Semua Bab Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon): Bab 51 - Bab 60

82 Bab

51. Tidak Nafsu!

"Mas!" Panggilan Jenar membuat suaminya menoleh. "Kenapa masih di sini. Mas pasti juga lelah, ayo tidur." Ajakan Jenar tidak dia tolak, dia berjalan ke arah Jenar yang sedang di depan kamarnya. Damar mencium kening istrinya dan melingkarkan tangan ke pinggang. "Kenapa bangun, masih terlalu malam. Kembali tidur," ujar Damar. "Aku mencari, Mas, jadi—" Belum menyelesaikan ucapannya, Damar menggendong tubuh istrinya ke kamar. "Apa kamu membawa baju dinas yang waktu itu?" tanya Damar, dia ingat saja tentang kado isterinya dia sembunyikan di lemari. "Tidak, untuk apa?" Jenar yang masih digendongan suaminya balik bertanya dengan wajah memerah karena malu. "Hanya bertanya saja. Lagian kondisi kamu sedang tidak sehat. Tertunda kalau begitu," ujar Damar. Jenar yang geli menyembunyikan wajahnya pada lekuk lehet suaminya. "Kenapa kamu tersenyum?" tanya Damar. "Tidak, aku merasa malu saja. Apa aku akan Mas gendong seperti ini terus? Turunkan aku, kita tidur. Aku ingin berbaring samb
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Baca selengkapnya

52. Ponsel Damar

Jenar menatap sosok pria tampan berlesung pipi di sebelah kirinya masih terpejam. Senyum mengembang ketika mengingat pria seperti apa dia, walau tegas dan keras, namun sikapnya penuh perhatian. Entah sudah berapa lama dia terus menatap suaminya, tanpa ingin membangunkan. Dia merasa beruntung bisa menjadi pendampingnya. "Selamat pagi, sayang," sapaan Jenar terlontar ketika pemilik mata indah itu mulai terbuka walau hanya sebentar karena dia pejamkan lagi. Senyum Damar tersungging tipis. "Pagi, jam berapa sekarang?" Suara beratnya itu membuat terdengar berwibawa dan bikin candu. "Masih terlalu pagi, Mas lanjut tidur saja. Aku akan siapkan sarapan untukmu." Jenar yang ingin turun dari tempat tidur urung karena Damar menarik lengannya hingga jatuh menindih tubuh kekarnya. "Temani dulu, nanti saja membuat sarapannya. Aku masih ingin bersamamu." Dengan posisi yang sama, Damar memeluk tubuh Jenar yang senang ketika sudah mencium bau tubuh suaminya. "Sudah tidak demam?" tanyanya. "Tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

53. Kiriman Misterius

"Tidak, memangnya kenapa?" "Ti–dak, hanya bertanya saja." Matanya fokus pada ponsel dan segera menghapus tanpa ingin membalas pesan yang masuk. Dia tidak mau nantinya akan menjadi masalah untuk hubungan mereka. "Mas, mau coba?" Damar langsung membalikan layar ponselnya ketika sang istri tiba-tiba di sampingnya sambil membawakan kue buatannya dan juga secangkir kopi. "Apa ini kue ... apa ya, aku lupa namanya tapi aku pernah makan. Ini kenapa kuning dan ungu, kok tidak sama?" Jenar sengaja membuat yang original dengan bungku daun, tak banyak. "Yang daun ini original, yang ini ubi dan jagung, coba rasakan." Senyumnya merekah ketika menawarkan kue yang dibuat. Namun, sesaat kemudian luntur karena sang suami menatap aneh. "Kenapa? Apa Mas ragu untuk makan? Gini-gini juga jago bikin kue, coba dulu kemudian komentar," ujar Jenar. Damar menyuapkan satu sendok kecil ke mulutnya yang rasa ubi ungu. Jenar menunggu jawaban dari mulut suaminya setelah mencoba kue buatannya. "Kok begini ras
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

