All Chapters of Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon): Chapter 41 - Chapter 50

82 Chapters

41. Bukan Marah hanya Kesal

"Itu ide bagus, kamu kerja di sini dan aku kerja di sana. Apa boleh begitu?" Tatapan tajam itu membuat Damar tersenyum. Wajah kesal Jenar sungguh menggemaskan. Padahal tadi dia turun dari mobil dan menuntut jawaban, sekarang dia malah bermanja-manja di pangkuan suaminya. Jenar hanya kesal, tuduhan tidak mendasar itu membuat Damar melarangnya dekat dengan teman laki-lakinya. Hanya berteman saja tidak boleh. Itu semua karena Sheila, menjadikan Damar yang baik dan perhatian menjadi sosok yang keras dan tidak percaya pada pasangannya. Dia melarang tanpa alasan yang logis. Namun, dia bersikap seperti ini karena takut kehilangan Jenar. Hatinya sudah merasa nyaman pada wanita pilihan orang tuanya, sikapnya memang suka membuat kesal, namun manja Jenar sangat disukai. Itu artinya isterinya memang menyukainya. "Lihat saja besok Mbak Wulan akan memarahimu. Aku adukan besok, kalau Mas sudah membuatku menangis." "Adukan saja, paling juga aku tidak ingin bertemu denganmu setelahnya." "Jahat sek
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

42. Peliharaan Baru

Jenar sedang duduk di samping Damar yang bicara dengan beberapa rekannya. Di bawah meja, dia menarik tangan Damar dan memainkan jarinya. Hanya obrolan ringan memang, tapi sejak tadi belum selesai juga. Seperti sedang melakukan sidang, dan Jenar sudah sangat bosan. Apalagi obrolan laki-laki apa serunya."Sepertinya isterimu sudah bosan," sahut salah satu rekannya.Jenar langsung memasang wajah sedih, karena memang dia sedang bosan. "Sepertinya jajan akan mengurangi rasa bosanmu," bisik suaminya lirih."Apa aku ini anak kecil yang sedang disogok? Tapi sini uangnya, aku jajan saja kalau begitu. Jajan dengan uang suami itu jauh lebih menyenangkan dari pada uang sendiri."Damar hanya menghela nafas dengan menggeleng pelan. "Takut kurang, Mas." Jenar mengambil dompet yang dipegang ketika suaminya akan mengambilkan uang.Dengan perasaan senang, Jenar berjalan pergi ke warung yang tidak jauh dari tempat suaminya bertemu di rumah temannya yang satu komplek juga. Matanya sudah berbinar melihat
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

43. Membantu Bersiap Satgas

"Kenapa tidak bilang sejak tadi, aku jadi malu. Kesannya jahat sekali diriku." Sesampainya di rumah dinas Damar, mereka mulai membahas niat Damar membeli burung itu. Dengan tatapan merasa bersalah, Jenar menatap sang suami. "Tidak enak mau beri uang cuma-cuma, jadi ya aku beli saja peliharaannya. Nanti aku akan berikan pada Pak Danki karena dia suka koleksi burung, kalau kamu tidak suka." "Tugasku bertambah karenamu burung, tapi cantik juga ya." Mata Jenar menatap burung cantik itu dalam sangkar. Namun, dia juga kesal karena suaminya tidak bilang lebih dulu. "Kalau mau di tambah lagi saja biar ada temannya," sahut Damar. Seketika tatapan tajam itu mengarah pada sang suami. "Ya, sekalian nanti pelihara kucing, kelinci, angsa, bebek, semua saja. Biar aku yang urus." Dia melenggos kesal ketika sang suami tersenyum tipis. "Jangan begitu dong sayang. Kamu besok tidak bertemu denganku, awas kangen, apalagi di sana jarang sinyal. Ingat jika aku tidak langsung menjawab telepon atau memb
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

