Semua Bab Pesona Istri Dadakan Dokter Tedja: Bab 31 - Bab 40

40 Bab

Kecurigaan Tedja

Chapter 29 – Tanda-Tanda Masalah Setelah pesta berakhir tanpa gangguan lebih lanjut, kehidupan kembali berjalan seperti biasa di Alaric Medika. Adira dan Tedja kembali disibukkan dengan urusan pekerjaan, terutama karena banyak evaluasi yang harus dilakukan pasca acara besar peringatan hari jadi rumah sakit. Siang itu, Adira dan Tedja baru saja turun dari lantai atas setelah pertemuan dengan beberapa kepala departemen. Saat mereka berjalan menuju parkiran, mereka dikejutkan oleh pemandangan yang tidak biasa. Di sudut area parkir, Gina dan Dewi tampak tengah berdebat. Gina memegang sebuah amplop coklat besar, sementara Dewi berusaha merebutnya dengan ekspresi kesal. Tedja melirik Adira. "Bukannya itu teman kamu yang di pesta kemarin? Yang minta cariin lowongan?" Adira mengangguk. "Iya." Tedja menyipitkan mata, memperhatikan interaksi keduanya. "Dia kayaknya lagi bertengkar sama Gina." Adira mendesah kecil. "Biasa itu, Dok. Dari SMA mereka memang nggak pernah akur. Tapi mereka tet
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

Kesalahan Beruntun

Adira duduk di kursi kerjanya, jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan gelisah. Laporan tentang Dewi mulai menumpuk, dan ini bukan pertama kalinya dia menerima komplain. Masalahnya, setiap kali ada staf yang melapor, mereka selalu menyebut satu hal yang sama: Dewi menggunakan nama Adira untuk menekan orang lain. Adira menghela napas panjang. Dia ingin percaya bahwa Dewi hanya kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun, nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Akhirnya, setelah jam makan siang, Adira memutuskan untuk bicara langsung dengan Dewi. Dia menghampiri meja resepsionis di bagian front office, tempat Dewi bekerja. Wanita itu tampak asyik berbincang dengan seorang perawat, seolah tidak ada beban sama sekali. "Dewi, bisa bicara sebentar?" suara Adira terdengar tenang, tapi ada ketegasan di baliknya. Dewi menoleh, tersenyum lebar. "Tentu dong, Ra." Mereka berjalan ke ruangan kosong di dekat front office. Begitu pintu tertutup, Adira langsung menatap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

Hasutan

Tedja menatap Dewi dengan ekspresi tajam, kedua tangannya bersedekap di depan dada. Suasana di ruangan itu terasa dingin, hampir seperti udara di kamar operasi sebelum tindakan besar dilakukan. “Saya tidak bisa terus menoleransi kesalahan seperti ini, Dewi,” katanya dengan nada dingin dan tegas. Dewi, yang sedari tadi bisa berbicara banyak, kali ini benar-benar panik. Matanya sedikit berkaca-kaca saat dia meremas ujung bajunya dengan gugup. “Saya benar-benar minta maaf, Dok... Saya butuh pekerjaan ini... Saya janji tidak akan mengulangi kesalahan lagi. Mohon jangan pecat saya,” suaranya bergetar, jelas terdengar nada ketakutan. Tedja tidak langsung menjawab. Ia melirik Adira yang berdiri di sampingnya, menatap Dewi dengan ekspresi sulit diartikan. Dia tahu Adira mulai ragu. Dari ekspresinya, dia bisa melihat Adira bergumul dengan pikirannya sendiri. Entah mana yang akan dia pilih antara mengikuti perasaannya yang masih percaya pada Dewi, atau menerima fakta bahwa Dewi memang berm
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