54. Memikirkan Pesan Semalam

"Mas banyak diam, ada apa? Apa merasa tidak enak badan?" Setelah dari makam, mereka berdua langsung ke rumah Anggi, Ibu Damar. Dan sejak dari rumah Jenar, suaminya itu banyak diam. Hanya fokus pada jalanan saja. "Tidak, aku coba mengingat sesuatu. Tempat untuk berlibur kita, enaknya ke mana ya? Mumpung aku libur panjang." "Bolehkah ke Jogya saja, Mas. Aku ingin melihat Sendratari Ramayana di Prambanan, bisakah, Mas? Semalam saja, tidak usah lama-lama." "Yasudah, lusa kita pergi. Nanti sekalian pulang ke Solo, tidak apa-apa kan? Hari ini aku ada janji dengan temanku, boleh aku pergi?" "Apa akan beli burung untuk koleksi lagi, Mas?" Tatapannya sudah tajam, dan coba mengingatkan apa yang suaminya lakukan ketika bertemu temannya. "Tidak, ini sahabat karibku. Ada yang ingin aku bicarakan dengannya. Hanya sebentar saja, urusan laki-laki, janji tidak akan lama." "Pergilah, aku juga ingin pergi bersama Mbak Wulan kalau jadi. Katanya Zio ingin jalan-jalan ke Mall." "Yang penting hati-h
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

55. Tertangkap Basah

Selesai bersiap, seperti rencana mereka pergi ke Mall dengan Rumi dalam gendongan Jenar. Dia rindu dengan gadis kecil itu karena hampir 1 bulan tidak bertemu. "Zio, mau beli apa? Beli yang dibutuhkan saja, Nak, jangan asal ambil." Putra sulung Wulan itu sedang memilih mainan yang dia incar beberapa waktu ini. "Kata Tante mumpung uang Om, tidak apa-apa mau beli apa saja," jawab Zio. "Iya, tapi tetap saja, ambil yang paling suka, jangan diambil semua begitu." "Biarkan saja, Mbak," ucap Jenar. "Aku tidak membiasakan anakku mendapatkan apa yang dia inginkan dengan mudah, biar tidak kebiasaan nantinya. Daripada gede nya tantrum, dan membuat nangis orang tuanya ketika apa yang dia minta tidak terkabul." "Benar juga, Mbak. Semoga jadi anak yang pintar ya, Zio." Setelah membayar dan mendapatkan apa yang mereka cari, mereka masuk ke tempat makan Jepang. Di sana Rumi sudah terlelap dan dibaringkan di kursi samping ibunya yang menikmati makan siang. Anggi tidak ingin ikut, karena bilang s
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

56. Mulai Berbohong?

"Jaga itu mulut! Jangan mancing emosi orang saja!""Lucu sekali dirimu, kau yang mulai kau yang menuduh orang lain.""Sini kau!" Sheila yang tidak terima di sebut pelacur sudah bersiap akan memukul Jenar. Seorang pria memegang Sheila agar tidak sampai melukai Jenar.Damar sendiri menghalangi Jenar yang akan dipukul oleh Sheila, dia begitu marah karena ucapan Jenar. "Bawa isterimu pergi, biar aku yang urus dia."Mendengar teman laki-laki Damar mengatakan itu, dengan segera juga Jenar dibawa pergi. Meski mulutnya sudah tidak lagi bicara, tapi sorot matanya masih menantang Sheila. "Ini yang di sebut bertemu teman? Apa begitu Mas?" Jenar menghempaskan tangan Damar yang menariknya keluar dan bicara di dekat pembatas Mall yang mengarah ke lantai bawa."Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, aku memang bertemu dengan—""Memangnya apa yang aku pikirkan, Mas? Sebaiknya aku pulang." Kembali Jenar menyibakkan tangan suami dan berjalan menemui Wulan.Tak ingin peduli dengan penjelasan Damar, dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

57. Meluapkan Kekesalan

"Mas tetap di sini atau pulang bersamaku?" Dalam perjalanan pulang, Damar yang sejak tadi berusaha menjelaskan tidak dipedulikan apapun oleh Jenar. Dia hanya diam sambil menangis. Dia sungguh marah pada suaminya dengan diam seribu bahasa. "Kalau memang tidak percaya, aku bisa temui temanku itu biar menjelaskan apa yang mau kamu pikirkan itu." "Untuk apa, Mas? Baru semalam aku bilang padamu, dan sekarang Mas sudah bersikap seperti ini. Jika belum bisa melupakan wanita seperti dia dan ingin kembali padanya, sudah saja pergi sana. Aku tidak mau suamiku berbohong meski itu tidak sengaja. Apalagi dia tadi dengan tak tau malu bicara seakan dirinya benar. Aku sungguh ingin menjambak rambutnya saja." Jenar meluapkan kekesalannya pada Damar yang mengira istrinya akan marah besar atau mencaci-maki, nyatanya dia kesal saat tidak bisa menjambak Sheila. "Kalau di sana tadi tidak banyak orang, aku sudah buat wajahnya itu baret dengan kuku ku. Aku tidak peduli Mas mau marah padaku sekarang karen
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