44. Rindu dan Khawatir

"Aku hanya 3 hari saja, bukan 3 tahun. Kenapa malah menangis?" "Masalahnya 3 hari juga acara kita, hatiku gelisah dan takut." Jenar dibuat menangis karena hatinya gelisah ketika suaminya akan pergi tugas. Walau hanya beberapa hari saja, jarak yang dia tempuh sangat jauh, belum lagi acara pernikahan mereka yang sudah dekat. Ini juga pertama kalinya untuk Jenar di tinggal tugas, biasanya mereka akan bertemu walau dengan kesibukan masing-masing. Belum lagi acara pernikahan mereka yang akan diadakan, menambah rasa khawatir Jenar. "Takut apa sayang? Aku hanya mengecek Prajurit di sana, dan bertemu pemimpin kelompok, tidak sampai pergi kepelosok." Damar coba untuk membujuk Jenar yang merasa khawatir. Bagaimana pun tugas tetap di jalankan, mau sepenting apa acara mereka, pengabdian pada Negara yang harus dijunjung tinggi sebagai abdi negera. "Mas seperti gampang sekali bicara seperti itu. Ini pertama kali untukku, jadi aku gelisah," gerutu Jenar dengan air mata yang menangis. "Baiklah,
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

45. Pakaian Dinas Diranjang

Benar saja, ketika masuk rumah, orang yang sejak tadi di tunggu akhirnya menghubungi tanpa rasa bersalah. "Maafkan aku karena baru bisa menghubungimu, aku baru menyelesaikan tugasku untuk hari ini. Bagaimana harimu, apa sudah merasa rindu?" tanya seseorang dari balik sambungan telepon. Suaranya begitu candu, sejak berangkat suaranya begitu dirindukan. "Masih di tanya. Ya, iya—" Tangisnya pecah begitu mendengar suara sang suami. Pertama kalinya dia ditinggal tugas ketika perasaannya begitu mencintai. "Jangan menangis lagi, nanti kamu akan dianggap Mbak Kunti kalau terdengar menangis di rumah sendiri," goda Damar. "Biarkan saja, eh ... ngomong-ngomong barang apa saja yang mau di bawa, biar Mas langsung ke Jakarta setelah dari sana." Coba mengalihkan obrolan, dia tak ingin merasa sedih ketika sudah mendengar suara suaminya. Apalagi besok dia harus pulang, dan mempersiapkan pernikahan tanpa suaminya. "Beberapa pakaian saja, pilihkan untukku. Jangan banyak-banyak karena di ru
last updateLast Updated : 2025-02-09
Read more

46. Menanti Kabar.

Meski tidak ada acara besar, tapi tetap saja di rumah Jenar repot. Ada beberapa saudara yang datang untuk membantu memasak. Suasana menjadi rame, namun tidak dengan hati Jenar. Seharian kemarin Damar tidak ada kabar, pagi ini dia yang berharap pesannya di balas terus menatap layar ponsel. Walau malam setelah sampai dia menonton konser, tapi seperti ada yang kurang. "Kau memang harus membiasakan diri untuk situasi seperti ini Jenar. Suamimu Abdi Negara, apa yang kau pilih, itu yang kamu harus jalani. Ya, kau harus tanamkan hal itu di hatimu." Jenar coba menenangkan diri, mungkin memang benar, seorang wanita yang menikah dengan Abdi Negera, dia hanya bisa memiliki cintanya, tidak dengan raganya. "Tapi ini bikin sesak di dada menunggu kabarnya," renggek Jenar yang masih saja tidak bisa merubah pikirannya agar tetap tenang. Bagaimana bisa tenang, ketika acara sudah di depan mata, namun suaminya tak memberi kabar. Jenar sampai sore kemarin di Jakarta, dan pagi ini dia hanya bermalas-ma
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

47. Gelisah dihari Pernikahan

"Memangnya siapa dia, Mbak?" "Mantan istri Mas Damar. Ngomong-ngomong bagaimana bisa dia tau alamat rumahku." Jenar yang merasa aneh coba melihat karangan bunga seperti apa yang dia kirimkan. Apa karangan bunga duka. Tertulis happy wedding di bunga karangan itu, namun apa maksudnya mengirimkan bunga itu ketika dia juga yang memberikan luka dan trauma pada Damar. Belum lagi karena dia, Jenar menjadi korban dari Damar yang berpikir kalau wanita itu sama buruknya seperti Sheila. Saat ingin memgambil foto untuk mengirimkan pada Damar, seseorang memeluknya dari belakang. "Jeje—" Panggilan itu membuat Jenar tersenyum bahagia. "Kau datang juga, aku pikir kau tidak mau datang ke pernikahan temanmu ini. Aku merindukanmu." Jenar memeluk erat sahabatnya yang baru datang dari Medan. Karena karir, mereka terpisahkan, apalagi sahabatnya itu sudah memiliki pasangan. "Maafkan aku, menjadi ibu hamil itu repot, tapi untung perjalanan ke sini lancar. Keponakanmu yang ada di sini tidak merepotka
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

