Home / Romansa / Pesona Istri Dadakan Dokter Tedja / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pesona Istri Dadakan Dokter Tedja: Chapter 11 - Chapter 20

40 Chapters

Gosip Sesat

Adira masih memikirkan senyum Sofia yang tadi pagi terasa begitu penuh arti. Di sisi lain, Tedja yang duduk di sebelahnya hanya cengengesan, tampak menikmati situasi yang membuat istrinya bingung. “Dok, Nenek bisa seneng banget tadi pagi kenapa, ya?” tanya Adira akhirnya, memecah keheningan di dalam mobil. Tedja menoleh sebentar, senyum tipis masih tersungging di bibirnya. “Hmm, ya, yang jelas rencana kita buat meyakinkan mereka sudah berhasil.” “Hah? Kok bisa? Semalam kan kita gak ngapa-ngapain,” Adira mengernyit, semakin bingung. “Sudahlah, nggak usah dipikirin. Kita fokus kerja aja,” sahut Tedja, mencoba mengalihkan pembicaraan sambil menyalakan radio. Dia sebetulnya bisa menebak apa penyebab neneknya bisa sesenang itu. Tapi, akan lebih menyenangkan melihat wajah Adira yang kebingungan. “Ya udah, lah,” ujar Adira menyerah. Meski bingung, ia memutuskan tidak mempermasalahkannya lebih jauh. Setibanya di kantor pusat Alaric Medika, mereka langsung kembali ke rutinitas masing-masi
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Semangat Naik, terus Turun

Cabang pusat Rumah Sakit Alaric Medika tengah diramaikan oleh gosip yang cukup menghebohkan. Dono, seorang office boy senior yang sudah lebih dari satu dekade bekerja di rumah sakit itu, tidak sengaja melihat sesuatu yang membuatnya nyaris tersedak. Ia menyaksikan Dr. Tedja, direktur utama rumah sakit, memeluk dan mencium pipi Adira, sekretaris pribadinya, di dalam ruang kerja. Kejadian itu langsung menjadi cerita panas yang menyebar cepat di kalangan karyawan, terutama karena Dono dikenal sebagai orang yang jujur dan tidak pernah menggembar-gemborkan kabar tanpa dasar. “Saya tuh nggak ngarang, lho!” Dono bersikeras saat mengobrol di pantry bersama salah seorang teknisi. “Saya lihat sendiri! Tangan saya aja sampai gemetaran, itu cangkir langsung meluncur ke lantai!” katanya dramatis. Teknisi itu membelalakkan matanya. “Seriusan, Mas? Bu Adira sama Dr. Tedja? Kayak... nggak mungkin, ya?” “Ya, saya juga nggak percaya awalnya. Tapi kan mata saya nggak minus!” jawab Dono sambil menggel
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Beli Cincin

Ruangan klinik itu tidak terlalu luas, namun bersih dan tertata rapi. Di dinding, tergantung poster-poster edukasi tentang kesehatan, seperti cara mencuci tangan yang benar dan tabel makanan bergizi. Beberapa rak kecil di sudut ruangan dipenuhi dengan obat-obatan umum. Lampu LED putih terang membuat ruangan terasa steril. Tedja berdiri di tengah ruangan dengan postur tubuh tegap, mengenakan jas hitam yang memberi aura wibawa. Matanya tajam, menatap catatan di tangannya dengan ekspresi penuh analisis. Dia berbicara dengan dokter kepala klinik menggunakan nada suara yang tegas dan langsung. Sementara itu, Adira berdiri sedikit di belakangnya, berbincang santai namun tetap profesional dengan salah satu perawat. Namun, sikap santai Adira membuat Tedja, yang sedang bad mood, tak bisa menahan diri. "Jangan lama-lama di sini," gumam Tedja pelan, melirik Adira dengan sorot mata yang mencampur rasa bosan dan kesal. Adira menoleh, sedikit bingung dengan nada Tedja, namun memilih tidak menan
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