58. Mandi Berdua?

"Akh! Kenapa kau malah menginjak kakiku!" "Kata orang jawa, kalau diinjak kakinya sama orang yang lagi hamil tanpa diminta bisa cepat nyusul. Biar kau nyusul, bisa hamil secepatnya. Benar tidak, Pak Letnan?" Damar hanya menjawab dengan senyuman, dia sedang bicara dengan suami sahabat Jenar. "Kak, bagaimana menikah dengan orang jawa seperti dia, apa dia tidak banyak mereporkanmu?" tanya Jenar. "Tidak, hanya dia menangis beberapa hari karena kata dia dimarahi terus, padahal cara bicara keluarga kita memang seperti ini." "Kan sekarang tidak lagi, sudah terbiasa. Dan beruntungnya aku mendapatkan mertua super baik. Beliau seperti sahabatku sendiri." "Apa tidak repot kalau naik pesawat? Apalagi dengan perut yang besar?" tanya Damar. "Tidak, Pak, hanya mudah lelah saja. Semuanya aman. Oh ya, maaf ya kita ke sini malah merepotkan kalian. Lain waktu main ke sana, atau nanti pas lahiran kalian pergi berdua ke sana. Mau ya?" tanyanya pada Jenar. "Bagaimana nanti. Kita usahakan bisa, kau t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

59. Olahraga Di Ranjang

"Katakan jika ragu." Damar lebih dekat hingga deru nafasnya bisa Jenar rasakan. Matanya sudah terpejam dan tak lama Jenar bisa mulai menikmati setiap sentuhan yang suaminya berikan. "Mas—" Rintihan lirih itu tidak membuat pria tampan yang sedang mencari kenikmatan tidak ingin menghentikan kegiatannya. Dia terus saja memberikan sentuhan sampai Jenar yang awalnya takut, dia mulai mau menerima sentuhan dari suaminya. "Akan terasa sedikit sakit, tapi setelahnya tidak. Apa kamu sungguh ingin melakukannya, sayang?" Dengan posisi menatap isterinya, dia coba bicara, takut jika apa yang akan dilakukan menjadi trauma untuk isterinya. "Aku milikmu, Mas, kapan lagi kita akan melakukannya jika tidak sekarang. Bukankah kamu akan membantuku agar tidak merasa takut?" Sorot matanya memang tidak bisa berbohong, tapi dia tidak bisa jika terus membiarkan Damar menunggu. Dia sudah menjadi isterinya yang sah sejak beberapa waktu lalu, jika sekarang dia masih takut, bukankah itu artinya Jenar bel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

60. Kado untuk Menantu

"Mama menganggu waktu kalian ya, maafkan Mama ya?" Rambut Jenar yang masih basah seperti tanda jika Susi tau mereka selesai melakukan kegiatan apa. Damar yang berjalan ke arah mereka hanya diam, karena rambutnya belum sepenuhnya kering karena ingin segera keluar. "Kalian makan dulu saja, setelah makan, Mama butuh bicara dengan Damar," tutur Susi. "Memangnya ada apa, Ma, aku masih belum lapar, makan nanti saja, katakan sekarang." "Gak ada apa-apa sih, cuma mau kasih hadiah untuk kalian berdua. Mama mau bertanya apa cutimu panjang?" tanya wanita paruh baya itu. "Lumayan, aku libur 5 hari, ada apa memangnya, Ma?" "Mama belikan tiket liburan untuk kalian, Mama ragu karena takut mengganggu tugas kerjamu. Kalau hanya 5 hari, buat bulan selanjutnya saja ya. Terserah kalian mau liburan ke mana," ucap Susi. "Kenapa repot-repot, Ma. Tidak perlu memberikan hadiah seperti ini, doakan saja agar kita segera mendapatkan momongan, itu sudah cukup untuk kita. Apalagi melihat Mama sehat, sudah m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status