48. Yang Ditunggu Datang?

"Kau membuat semua orang panik karena menunggu kabarmu. Bagaimana bisa kau tidak memberi kabar pada kita." Pria tampan berlesung pipi disebelah kiri itu terlihat batang hidungnya. Sesampai di rumah, dia segera bersiap sambil mendengarkan omelal Wulan yang terus mencari kabar karena istri pria itu sampai tidak nafsu makan karena hilang kabar. "Ponselku mati, dan cuaca buruk membuat sinyal dan listrik mati. Lalu bagaimana aku bisa menghubungi kalian." "Kau hampir membuat anak orang mati karena gelisah. Jenar terus menangis sejak semalam, dia ingin tau kabarmu. Sekarang hubungi dia, dan buat dia tenang." Damar sampai pagi ini dengan rasa bersalah sudah membuat Jenar dan keluarga mereka berdua gelisah. Dia seperti ditelan bumi, tidak ada kabar karena kendala cuaca. "Tidak, setelah ini aku juga bertemu dengannya. Sebaiknya kita berangkat sekarang." "Damar—" "Sudahlah, kalian malah berdebat. Kita sudah ditunggu di sana sekarang," ujar Ibu Damar. Wulan membantu adiknya bersiap dengan
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

49. Pingsan Dihari H

Setelah siap, Damar coba mengucapkan ikrar pernikahan dengan satu tarikan nafas. Meski gugup, tapi dia dengan lantang mengucapkannya hingga kata Sah! keluar dari mulut para saksi. Doa mereka panjatkan agar pernikahan mempelai bisa bahagia selamanya. Pendekatan setelah menikah agama, membuat mereka dekat dan menemukan perasaan satu sama lain. "Silahkan bawa mempelai wanitanya kemari dan bertemu suaminya," pinta penghulu. Dibantu sepupu dan sahabat Jenar, pengantin wanita berjalan keluar dengan riasan yang menambah kecantikannya. Damar saja sampai terpesona dengan kecantikan Jenar yang mengenakan pakaian pengantin warna putih, sederhana tapi terlihat elegan. "Akhirnya kalian sah menurut agama dan negara. Selamat untuk kalian, padahal tadi sudah panik kalau gagal ya, Mbak Jenar? Sekarang suaminya sudah berada di samping, bisa gas saja." Penghulu malah membuat candaan didepan mereka dan para tamu. Jenar hanya tersenyum akan godaan penghulu itu, bukan karena apa, dia merasa kepalan
last updateLast Updated : 2025-02-10
Read more

50. Masih Adakah Rasa?

"Makan sedikit saja, nanti istirahat lagi." Jenar menggeleng pelan, dia enggan untuk makan karena perutnya terasa mual. Damar sedang membujuk karena setelah sadar malah demamnya tinggi. "Lain kali jangan sampai tidak makan. Kamu tau bagaimana pekerjaanku, kamu baca dengan baik surat kesanggupan, dan bagaimana kamu harus menjadi isteri seorang Prajurit. Aku bukan ingin membuatmu tersiksa, ketika kamu mulai terbiasa akan tidak ada kabar dariku, bahkan kondisi terburukku, kamu harus terima itu. Semua memiliki resiko, dan menjadi pendamping Abdi Negara harus siap untuk itu. Aku mohon agar kamu bisa mengerti itu, sayang. Jangan sakit karena aku, maaf jika aku tidak memberimu kabar sebelumnya." "Aku tidak menyalahkan dirimu, Mas, aku tau dengan pilihanku. Hanya aku saja yang tidak bisa berhenti khawatir padamu ketika berharap kabar. Aku akan berusaha untuk itu, menjadi istri seorang Abdi Negera," tutur Jenar lirih, namun masih terdengar. "Sekarang sebaiknya buka mulut dan makan. Tid
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status