All Chapters of Kusembunyikan Identitas dari Mertua: Chapter 41 - Chapter 50

57 Chapters

Awas Kamu, Mas!

"Sayang, kamu ngapain di atas pohon?" Hasan setengah berteriak, matanya membelalak melihat istrinya yang dengan gesit memanjat pohon jambu air itu."Mau ambil jambu, Mas! Kelihatan segar banget, aku ngidam jambu ini dari kemarin!" Rosa menjawab santai, tangan mungilnya sudah sibuk memetik satu per satu buah jambu merah yang menggoda itu."Sayang, turun! Kamu lupa kamu lagi hamil, ya?" Hasan mulai panik, takut sesuatu yang buruk terjadi. Ia bergegas ke bawah pohon untuk berjaga-jaga kalau istrinya terpeleset."Tenang aja, Mas. Aku hati-hati kok." Rosa tertawa kecil, sama sekali tak terganggu dengan kekhawatiran suaminya. Ia malah duduk santai di salah satu dahan, memakan jambu segar itu langsung dari pohonnya. "Mas, mau coba? Manis banget!" Rosa melambaikan tangan, menawarkan jambu yang baru saja dipetiknya."Ya Allah, Rosa! Kamu bikin aku deg-degan!" Hasan mendongak, tangannya refleks terentang, bersiap menangkap istrinya kalau-kalau ia terpeleset. "Turun sekarang, atau aku panggil se
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Ngidammu Absurd, Sayang!

Hari-hari setelah "jalan-jalan" keliling komplek, Hasan mulai menyadari perubahan kecil pada Rosa. Kalau sebelumnya Rosa suka bercanda, sekarang tingkahnya makin sulit ditebak. Bahkan, Hasan sampai bingung bagaimana menghadapi permintaan istrinya yang kadang terdengar absurd.Pagi ini, Hasan baru saja selesai menyiapkan sarapan. Ia melihat Rosa duduk di meja makan dengan wajah cemberut."Sayang, kenapa cemberut pagi-pagi begini? Sarapan dulu, aku udah bikinin roti isi keju favorit kamu," kata Hasan sambil meletakkan piring di depan istrinya.Rosa melirik roti itu sekilas, lalu mendorongnya menjauh. "Nggak mau, Mas. Aku lagi nggak pengen makan itu."Hasan mengerutkan dahi. "Terus, kamu pengen makan apa, Sayang? Bilang aja, nanti aku carikan."Rosa memandang Hasan dengan tatapan penuh harap. "Aku pengen makan semangka, Mas.""Semangka? Oke, gampang. Nanti aku ke pasar beli semangka.""Bukan semangka biasa, Mas. Aku pengen semangka yang bentuknya kotak."Hasan langsung terdiam. "Semangka
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Kodok Imut

Pagi ini, Hasan duduk di ruang tamu sambil membaca koran. Suasana rumah terasa tenang, tapi ia tahu ini tidak akan bertahan lama, dan benar saja, dari dapur terdengar suara Rosa memanggilnya dengan nada ceria."Mas! Mas Hasan!"Hasan melipat koran dan berjalan ke dapur, menemukan Rosa berdiri di depan lemari es sambil memegang sesuatu. "Ada apa lagi, Sayang? Kok manggilnya semangat banget?"Rosa memutar tubuhnya, memperlihatkan toples besar berisi acar. "Mas, aku punya ide bagus!"Hasan mengerutkan kening. "Ide apa lagi, Sayang? Jangan bilang ini soal ngidam lagi."Rosa tersenyum lebar. "Iya, Mas. Tapi kali ini sederhana kok. Aku cuma pengen makan acar ini bareng es krim."Hasan melongo. "Acar sama es krim? Astaga, Sayang. Itu kombinasi makanan atau eksperimen laboratorium?"Rosa terkikik kecil. "Eksperimen makanan lah, Mas. Ayo, temenin aku beli es krim sekarang!"Hasan menggeleng sambil tertawa. "Oke, baiklah. Tapi kalau nanti perut kamu bermasalah, jangan salahkan aku, ya."Tak lam
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Ada Apa?