Akibat Alergi

Tedja terlihat sangat puas dengan cincin nikahnya. Di setiap kesempatan, dia sengaja mengangkat tangan kanannya setinggi mungkin, membuat cincinnya terlihat berkilauan di bawah cahaya. Di ruang meeting, dia sengaja mengetuk-ngetukkan jari ke meja sambil berkata, “Maaf, saya pakai cincin baru, jadi belum terbiasa. Perlu penyesuaian.” Saat berjalan di koridor rumah sakit, dia pura-pura membenarkan kemejanya sambil memastikan cincin itu terlihat jelas. Beberapa karyawan rumah sakit mulai saling berbisik, “Dr. Tedja itu beneran nikah kayaknya. Auranya hari ini positif banget.” “Kemarin geger banget juga di sosmed. Kira-kira siapa ya istrinya?” Itu dia masalahnya. ada satu hal yang membuat semua usaha Tedja terasa sia-sia: tidak ada yang tahu siapa istrinya. Tedja tidak menyebutkan tangan siapa yang dia foto. Adira juga tidak pernah terlihat memakai cincin itu. Sebenarnya, Tedja sudah menyadari Adira tidak pernah memakai cincin itu, dan malam itu, di rumah mereka, Tedja akhirnya b
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Gosip Semakin Memanas

Begitu Adira sudah sedikit jauh dari lift, wajahnya berusaha tampak netral, tapi dalam hatinya, kekacauan sedang berlangsung. Jemarinya masih terasa hangat, seolah sentuhan bibir Tedja tadi tidak bisa hilang begitu saja. "Kenapa dia cium tangan?" pikirnya. "Buat apa? Pamer? Ngetes reaksi? Atau… dia cuma ngelakuin itu tanpa mikir?" Adira menggigit bibirnya pelan, mencoba menghilangkan rasa aneh yang menggelayut di dadanya. Dia tidak tahu harus seperti apa saat bertemu Tedja lagi nanti. Sialnya dia dan Tedja itu bagaikan satu paket. Kemanapun Tedja pergi, Adira yang merupakan sekretaris pribadinya akan mengikuti. Sudah begitu, mereka juga satu rumah. Selama jam kerja, Adira tetap berusaha seprofesional mungkin melakukan pekerjaannya. Namun, begitu sudah lengang, Adira mulai menjauhi Tedja. Dia terlalu malu dengan kejadian sebelumnya. Kini Adira hanya tidur di sofa sambil menonton drama dari ponsel pintarnya. Selimut biru tipis yang baru saja dia beli di toko dekat rumah sakit menjad
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Diguyur Fakta

Adira pelan-pelan mengusap wajahnya yang penuh air pel sambil menghela napas panjang. Matanya menyapu blouse-nya yang transparan, kemudian memandang Diana. Bukannya marah, dia justru tersenyum lebar—senyum yang justru membuat Diana semakin emosi. “Iri dengki kok dipelihara?” kata Adira santai. Kerumunan karyawan mulai mengumpul. Ada yang tertawa cekikikan, ada juga yang sibuk membuka aplikasi Notes untuk mencatat drama ini. Sepertinya mereka tahu, hari ini pekerjaan bisa ditunda—tapi gosip segar seperti ini? Wajib disaksikan live! “Pelihara iri dengki?!” Diana memekik, suaranya melengking hingga mengundang beberapa kepala tambahan mengintip dari lorong. “Gue gak bakal iri sama orang yang cuma bisa main jalan pintas! Dasar murahan!” Adira menghela napas lagi. Dalam hati, dia benar-benar kagum dengan stamina Diana. Orang ini benar-benar punya energi untuk bikin drama di jam kerja. “Udahlah. Gak penting banget,” ujar Adira kemudian. Dia berusaha pergi dari sana, tapi tiba-tiba Dia
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Kedekatan Mereka

Setelah Gina keluar dari toilet dan mendengar kabar tentang Adira yang dibully, dia langsung merasa bersalah karena tidak menyadari apa yang terjadi lebih awal. Tanpa pikir panjang, dia melangkah cepat menuju ruang Direktur Utama, tempat Tedja dan Adira berada. Pintu diketuk dengan sedikit tergesa, lalu Gina masuk begitu saja tanpa menunggu jawaban. Namun, langkahnya terhenti di ambang pintu. Pemandangan di dalam membuatnya mengerutkan kening. Adira duduk di sofa dengan wajah sedikit merah, sementara Tedja terlihat memalingkan wajah seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu. Ada keheningan aneh di ruangan itu, seolah mereka baru saja melakukan sesuatu yang... mencurigakan. “Ehm...” Gina mengangkat alis. “Aku ganggu sesuatu, ya?” Adira cepat-cepat melambaikan tangan, “Nggak! Nggak kok, Gin. Kita cuma lagi diskusi biasa.” Tedja mengangguk kaku. “Iya. Diskusi kerjaan.” Mata Gina menyipit penuh kecurigaan. Tapi dia memutuskan untuk tidak menggali lebih jauh. Dia duduk di sofa
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Cincin Baru

