Semua Bab Terjerat Cinta Suami Pengganti: Bab 141 - Bab 150

184 Bab

BAB 141

Zara duduk di tepi tempat tidur, tangannya memeluk bantal dengan gelisah. Malam semakin larut, tetapi Rian belum juga pulang. Sesekali ia melirik ponselnya, berharap ada pesan atau panggilan dari suaminya. Namun, layar tetap sepi.Zara menggigit bibirnya, menahan keinginan untuk menelepon. Ia tidak ingin terlihat seperti istri yang posesif atau merepotkan, tapi hatinya bergejolak. Akhirnya, ia mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Rian.Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum akhirnya terputus begitu saja. Tidak diangkat.Zara menatap layar dengan napas tertahan. Jantungnya berdebar semakin cepat. Apakah Rian benar-benar sibuk, atau dia sengaja mengabaikan panggilannya?Perasaan tidak tenang itu semakin membebani dadanya. Dengan perlahan, ia meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur dan meraih segelas air. Namun, bahkan setelah meneguknya, kegelisahannya tidak berkurang.Perutnya mulai terasa sedikit berat, mungkin karena stres atau kelelahan. Ia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-14
Baca selengkapnya

BAB 142

Di tempat lain, di sebuah restoran mewah dengan lampu temaram, Siska memutar gelas anggurnya perlahan. Senyum tipis menghiasi bibirnya saat ia menatap layar ponselnya.Pesan yang baru ia kirim masih belum terbaca, tapi ia tidak tergesa-gesa. Cepat atau lambat, Zara pasti akan melihatnya.Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, menikmati suasana restoran yang elegan. Seorang pria di seberangnya, seorang rekan bisnisnya, memperhatikan ekspresinya dengan rasa ingin tahu.“Kamu terlihat puas. Apa ada kabar baik?” tanyanya, sambil menyesap anggurnya.Siska tertawa kecil. “Bisa dibilang begitu. Aku baru saja menanam benih kecil yang akan segera tumbuh menjadi badai.”Pria itu mengangkat alis, penasaran. “Badai untuk siapa?”Siska meletakkan ponselnya di meja dan menyilangkan kakinya anggun. “Untuk seseorang yang dulu berani meremehkan aku. Aku ingin melihat bagaimana istrinya bereaksi setelah membaca pesan itu.”Pria itu tersenyum samar. “Kamu masih bermain perma
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

BAB 143

Nadin Wijaya duduk di ruang kerjanya yang luas, merenung dengan ekspresi dingin di wajahnya. Di depan meja, sebuah dokumen terbuka menampilkan perencanaan dan strategi yang telah ia susun."Rian Hendrawan," Nadin menggumamkan nama itu dengan penuh minat.Tahun-tahun yang lalu, perusahaan keluarga Wijaya hampir bangkrut akibat keputusan Tuan Arman yang tak bijak. Dalam keputusan yang melibatkan banyak pihak, Nadin merasa bahwa keluarganya dijebak, dan kerugian yang ditanggungnya menyebabkan banyak kerusakan.Pada saat itu, Rian terlalu sibuk dengan ambisi dan perusahaannya sendiri, tanpa memperhatikan dampak dari keputusan yang ayahnya buat pada orang lain. Baginya, itu adalah titik balik yang memperjelas betapa tak berhatinya Rian. Pernah mendengar kata "balas dendam itu manis"? Bagi Nadin, ini bukan hanya soal balas dendam. Ini adalah tentang membuat Rian merasakan kekalahan yang sama dengan yang telah ia derita.Ketika seorang pelayan memberitahu bahwa Siska L
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-15
Baca selengkapnya

