Semua Bab Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah: Bab 11 - Bab 20

34 Bab

Bab 11

Saira melirik layar ponsel di tangan suaminya. Terpampang foto sebuah kotak bekal yang tergeletak di jalan depan rumah mereka—kotak makan milik Indira, wanita yang pagi tadi dengan percaya diri mengantarkan makanan untuk Cakra.Saira sudah menduga, Indira pasti mengadu."Tadi pagi Indira ke sini antar bekal. Tapi kenapa kamu nggak kasih ke aku dan malah kamu buang?" Suara Cakra menggelegar, memenuhi ruangan. Matanya menyala seperti kobaran api.Alih-alih gentar, Saira tersenyum miring. Ada kepahitan di balik tatapannya. "Kesal karena bekal dari wanita kesayanganmu dibuang begitu saja?""Jawab pertanyaanku!" bentak Cakra lagi.Saira menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosi. Ia bersedekap, menatap Cakra tajam. "Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-08
Baca selengkapnya

Bab 12

Saira menggenggam erat kunci mobil di tangannya, sorot matanya penuh kecurigaan. “Tengah malam begini, kamu mau ke mana?”Cakra, yang tampak tergesa-gesa, menghela napas pelan, berusaha tenang. Namun, tidak ada penjelasan yang keluar dari bibirnya. Melihat hal itu, Saira menebak jika tujuan Cakra bukanlah karena urusan kantor.“Indira tiba-tiba demam. Aku harus antar dia ke rumah sakit,” akhirnya, pria itu menyatakan niatnya.Mata Saira membelalak, keterkejutan itu hanya sesaat sebelum berganti dengan tatapan tajam.“Ini sudah tengah malam, dan kamu, seorang pria beristri, mau datang ke rumah wanita lain? Pakai mobilku pula?”Cakra menarik napas panjang, jelas menahan emosinya. “Mobil
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-10
Baca selengkapnya

Bab 13

Bi Surti, yang sedang membereskan baju, berhenti sejenak dan menoleh ke arah Cakra. Dengan langkah pelan dan kepala sedikit menunduk, ia mendekat. Wajahnya tampak ragu, seolah mencari keberanian untuk berbicara."Bi, saya nggak mau tanya dua kali," suara Cakra terdengar tenang tetapi penuh peringatan.“Ah, itu..., Ibu menyeduh obat ini setiap malam, Pak,” jawab Bi Surti akhirnya, dengan suara lirih.Kening Cakra berkerut. Tatapan matanya tajam mengarah ke tumpukan obat-obatan itu. Bau menyengat yang sering tercium dari kamar Saira setiap malam kembali terlintas di pikirannya.Jadi, semua obat-obatan ini penyebabnya ....“Lalu kenapa ada bungkus-bungkus kosong yang disimpan di sini?” tanyanya, kali ini nadanya lebih datar, namun penuh selidik.Bi Surti menarik napas perlahan, matanya menatap Cakra dengan cemas. “Karena Nyonya Besar selalu menghitung bungkusnya, Pak. Beliau ingin memastikan Bu Saira menghabiskan obatnya. Jadi, bungkus ini sengaja saya simpan supaya Nyonya Besar tidak mar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-12
Baca selengkapnya

Bab 14

"Em... kayaknya informasi ini nggak terlalu penting buat kamu," ucap Sekar, tersenyum penuh arti.Saira menyipitkan mata, alisnya terangkat curiga. "Kalau nggak penting, kenapa kamu bahas? Jangan setengah-setengah dong!"Sekar menyeringai, memamerkan deretan giginya yang rapi. Ia menggaruk pelipisnya yang jelas-jelas nggak gatal. "Yakin mau tahu?" tanyanya, menatap Saira dalam.Saira mengangguk mantap. "Cepat bilang!"Sekar melirik kanan-kiri, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Saira. Suaranya mengecil, seperti menyimpan rahasia besar. "Katanya, pemilik yayasan baru itu masih muda dan... belum menikah."Harapan di mata Saira langsung pudar. Ia mendecak kesal, lalu menoyor kepala Sekar tanpa ragu."Aduh!" Sekar meringis sambil tertawa."Serius? Aku pikir kabar penting, ternyata cuma gosip!" gerutu Saira. Ia berharap ada informasi yang lebih berfaedah daripada rumor seperti itu."Kan sudah dibilang nggak penting, kamu yang maksa tahu!" Sekar cengengesan, lalu menepuk pundak Saira pela
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 15