Adira memiringkan kepala, menatap kilauan cincin yang ditunjukkan pegawai toko emas di depannya. Desainnya elegan dan klasik, dengan detail yang tampak lebih mahal dari cincin sebelumnya. “Dok, ini buat apa ya?” tanyanya pelan. Sepulang dari rumah sakit tadi Tedja tidak langsung menuju penthouse, malah mengajaknya ke mall. Tidak tahunya malah dibawa ke toko emas. “Buat ganti yang kemarin. Ini cincin kawin kita yang baru,” jawab Tedja. Sekali lagi Adira bertanya, “Seiusan?” Tedja mengangguk santai, menyilangkan kedua tangannya di dada. “Ya, dong. Aku pesan ini khusus. Hypoallergenic juga, biar aman buat kamu. Gimana? Suka, kan?” Adira menghela napas panjang. “Tapi, Dok... yang lama kan masih bagus. Saya juga nggak masalah sama cincin itu.” Tedja menatap Adira dengan ekspresi serius yang agak berlebihan. “Masalahnya, aku masalah. Yang lama itu cuma jadiin kalung. Masa aku kasih kamu cincin kawin buat digantung di leher? Mana dikantongin pula.” Adira terkekeh, tapi tetap mencoba
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Gina yang Kepo

Kerumunan yang tadinya penuh dengan suara bisik-bisik mendadak hening. Semua perhatian kini tertuju pada Tedja, yang berdiri dengan santai tapi penuh karisma di tengah hiruk-pikuk. Troli belanja di depannya tidak mengurangi aura wibawanya sebagai seorang direktur utama rumah sakit besar. “Sejak kapan saya menikahi kamu, Zia?” ulang Tedja, kali ini dengan nada yang lebih rendah tapi penuh tekanan. Zia tampak salah tingkah. Wajahnya yang biasanya tenang kini berubah menjadi pucat. “Mas Tedja... maksudku, ini hanya salah paham. Aku tidak—” Para penonton mulai terpecah menjadi beberapa kubu. Ada yang menyimpulkan kalau Adira tidak bersalah, tapi ada juga yang masih menganggap kalau zia berada di pihak yang benar. Tetapi, mereka setuju pada satu hal yang sama, yaitu bahwa Diana terlalu gegabah. Diana masih berdiri mematung di tempat, sementara Zia perlahan mundur sambil menenangkan diri. Tedja, tanpa banyak bicara, langsung menarik tangan Adira, mengisyaratkan agar mereka segera menin
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Jadi FYP

Malam itu, Tedja dan Adira memutuskan untuk memesan makanan dari G-Food. Setelah hari yang penuh drama, mereka terlalu lelah untuk masak dulu. Adira yang mengambil alih aplikasi di ponselnya, langsung memesan makanan. Tapi, di tengah rasa lelah dan buru-buru, Adira malah memilih metode pembayaran COD alih-alih G-Pay. Karena itu, Adira harus turun ke bawah untuk membayar. Dan diluar dugaan, Tedja malah mengikutinya ke bawah. Gara-gara itu, sesuatu mungkin akan terjadi pada mereka. “Kamu sih, jadi capek kan saya,” keluh Tedja. “Siapa pula yang nyuruh dokter ikutan turun?” balas Adira. Ketika makanan mereka akhirnya ditangan, Adira dengan sigap membukanya dan mulai makan dengan santai. Dia menggulung rambutnya ke belakang, lalu menikmati makanan dengan nyaman. Tedja memandangnya sejenak sebelum akhirnya memulai makannya juga. Adira mengambil ponselnya, membuka aplikasi TokTok untuk menghibur diri. Tapi, baru beberapa detik dia menonton, wajahnya langsung berubah. Matanya membesar, d
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status