All Chapters of Kusembunyikan Identitas dari Mertua: Chapter 51 - Chapter 60

69 Chapters

Kebiasaan Unik

Rosa tertawa kecil lagi, kali ini dengan sedikit lebih banyak energi. "Thanks, Mas. Tapi jangan lupa kasih kecapnya yang banyak, ya. Sama kerupuknya yang kriuk banget."Hasan mengangkat kedua alisnya. "Siap, Bu. Ada tambahan lagi? Es teh manis, mungkin?"Rosa mengangguk. "Iya, es teh manis juga, Mas. Tapi teh nya jangan terlalu manis. Dan kalau bisa, pakai jeruk nipis."Hasan pura-pura menghela napas panjang. "Wah, istriku ini ternyata pelanggan yang perfeksionis. Tapi oke, siap dilaksanakan."Rosa tersenyum lega sambil kembali menyandarkan tubuhnya ke bantal. Hasan pun bergegas ke dapur untuk menyiapkan bubur ayam yang diminta istrinya. Selama di dapur, ia mencari cara sederhana untuk membuat bubur ayam dengan bahan yang tersedia. Meski tidak ahli, Hasan mencoba sebisa mungkin memenuhi keinginan Rosa.Sementara itu, Rosa kembali merenung di kamar. Ia tersenyum kecil, memikirkan betapa beruntungnya ia memiliki suami seperti Hasan yang begitu pengertian. Meski sederhana, perhatian Hasa
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Kabar Pria Yang Kemaluannya Hampir Putus

Hasan sedang berdiri di depan pintu, rapi dengan kemeja biru muda yang digosok sempurna. Tas kerjanya tergantung di bahu, dan ia sedang memakai jam tangan ketika Rosa tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Mas, nggak usah ke kantor, dong," rengek Rosa, suaranya lembut namun manja. Hasan tertawa kecil, lalu menolehkan kepala untuk melihat istrinya. "Sayang, aku kan harus kerja. Kalau nggak, nanti semua kacau." Rosa melepaskan pelukannya perlahan dan berjalan menghadap Hasan. Tangannya menyilang di depan dada, ekspresinya cemberut seperti anak kecil yang tidak mendapatkan permen. "Kerja dari rumah aja, Mas. Perusahaan ini punya Papah juga. Kalau ada apa-apa, kan bisa telpon-telponan." Hasan menggeleng sambil tersenyum. "Rosa, aku bos, iya. Tapi tetap harus kelihatan di kantor. Kalau nggak, nanti anak buahku bilang aku cuma duduk-duduk dan numpang nama mertuaku." Rosa menatap suaminya dengan mata bulat besar, berusaha mengeluarkan jurus andalan: tatapan penuh permohonan. "Tapi aku
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Belas Kasihan

"Bu ...," suara Farid terdengar lirih. Bu Wati tak sadar bila di mata pria itu terdapat genangan air yang siap membasahi wajahnya yang terlihat tampan, tapi itu dulu, jauh sebelum hidupnya dilanda musibah. "Apa! Mau apa lagi kamu? Kerjaanmu tiap hari nyusahin ibu saja! kalo nggak berak, kencing, berak, kencing, itu-itu aja tiap hari!" omel bu Wati seraya membersihkan tempat tidur Farid yang terkena kotorannya tadi. Pria itu tak jadi berkata, ucapan ibunya sungguh menusuk hati, seperti cakaran kucing pada luka yang belum kering. "Kalau tau nasibmu bakal begini, tak sudi ibu melahirkan kamu!" Degh! Hati Farid semakin mencelos mendengar hinaan demi hinaan yang dilontarkan oleh ibu kandungnya itu. Dulu, sewaktu berjaya, dirinyalah yang selalu disanjung-sanjung dan jadi kebanggaan sang bunda. Namun, kata bangga dan penuh pujian itu, kini tak lagi ia terdengar. Sekarang, setiap hari hanya caci dan maki yang selalu ia dapatkan. "Maaf, Bu," lirihnya pelan, bahkan semut saja tak dapat men
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Hak Asuh

