak usah, El. Aku tunggu di sini saja. Pemandangannya bagus, dan ... aku butuh waktu sendirian sebentar.""Kamu baik-baik saja, kan?" terdengar keraguan dalam suara Elena."Tidak apa-apa. Kamu selesaikan saja dulu pekerjaanmu. Aku tidak mau mengganggu.""Baiklah. Aku akan ke sana setengah jam lagi, oke?""Oke," Livia mengakhiri panggilan dan kembali menatap gemerlap kota dari ketinggian.Empat puluh menit kemudian, pintu rooftop terbuka. Elena muncul dengan wajah lelah tapi tetap tersenyum hangat. Ia menghampiri Livia yang duduk di salah satu bangku kayu."Maaf ya, agak lama. Ada beberapa laporan ya
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 17

"Ayo, kita ke minimarket saja. Beli roti dan susu," Elena memapah Livia menjauh dari warung.Setelah membeli beberapa makanan ringan dan susu di minimarket terdekat, mereka melanjutkan perjalanan pulang. Sesampainya di apartemen, Livia langsung menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Wajahnya masih pucat, dan tubuhnya gemetar sedikit.Elena menyiapkan makanan di meja. Ia memanaskan sedikit tuna kaleng dan meletakkannya di mangkuk. "Liv, makanlah dulu. Paling tidak sedikit," pintanya saat Livia keluar dari kamar mandi."Aku tidak yakin bisa makan, El," Livia duduk di meja makan dengan lesu."Cobalah. Lihat wajahmu sudah pucat begitu. Kalau begini terus, nanti kamu bisa sakit dan bayimu bisa kekurangan nutrisi." Elena mendorong mangkuk tuna dan roti ke arah Livia. "Hanya beberapa roti saja."Dengan enggan, Livia mengambil sendok dan mulai menyapukan tuna ke atas roti kemudian memasukkan ke mulutnya dengan sangat perlahan. Ia mengunyah dan menelan dengan hati-hati, seolah setiap gerakan b
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Bab 18

Pagi itu, Livia bangun dengan perasaan campur aduk. Hari ini, ia akan berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya di PT Adi Jaya. Ia mengenakan seragam cleaning service-nya untuk yang terakhir kali, merapikan kerah bajunya di depan cermin. Matanya menatap pantulan dirinya yang masih tampak pucat.Seperti mimpi. Ini adalah hari terakhir setelah empat tahun bekerja di perusahaan yang mempertemukannya dengan Evan. Namun, ia tak lagi sedih seperti kemarin, sudah ada perusahaan baru yang menantinya untuk bekerja. Livia sampai di perusahaan tempatnya bekerja tepat pada waktunya. Beberapa rekan sesama cleaning service menyapanya dengan hangat, beberapa menatapnya dengan iba karena kontraknya tidak diperpanjang. Bu Marta, seperti biasa, hanya meliriknya sekilas tanpa berkata-kata."Livia, kamu dipanggil ke HRD," seorang petugas keamanan memberitahunya.Di ruang HRD, wanita berkacamata yang sama menyodorkan amplop coklat ke arahnya."Ini pesangon Mbak Livia. Silakan dihitung dulu," ucapnya dengan
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Part 19

"Nyonya Livia?" seorang perawat memanggil namanya. Livia bangkit dari duduknya, diikuti Elena. "Saya sendiri yang masuk atau—" "Temannya boleh ikut," perawat itu tersenyum ramah. Di dalam ruangan, wanita yang mengenakan jubah putih berusia sekitar 40-an menyambut mereka dengan senyuman. "Selamat pagi. Saya Dokter Maria," dokter itu memperkenalkan diri. "Jadi, Ibu Livia, ini kehamilan pertama?" Livia mengangguk gugup. "Iya, Dok." "Sudah berapa minggu?" "Saya tidak tahu pasti. Mungkin sekitar 6 minggu? Saya baru mengetahuinya sekitar satu minggu yang lalu." Dokter Maria mencatat di komputernya. "Baik, kita akan lakukan pemeriksaan fisik dulu, kemudian USG untuk memastikan usia kehamilan dan kesehatan janin." Setelah pemeriksaan fisik singkat, Livia diminta berbaring di ranjang untuk USG. Elena berdiri di sampingnya, memberikan dukungan moral. Dokter Maria mengoleskan gel dingin di perut Livia, lalu mulai menggerakkan alat USG. "Nah, ini dia," Dokter Maria menunjuk ke
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Bab 20

Senin pagi, Livia berdiri di depan cermin kamarnya, jemarinya dengan teliti mengancingkan kemeja putih yang dipinjamnya dari Elena. Kemeja itu sedikit longgar di bagian perutnya, yang mungkin akan berguna beberapa bulan ke depan, pikirnya. Ia merapikan rok hitam selutut yang sudah disetrika rapi sejak semalam. Berusaha tampil profesional di hari pertama bekerja, meskipun hanya sebagai cleaning service."Kamu bisa melakukan ini," Livia berbisik pada bayangannya sendiri, tangannya tanpa sadar mengusap perutnya yang masih rata. "Kita bisa melakukan ini."Sentuhan terakhir, Livia mengikat rambutnya menjadi sanggul rapi lalu memoleskan lipstik berwarna nude. Meskipun bekerja sebagai cleaning service, ia tidak ingin tampil sembarangan. "Liv, sudah siap?" suara Elena terdengar dari luar kamar. "Kita harus berangkat lima belas menit lagi kalau tidak mau terlambat.""Sebentar lagi!" Livia memeriksa penampilannya sekali lagi, memastikan tidak ada yang terlewat. Sempurna, setidaknya untuk stand
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more
PREV
123456
...
8
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status