BAB 144

Zara menatap layar ponsel Rian cukup lama sebelum akhirnya menghela napas dan meletakkannya kembali ke meja. Ia merasa bersalah karena diam-diam mencoba memeriksa pesan suaminya, tapi rasa gelisah di hatinya tidak kunjung mereda.Ia kembali berbaring di sisi Rian, memejamkan mata, tetapi bayangan mimpi buruk tadi masih menghantuinya. Suara wanita itu, cara Rian perlahan menghilang dalam mimpinya, semuanya terasa seperti pertanda buruk.Namun, ia tidak bisa langsung menuduh suaminya.Zara menarik napas dalam dan berusaha memejamkan mata lagi.Saat Zara bangun, Rian sudah tidak ada di sisinya. Ia menatap jam di nakas, baru pukul enam pagi. Masih terlalu pagi bagi Rian untuk berangkat ke kantor.Dengan perlahan, ia bangkit dan berjalan keluar kamar. Dari arah dapur, terdengar suara piring dan gelas beradu pelan.“Rian?” panggil Zara, masih sedikit mengantuk.Saat ia sampai di dapur, ia melihat Rian sedang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya. Pria itu menoleh
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

BAB 145

Zara mencoba mengalihkan pikirannya dari kegelisahan tentang Rian. Ia menatap Lena yang masih sibuk mengaduk kopinya dengan ekspresi serius. Mendadak, senyum tipis muncul di bibirnya.“Kamu dan Sandi akhir-akhir ini sering bersama, ya?” tanya Zara, mencoba menggoda.Lena yang tengah menyesap kopi nyaris tersedak. “Apa?”Zara tertawa kecil. “Jangan pura-pura, aku melihatnya, Len. Kalian tampak cocok.”Lena mendengus pelan, lalu meletakkan cangkirnya. “Kami hanya berteman.”“Oh ya?” Zara menautkan alisnya, jelas tidak percaya.Lena menghela napas panjang. “Serius, Zara. Aku dan Sandi hanya teman. Dia memang menyenangkan, dan… mungkin sedikit perhatian. Tapi bukan berarti ada sesuatu di antara kami.”Zara menyipitkan mata. “Tapi kamu menyukainya, kan?”Lena terdiam sesaat sebelum akhirnya mendesah pelan. “Aku tidak tahu, Zar. Dia baik, tapi aku ragu dia melihatku lebih dari sekadar teman. Dia terlalu sibuk sejak bekerja di kantor Rian.”Zara tersenyu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-16
Baca selengkapnya

BAB 146

Di kantor Rian, suasana terasa tegang. Rian duduk di mejanya, memeriksa laporan-laporan terbaru. Matanya yang tajam meneliti setiap angka dan detail, namun pikirannya tetap teralihkan oleh pertemuan Siska dengan Wijaya Group yang baru saja ia dengar dari beberapa sumber."Siska kembali?" tanya Rian kepada asistennya, Sandi, yang baru saja masuk ke ruangannya.Sandi mengangguk. "Ya, Pak. Dia baru saja mengunjungi Wijaya Group. Ternyata, dia kembali dengan membawa tawaran investasi besar untuk proyek properti."Rian memandang Sandi dengan tajam. "Dan kamu yakin dia datang dengan niat yang bersih?"Sandi ragu-ragu. "Saya tidak tahu, Pak. Ada banyak rumor beredar bahwa dia punya agenda pribadi, tapi sejauh ini dia tetap tampil profesional."Rian mengerutkan kening, gelisah. "Aku tidak suka ini, Sandi. Terlalu banyak hal yang tidak aku tahu tentang Siska. Tapi jika dia benar-benar serius dengan tawarannya, kita tidak bisa menutup mata begitu saja."Sandi menganggu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya

BAB 147

Setelah Zara pergi, Rian menarik napas dalam dan menatap Siska dengan dingin."Apa maumu, Siska?" tanyanya tanpa basa-basi.Siska tersenyum samar, meletakkan mapnya di meja. "Santai, Rian. Aku hanya ingin kerja sama bisnis, tidak lebih.""Kamu yakin itu saja?" Rian menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya tajam mengamati mantan tunangannya itu.Siska mengangkat bahu. "Aku sudah melupakan masa lalu. Lagipula, bisnis adalah bisnis. Hendrawan Group dan perusahaanku bisa saling menguntungkan."Rian tidak langsung percaya. "Kenapa sekarang? Kenapa bukan sejak dulu?"Siska tersenyum tipis. "Kesempatan yang tepat baru datang sekarang."Rian mengetuk jari-jarinya di dalam saku celana, berpikir. Ia tahu Siska bukan tipe wanita yang melakukan sesuatu tanpa tujuan tersembunyi."Ikuti aku ke ruang meeting," kata Rian, berjalan lebih dulu.Di dalam ruang rapat, Rian, CEO Hendrawan Group, duduk di belakang meja besar, memandangi Siska dengan tatapan yang penuh p
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-17
Baca selengkapnya