Pak Lurah menarik napas panjang, lalu meletakkan tangannya di bahu Bu Wati yang terlihat semakin tua karena masalah yang tiada habisnya. "Baiklah, Nak Farid. Kalau begitu, saya tidak akan memaksa. Tapi ingat, hidup ini masih panjang. Jangan sia-siakan kesempatan untuk memperbaiki semuanya," katanya pelan.Pak Lurah melangkah pergi, diikuti oleh Bu Wati yang menunduk lesu. Setelah menutup pintu, Bu Wati menghela napas panjang, matanya berair menatap lantai. "Ya Allah, sampai kapan ini semua akan selesai?" gumamnya.Farid yang masih duduk di kursi roda memandangi pemandangan di luar jendela. Sebuah kenangan menyelinap masuk ke dalam pikirannya, tentang hari-hari penuh tawa bersama Chika, dan istrinya yang kini mendekam di penjara. Sebuah foto dengan senyum bahagia yang tergantung di dinding seakan mengolok-oloknya."Kalau aku tidak begini ... apa mereka masih akan ada di sini?" bisiknya dengan suara serak.Namun, sebelum pikirannya tenggelam lebih dalam, suara langkah kaki Bu Wati terde
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

Takkan kubiarkan mulut busuk kalian terus menghinaku!

Semakin lama orang yang masuk dari pintu belakang itu semakin mendekat, mendekat, dan akhirnya terlihat juga batang hidungnya. "Mbak Nanik! Ngapain masuk dari pintu belakang? Kayak maling aja!" seru Farid yang tadi sedikit panik. Ia kira mengira ada penyusup yang ingin membobol rumahnya, meski di saat siang hari begini. "Mana ada maling cantik," sahut wanita itu sambil celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu. "Mana ibumu? Tadi saya nggak salah lihat, 'kan? Hasan keluar dari mobil mewah? " tanyanya pelan sambil berbisik. Jiwa kepo bin julidnya itu masih saja bertebaran. Farid yang suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja sebab berita yang dibawa Hasan tadi sangat memukul mentalnya pun berlalu begitu saja tanpa mengidahkan seribu pertanyaan dari Mbak Nanik. "Eh, tunggu, Farid. Saya tanya, ibumu mana?" ulang Mbak Nanik lagi. Namun, Farid hanya diam dan tangannya terus memutar roda lalu masuk ke kamarnya. "Ihh, dasar! Sudah cacat masih saja belagu." Wanita itu pun berja
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

Siapa Dia?

lMalam mulai larut. Lampu di ruang tamu rumah Bu Wati masih menyala, sementara Farid terduduk diam di kursi rodanya, menatap keluar jendela kamarnya. Hatinya berkecamuk, penuh dengan rasa putus asa dan rasa sakit yang sudah lama ia pendam. Luka akibat insiden itu semakin parah, tapi rasa malu dan gengsi membuatnya terus menolak pergi ke rumah sakit.“Farid, makan dulu, Nak,” suara lembut ibunya terdengar dari balik pintu.Farid hanya menghela napas. “Taruh saja di meja, Bu. Nanti aku makan.”Bu Wati mendekat, membawa nampan berisi sup hangat dan segelas air putih. Ia duduk di kursi kecil dekat tempat tidur Farid, memandang anak sulungnya dengan penuh kekhawatiran. “Farid, sampai kapan kamu mau seperti ini? Ibu nggak tega lihat kamu menahan sakit terus-terusan.”Farid mengalihkan pandangannya. “Aku baik-baik saja, Bu.”“Baik-baik saja? Luka itu makin parah, Farid! Bau busuknya saja sudah menyebar! Kamu pikir Ibu nggak tahu?” Nada suara Bu Wati meninggi, matanya mulai berkaca-kaca.Fari
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Lalu, bagaimana dengan Tiara?

Mia melangkah masuk dengan tenang, mengenakan seragam suster berwarna putih. Wajahnya masih seperti dulu—lembut, tenang, dan penuh kehangatan. Hanya saja, kini ada kedewasaan yang membuatnya tampak semakin anggun. Pandangan matanya bertemu dengan Farid, dan untuk beberapa detik, ruangan itu terasa hening.“Mia...,” suara Farid terdengar serak, seperti berbisik.Mia tersenyum tipis, mendekat sambil membawa clipboard di tangannya. “Halo, Farid. Lama tidak bertemu,” ucapnya dengan nada lembut.Bu Wati yang duduk di sisi Farid menatap keduanya dengan bingung. Ia kemudian melirik Hasan, yang tampak terkejut namun berusaha menjaga sikapnya. Hasan berdehem pelan untuk memecah keheningan.“Kamu kenal Mia, Bang?” tanya Hasan, meski dari nada suaranya, ia sudah tahu jawabannya.Farid tidak segera menjawab. Hanya pandangannya yang tak lepas dari Mia, seolah memastikan bahwa sosok di depannya benar-benar nyata. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan. “Ya, kami... pernah saling kenal.”Mia te
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Semua Harus Bahagia