Hasan menaikkan alis, meletakkan bukunya di meja samping tempat tidur. "Tentang apa, Sayang? Ada yang mengganggu pikiranmu?"Rosa menggeleng pelan. "Enggak, Mas. Aku cuma ... merasa bersyukur aja.""Kenapa tiba-tiba bersyukur? Kan kamu sudah punya aku," candanya sambil terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana.Rosa tersenyum, lalu duduk bersila di atas tempat tidur. Ia menatap Hasan dengan serius, membuat lelaki itu ikut duduk, merasa perlu mendengar dengan lebih fokus."Mas, kamu tahu nggak? Dari semua yang aku miliki sekarang, kamu adalah hadiah terbaik yang pernah Allah kasih buat aku," ucap Rosa dengan suara pelan tapi penuh kejujuran.Hasan tertegun, tidak menyangka istrinya akan mengatakan hal seperti itu. "Sayang, kok ngomongnya serius banget? Kamu lagi kenapa?""Aku cuma mau bilang ... aku benar-benar bahagia bisa hidup sama kamu, Mas," lanjut Rosa sambil tersenyum. "Aku tahu aku sering bikin kamu capek, permintaanku kadang nggak masuk akal. Tapi kamu selalu sabar, selalu ad
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Mencekam

Hasan baru saja berdiri dari tempat tidur, tangannya meraih jaket yang tergantung di kursi dekat meja. Wajahnya tampak serius, lebih serius dari biasanya."Sayang, aku harus pergi. Ini penting," katanya tergesa, sambil berusaha mengenakan jaketnya.Rosa yang masih bersandar di tempat tidur segera bangkit. "Mas! Mau kemana? Sekarang sudah hampir jam sebelas malam!" serunya, nada cemas mulai terdengar dalam suaranya."Di kantor ada masalah besar. Tadi Pak Iwan telepon. Kalau dia sampai menghubungi jam segini, pasti ini urusan mendesak," jawab Hasan sambil melangkah ke pintu.Rosa buru-buru turun dari tempat tidur, menghampiri suaminya, dan berdiri di depannya. "Tunggu, Mas! Ini aneh!""Aneh gimana, Sayang? Masalah kantor itu bisa terjadi kapan saja," balas Hasan dengan nada yang mencoba menenangkan."Tapi ini malam, Mas! Siapa yang masih di kantor jam segini? Apalagi Pak Iwan! Bukannya dia biasanya juga pulang lebih awal?" Rosa menatap Hasan dengan mata yang penuh kekhawatiran.Hasan te
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Makhluk Apa Mereka, Mas?

Hasan berdiri terpaku di depan pintu. Pak Iwan berdiri di sana, mengenakan jas hujan hitam yang basah kuyup, meskipun di luar tidak ada hujan. Wajahnya pucat, dan matanya... ada sesuatu yang salah dengan matanya. Mata itu kosong, seperti tidak memandang apa pun, meskipun ia jelas-jelas menatap ke arah Hasan."Iwan?" Hasan akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar.Rosa berdiri beberapa langkah di belakang Hasan, tangannya gemetar memegangi sudut baju suaminya. "Mas, tutup pintunya," bisiknya, nadanya hampir tak terdengar.Namun, Hasan tidak bergerak. Ia terlalu terkejut melihat keadaan Pak Iwan yang tampak tidak seperti biasanya. Wajah lelaki paruh baya itu bukan hanya pucat, tetapi juga penuh dengan guratan lelah dan ... ketakutan?"Pak Hasan ...," suara Pak Iwan terdengar berat, seperti sedang menahan sesuatu. "Tolong ... jangan biarkan mereka masuk."Hasan mengerutkan dahi. "Mereka? Siapa, Wan? Maksud kamu apa?"Pak Iwan tidak menjawab. Sebaliknya, ia melangkah maju, tubuhnya h
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Mas, Bagaimana ini?

Hasan menggenggam erat tangan Rosa, bersiap untuk membuka pagar belakang dan berlari sejauh mungkin dari segala keanehan ini. Tapi tiba-tiba, Rosa menghentikan langkahnya."Mas! Chika!" Rosa berseru dengan napas tertahan, matanya melebar penuh rasa panik.Hasan berhenti mendadak, berbalik menatap Rosa dengan bingung. "Apa maksudmu, Sayang?!""Chika masih di kamar atas! Kita nggak bisa ninggalin dia, Mas!" Rosa hampir menangis. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah dan cemas.Hasan mematung. Dalam ketakutan yang melanda, ia sampai lupa bahwa keponakannya yang masih kecil itu sedang tertidur lelap di kamar. Ia menelan ludah, mencoba menenangkan diri, meskipun situasi di luar kendali."Baik. Kita ambil Chika sekarang," ujar Hasan tegas. "Tapi kita harus cepat. Apa pun itu, mereka mungkin sudah tahu kita ada di sini."Hasan menarik tangan Rosa, membimbingnya kembali masuk ke rumah melalui pintu belakang. Mereka melangkah perlahan, berusaha tidak membuat suara, meskipun jantung mereka berdegup k
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Ternyata Hanya