Undangan Reuni

Dewi duduk di meja resepsionis, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme tak beraturan. Dia berusaha terlihat sibuk membaca berkas di depannya, tetapi pikirannya terus berputar pada satu hal, yaitu pemandangan yang baru saja dia lihat di rumah sakit tadi siang. Adira dan Giovanni. Mereka bercanda dengan akrab, tertawa dengan begitu alami seolah tidak ada orang lain di sekitar mereka. Giovanni bahkan menyentuh kepala Adira, membenarkan helaian rambut yang hampir masuk ke mulutnya saat tertawa. Dewi mengepalkan tangannya di bawah meja untuk menahan rasa kesalnya. Dulu, saat SMA, dia pernah melihat hal yang sama. Dewi sering memperhatikan Adira yang sedang berbicara dengan Giovanni. Mereka berdiri di dekat klinik sekolah, tampak asyik mengobrol. Giovanni saat itu adalah dokter muda yang baru mulai praktik di sekolah mereka, sementara Adira adalah murid beasiswa yang sering mengunjungi klinik karena sering begadang demi nilai sempurna. Dewi menggigit bibir. Dia bisa meliha
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

Cewek Tuh Serem Pas PMS

Pagi itu, Gina berdiri di dekat mesin absen pegawai dengan tatapan tajam. Matanya terus mengawasi setiap pegawai yang masuk, tapi fokusnya hanya pada satu orang, yakni Adira. Dia sengaja datang lebih awal demi satu tujuan: menginterogasi Adira soal kejadian semalam. Masih jelas di ingatannya bagaimana suara Tedja terdengar dari telepon. Kenapa malam-malam Tedja bisa ada di tempat Adira? Kenapa Adira terdengar begitu panik ketika ketahuan? Tapi, saat akhirnya Adira dan Tedja muncul dari dari arah parkiran, Gina langsung merasa ada sesuatu yang janggal. Tapi, saat akhirnya Adira dan Tedja muncul dari arah parkiran, Gina langsung merasa ada sesuatu yang janggal. Adira berjalan lebih cepat beberapa langkah di depan Tedja, wajahnya masam, seperti seseorang yang sedang menahan kekesalan. Gerak-geriknya kaku, bibirnya terkatup rapat, dan ada aura jengkel yang terpancar jelas darinya. Sementara itu, Tedja justru tampak sangat santai di belakangnya. Ada sedikit seringai di bibirnya, seaka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

Terabaikan

Sejak pertama kali Adira menginjakkan kaki di kantor pagi ini, suasana di sekitar berubah drastis. Para staf yang biasanya sibuk mengobrol di dekat pantry atau berkumpul di meja kerja masing-masing langsung membubarkan diri begitu melihat ekspresi Adira yang gelap. Langkahnya cepat, hak sepatunya berdetak tegas di lantai, dan raut wajahnya penuh dengan aura ‘jangan ganggu aku kalau tidak ingin mati’. Bagi yang sudah mengenal Adira cukup lama, mereka tahu ada dua hal yang bisa membuatnya segalak ini: pekerjaan yang berantakan atau sesuatu yang berhubungan dengan Tedja. Dan pagi ini, tampaknya bukan masalah pekerjaan. “Permisi, Mbak Adira...” suara seorang staf bagian keuangan bergetar saat menyerahkan dokumen laporan keuangan mingguan. Biasanya, Adira akan menerima dengan tenang, mungkin menambahkan sedikit candaan atau komentar santai. Tapi kali ini, dia hanya menatap sekilas sebelum mengambil dokumen itu dengan sedikit hentakan. “Ada yang salah dalam laporan ini?” tanya staf itu h
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-31
Baca selengkapnya

Tipu Daya Dewi

Hari reuni yang dinanti-nanti oleh teman-teman SMA Adira akhirnya tiba. Namun, seperti yang sudah direncanakan, Adira sama sekali tidak berniat untuk menghadirinya. Hari ini dia harus pergi ke luar kota bersama Dokter Tedja untuk survei lokasi klinik baru. Pagi itu, langit masih sedikit mendung ketika Adira dan Dokter Tedja sudah berada di dalam mobil. Perjalanan mereka ke Kota Y memakan waktu beberapa jam, jadi sejak awal mereka sudah bersiap untuk perjalanan panjang. Dokter Tedja yang menyetir tampak santai, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung hingga siku. Sementara Adira duduk di kursi penumpang, sibuk dengan tabletnya, mengecek kembali daftar lokasi yang akan mereka survei hari ini. "Jadi, kita langsung ke lokasi pertama begitu sampai?" tanya Dokter Tedja, membelokkan mobil keluar dari parkiran basement rumah sakit. "Iya," jawab Adira tanpa mengalihkan pandangan dari layarnya. "Saya sudah mengatur jadwalnya. Tempat pertama yang kita survei ada di area perumahan eli
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-01
Baca selengkapnya