Farid dan Mia menikmati keheningan sore itu di taman rumah sakit. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan, menciptakan irama alam yang menenangkan. Di sekeliling mereka, pasien lain juga menikmati waktu di luar, ada yang berjalan perlahan dibantu tongkat, ada pula yang duduk dengan kerabat mereka, berbagi cerita. Tapi bagi Farid, dunia seakan menyempit. Yang ada hanya dirinya dan Mia. Setiap kata yang Mia ucapkan tadi terus terngiang di kepala Farid. "Aku masih mencintaimu." Ia merasa dadanya penuh, seolah dihimpit antara kebahagiaan dan keraguan. Bagaimana mungkin Mia, yang dulu meninggalkannya tanpa jejak, kini kembali menawarkan cinta? Namun, ada sesuatu dalam cara Mia berbicara—kejujuran, penyesalan, dan ketulusan—yang membuatnya sulit untuk mengabaikan perasaannya. “Aku senang kamu tidak langsung menolak,” Mia memecah keheningan. Suaranya lembut, nyaris seperti bisikan. “Aku tahu ini semua pasti berat untukmu, Farid. Tapi aku di sini, siap menunggu sampai kamu siap.” Farid me
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Dua Wajah Mia

Malam itu, gerimis menyambut Mia yang baru saja pulang dari rumah sakit. Seragam susternya sudah kusut, dan rambutnya yang biasanya rapi kini sedikit berantakan. Ia berjalan cepat memasuki rumah kecilnya, melepaskan sepatu tanpa melihat ke arah suaminya yang duduk di sofa dengan tatapan penuh emosi.“Kenapa kau terlambat lagi?” suara Marco menggema, tajam seperti pisau yang siap menikam.Mia menghela napas panjang. Ia tahu pertanyaan itu bukan soal keterlambatannya, melainkan kemarahan Marco atas rencana mereka yang menurutnya berjalan terlalu lambat.“Aku harus lembur,” jawab Mia tanpa emosi, meletakkan tasnya di atas meja kecil.“Lembur? Atau kau terlalu sibuk menjaga si bego itu?” Marco bangkit dari sofa, melangkah mendekat dengan wajah menahan amarah. “Kau habiskan waktumu untuk Farid, tapi aku tidak melihat hasil apa pun, Mia! Sudah berapa lama kita bermain-main dengan ini?”Mia mendongak, menatap Marco dengan mata tajam. “Ini tidak sesederhana itu, Marco. Kalau kita bergerak ter
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Benar-benar licik

Pagi ini, Mia kembali ke rumah sakit dengan langkah yang ringan namun penuh perhitungan. Ia sudah menyiapkan segala strategi dalam pikirannya. Hari ini, ia akan mengambil langkah besar menuju target utamanya—Hasan.Mia tahu Hasan sering mengunjungi kakaknya, Farid, di rumah sakit setiap minggu. Sebagai seorang pengusaha sukses, Hasan selalu tampil rapi dengan jas mahal dan aura percaya diri. Namun, di balik senyumnya yang ramah, Mia tahu pria itu punya kelemahan, ego yang besar dan mudah dipuaskan dengan pujian.Di Ruang Pasien, Farid tersenyum lemah ketika Mia masuk ke kamar dengan membawa sarapan. “Mia, kau selalu memperlakukan aku seperti raja,” katanya, dengan suara serak.Mia tersenyum lembut. “Aku hanya ingin kau cepat pulih, Farid. Kau sudah terlalu lama di sini.”Farid mengangguk pelan, lalu tampak ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, “Hari ini Hasan bilang dia akan datang. Apa kau sempat bertemu dengannya?”Mia pura-pura terkejut. “Oh, Hasan akan datang? Aku tidak tahu.” I
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more
PREV
1234567
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status