"HASAN! CHIKA! LARI!" Rosa menjerit histeris sambil meronta-ronta di sudut kegelapan malam. Sosok-sosok hitam itu semakin mendekat, mengepung mereka bertiga tanpa memberi ruang sedikit pun untuk melarikan diri. Cahaya terang menyilaukan perlahan menyelimuti seluruh ruangan, seperti sedang menunggu untuk menelan mereka. Rosa menggigil, tubuhnya terasa beku, keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Chika memeluknya erat, menangis tersedu-sedu di balik punggungnya. Hasan berdiri di depan mereka, melindungi dengan tubuhnya yang gemetar."Rosa, aku di sini! Aku akan melindungimu! Jangan takut!" Hasan berteriak lantang, suaranya serak oleh rasa takut yang ia coba sembunyikan. Namun, dalam hati, ia tahu dirinya juga tak berdaya. Sosok-sosok itu semakin dekat, suara napas berat mereka mengisi udara, membuat Rosa merasa seperti dicekik.Cahaya itu semakin terang, kini hampir menyentuh kaki Hasan. "HASAN, JANGAN BIARKAN KAMI SENDIRI!" Rosa menjerit lagi, namun kali ini suaranya terdengar
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Seperti Sedang Diawasi

Tok... Tok... Tok...Hasan membuka pintu kamar perlahan, napasnya tertahan. Apa pun yang ada di balik pintu ini, ia harus siap. Ternyata, saat pintu terbuka, berdiri seorang wanita yang ia kenal baik—Bi Sumi, asisten rumah tangga mereka. Wajah Bi Sumi pucat, matanya merah dan basah seperti habis menangis. Ia terlihat gelisah, menggenggam erat tas kecil di tangannya."Bi Sumi?" Hasan memecah keheningan. "Ada apa malam-malam begini?"Bi Sumi mengangguk pelan sambil menunduk. "Maaf, Pak Hasan, saya mengganggu malam-malam begini. Tapi saya baru saja mendapat kabar dari kampung... Ibu saya meninggal dunia." Suaranya bergetar, hampir terisak. "Saya harus pulang malam ini juga. Maaf kalau ini mendadak."Hasan terkejut. Wajahnya berubah dari tegang menjadi penuh simpati. "Astaghfirullah... Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Bi, saya turut berduka cita. Tentu, Bi, silakan pulang. Saya akan bantu pesan kendaraan."Mendengar suara Hasan yang penuh empati, Rosa yang penasaran dengan apa yang ter
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Jadi Chef Dadakan

Hasan menghela napas panjang, lalu menarik Rosa kembali ke dalam rumah. "Mungkin kamu masih terpengaruh mimpi buruk tadi, Sayang. Sudahlah, kita masuk. Besok pagi pasti semuanya terasa lebih baik."Meski Rosa mengangguk, ia tidak bisa sepenuhnya menghilangkan rasa ganjil yang melingkupinya. Ia melirik ke arah pintu sekali lagi sebelum akhirnya masuk, bertanya-tanya apakah malam ini benar-benar sudah selesai.***Rosa menatap langit-langit kamar setelah Hasan membawanya masuk. Rasa gelisah masih menghantui pikirannya. Mimpi buruk tadi terlalu nyata, seakan-akan ia benar-benar mengalami setiap detiknya. Namun, Hasan berusaha menenangkannya."Rosa, coba tarik napas dalam-dalam," ujar Hasan sambil mengusap lembut punggung istrinya. "Apa pun yang tadi kamu rasakan, itu cuma efek mimpi. Kita di sini aman, semuanya baik-baik saja."Rosa mengangguk kecil, mencoba meyakinkan dirinya bahwa Hasan benar. Tapi rasa berat di dadanya masih ada. Sejenak ia duduk di tepi ranjang, memandangi Hasan yang
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status