BAB 148

Setelah pertemuan dengan Siska selesai, Rian kembali ke ruangannya. Kepalanya dipenuhi berbagai pikiran yang bercampur aduk. Kembalinya Siska setelah bertahun-tahun bukanlah hal yang bisa dianggap sepele, dan Rian tahu ada sesuatu yang lebih dari sekadar urusan bisnis.Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang lebih membuatnya gelisah, Zara.Ia membuka pintu ruangannya dan menemukan istrinya duduk di sofa, tangannya mengelus perut yang semakin membesar. Zara tampak tenang, tetapi Rian mengenalnya terlalu baik untuk tertipu. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya."Sayang?" suara Rian lembut saat ia melangkah masuk.Zara mengangkat wajahnya, menatap Rian dengan mata penuh pertanyaan. "Sudah selesai?"Rian mengangguk, lalu duduk di samping Zara. Tangannya langsung menyentuh perut istrinya dengan hati-hati. "Kamu baik-baik saja?"Zara menatapnya sejenak sebelum menghela napas. "Aku tidak tahu. Mungkin aku hanya sedikit lelah."Rian mengernyit. "Seharusnya kamu tidak terlalu memaksakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

BAB 149

Zara merapikan tasnya dan bersiap untuk pulang. Kehamilannya membuatnya cepat lelah, dan setelah hari yang panjang di kantor, ia ingin segera beristirahat.“Aku pulang dulu,” katanya, menatap Rian yang masih duduk di belakang mejanya.Rian mengangkat kepala dari dokumen yang sedang dibacanya. Ekspresinya sejenak melunak saat melihat Zara. “Aku masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Biar Sandi yang mengantarmu.”Zara menatap suaminya, berharap ia akan berubah pikiran dan mengantarnya sendiri, tetapi ia tahu Rian terlalu sibuk. Ia menahan napas dan mengangguk.“Baiklah.”Rian menekan interkom di mejanya. “Sandi, masuk.”Tak lama kemudian, Sandi muncul di ambang pintu. “Ya, Pak?”“Antarkan Zara pulang. Pastikan dia sampai dengan selamat.”Sandi mengangguk. “Baik, Pak.”Zara melirik Rian sekali lagi, mencoba membaca pikirannya. Ia ingin bertanya apakah Rian benar-benar tidak akan menemaninya pulang, tapi ia memilih diam.“Aku pergi dulu,” katanya pelan.Rian bangkit dari kursinya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-18
Baca selengkapnya

BAB 150

Rian menyesap kopinya sambil menatap dokumen di hadapannya. Di seberang meja, Nadin duduk dengan elegan, mengenakan blazer putih yang membalut tubuhnya dengan sempurna.Wanita itu tampak percaya diri, dan senyumannya selalu hadir di sela-sela pembicaraan mereka."Aku sudah meninjau kembali proposal ini," ujar Nadin, mendorong dokumen ke arah Rian. "Jika kita ingin proyek ini berjalan lancar, kita harus segera mengambil keputusan."Rian mengangguk pelan, membuka lembar demi lembar dokumen itu. "Aku akan mendiskusikannya dengan timku dulu."Nadin tersenyum. "Aku yakin kamu akan mengambil keputusan yang tepat."Rian menghela napas, menutup dokumen itu perlahan. "Aku tidak bisa memutuskan sendiri. Jika ingin menjalin kerja sama dengan Hendrawan Group, semua harus melalui pertimbangan matang."Nadin menopang dagunya dengan satu tangan, matanya berbinar. "Aku mengerti, Rian. Tapi aku percaya padamu. Kamu bukan tipe orang yang mengambil keputusan tanpa berpikir panjang."Ada nada menggoda da
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
19
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status