Saat matahari mulai merayap naik, Saira sudah rapi dengan kemeja putih beraksen brokat dan celana panjang senada. Meski berusaha tampil sempurna, nyatanya sapuan bedak tebal tak mampu menutupi bekas tangis semalam yang tetap kentara di wajahnya.Di dapur, denting panci dan piring menjadi latar suasana pagi itu. Saira membantu Bi Surti menyusun sarapan, berusaha mengalihkan pikirannya dari kekosongan hatinya. Namun, ketenangan itu pecah oleh bunyi bel rumah yang nyaring, berkali-kali.“Siapa yang datang sepagi ini?” gumam Saira, alisnya berkerut tipis. Namun, sebelum sempat melangkah, Bi Surti sudah lebih sigap. “Biar saya saja, Bu,” ujarnya sambil bergegas ke pintu.Saira kembali ke pekerjaannya, rasa penasaran mulai mengusik. Samar-samar, ia mendengar percakapan singkat di depan pintu sebelum Bi Surti kembali dengan sebuah kantong kain merah muda di tangannya.“Siapa yang datang, Bi? Apa itu?” tanya Saira, pandangannya tertuju pada benda tersebut. “Mbak Indira, Bu. Mengantar beka
Last Updated : 2025-01-06 Read more