Jebakan

Chapter XX: Undangan Makan Malam di Grand Orchid Setelah insiden beberapa waktu lalu, Dewi tampak lebih kalem. Dia tidak lagi terlalu agresif saat menyapa Giovanni, tidak sok akrab dengan staf lainnya, dan yang paling penting bagi Adira, Dewi akhirnya bekerja dengan cukup baik—atau setidaknya berusaha terlihat baik. Namun, bagi sebagian besar staf di front office, perubahan Dewi ini terasa janggal. Baru saja seminggu lalu dia membuat kesalahan fatal, tetapi sekarang dia bertingkah seolah semuanya baik-baik saja. Di area resepsionis, beberapa pegawai sedang membahas perubahan sikap Dewi. "Kamu sadar gak sih? Dewi sekarang beda banget," ujar Rina, salah satu pegawai administrasi, dengan nada berbisik. "Iya, biasanya dia langsung sok akrab tiap lihat dr. Giovanni. Sekarang, malah kalem," timpal Feri, pegawai front office lainnya. "Mungkin dia kapok gara-gara kena teguran dr. Tedja," celetuk Rina lagi. Feri menggeleng. "Ya kapok sih kapok, tapi tetep aja. Dia kan baru kerja beberap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-02
Baca selengkapnya

Reuni yang Membosankan

Restoran Grand Orchid Hotel terasa semakin sesak bagi Adira. Bukan karena udara atau jumlah tamu yang banyak, melainkan karena atmosfer di meja reuni yang semakin lama semakin tidak nyaman. Dari tadi, obrolan terus mengalir tanpa melibatkan dirinya. Mereka membahas kisah sukses masing-masing, mulai dari bisnis yang berkembang pesat, perjalanan ke luar negeri, hingga pernikahan dengan pasangan kaya raya. Semua terdengar seperti ajang pamer terselubung. Adira memilih tetap diam. Tidak ada yang ingin dia ceritakan. Kenangan SMA baginya tidak lebih dari fase hidup yang ingin dia tinggalkan—fase di mana dia harus berjuang sendiri, menghadapi bully-an, dan bertahan dari tatapan merendahkan. Satu-satunya hal baik dari masa itu adalah Gina, Dewi, dan Giovanni. Namun, kini Adira bahkan mulai ragu apakah Dewi benar-benar teman yang bisa dia percayai. Dia menarik napas panjang, berusaha mengabaikan percakapan di sekelilingnya. Rasa bosan mulai menjalar, membuatnya tanpa sadar membuka ponsel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

Rencana Kabur

Langkah Adira hampir mencapai pintu keluar ketika suara lembut namun penuh otoritas menghentikannya. "Adira?" Adira menoleh, mendapati seorang wanita paruh baya dengan senyum khasnya berdiri di dekatnya. Bu Dyah. Dari sekian banyak orang yang hadir di reuni ini, Bu Dyah adalah satu-satunya yang seharusnya bisa membuatnya merasa nyaman. Mantan wali kelasnya itu selalu terlihat lembut dan perhatian. Tapi, entah kenapa, tatapan hangatnya kini terasa mengikat, seperti jaring halus yang siap menahannya tetap di tempat. "Apa kamu sudah mau pulang?" tanya Bu Dyah dengan nada lembut, tapi ada sedikit nada keberatan di sana. Adira tetap menjaga ekspresi tenangnya. "Iya, Bu. Saya tidak bisa berlama-lama. Karena, niatnya cuma ikut makan saja." "Sayang sekali. Padahal saya ingin berbicara denganmu sebentar," ujar Bu Dyah. Dia melirik ke meja reuni di mana beberapa teman lama mereka masih sibuk mengobrol, tapi jelas memperhatikan mereka. "Kamu benar-benar tidak mau duduk sebentar lagi? Momen
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status