Saat Saira sampai di ruang dosen dan membuka aplikasi pesan di ponselnya, sebuah pesan dari sang kakek langsung mencuri perhatian. Membacanya membuat tubuhnya seolah kehilangan tenaga.[Saira, hari ini Mbak Ning masak lebih banyak. Kamu dan Cakra bisa datang makan malam di rumah kakek?]Pesan itu dikirim beberapa jam lalu, tepat saat ia sibuk di ruang konferensi. Tubuhnya terasa lemas seketika. Saira menggigit bibirnya, pikirannya berputar cepat. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Mengabaikan undangan kakek bukan pilihan, tapi mengajak Cakra juga tak mudah. Pria itu tak pernah antusias menghadiri acara semacam ini.Didesahkannya napas panjang. Dia lantas mengirim pesan pada sekretaris Cakra. Jika memang tidak ada agenda, mungkin ia bisa mencoba membujuk Cakra. Meski kecil kemungkinannya pria itu mau mendengarkan.***Ketukan di pintu terdengar beberapa kali, bergema cukup keras saat Saira baru saja selesai merapikan rambutnya. Ia meletakkan sisir di atas meja, lalu berdiri.Wanita i
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

Bab 16

Saira segera berbalik dan melangkah cepat menuju lemari pakaian. Tangannya cekatan memilih gaun biru. Dengan sigap, ia merapikan rambutnya, menyapukan bedak tipis ke wajah, lalu menambahkan lipstik cerah yang membuat penampilannya tampak segar.Hari ini, Saira harus memastikan sang kakek percaya bahwa hubungan dirinya dengan Cakra berjalan baik-baik saja.Setelah merasa penampilannya cukup, ia mengambil tas kecilnya dan berjalan keluar kamar dengan langkah tergesa. Suara hak tingginya menggema di sepanjang koridor, mengiringi langkah cepatnya menuju lantai bawah. Dalam hati, Saira hanya bisa berharap bahwa keputusan Cakra untuk ikut makan malam ini benar-benar tulus sebagai cucu menantu. Selain itu, ia berharap kehadiran Cakra dapat meredakan kegelisahan sang kakek, yang belakangan mulai menunjukkan tanda-tanda kecurigaan terhadap hubungan mereka.***Di depan garasi, Cakra berdiri bersandar di kap mobil. Jemarinya sibuk mengetik di layar ponsel, sementara tubuh tegapnya tampak sant
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-19
Baca selengkapnya

Bab 17

Jemari Saira masih berada dalam genggaman Cakra, namun rasa hangat itu tak cukup menenangkan debaran di dadanya. Bukan karena sentuhan Cakra, tetapi sosok Kakek Prawirya yang berdiri di balik jendela ruang tamu.Ia baru menyadari jika sang Kakek sedang mengamati mereka dari dalam rumah.Semoga saja Kakek tak mendengar apa pun ….***“Akhirnya kalian datang juga,” suara serak Prawirya menyambut kedatangan mereka.Di ujung meja makan panjang, pria tua dengan rambut sebagian besar memutih itu duduk tenang. Tubuhnya tampak kurus dalam balutan kemeja putih sederhana, tetapi kewibawaannya tetap terasa.Sorot matanya terus mengamati langkah pasangan itu, yang tampak berjalan berdampingan dengan mesra, bahkan saling tersenyum.“Maaf, Kek, kami terlambat,” ujar Saira ketika mereka sampai di hadapan Prawirya. Sementara itu, Cakra menyerahkan paper bag cokelat yang sedari tadi digenggamnya.“Ini untuk Kakek. Kemarin kami datang ke butik langganan keluarga. Saira bilang ini motif favorit Kakek. S
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-20
Baca selengkapnya

Bab 18

Tubuh Cakra sedikit menegang mendengar ucapan Prawirya. Pandangannya langsung tertuju pada pria tua itu, berusaha menebak ke mana arah pembicaraan ini akan bermuara. Namun, wajah Prawirya tetap tenang. Dengan gerakan perlahan, ia menyesap teh dari cangkirnya sebelum kembali berbicara.“Sudah dua tahun menikah,” ujar Prawirya dengan nada lembut. “Bagaimana hubungan kalian?”Cakra menarik napas singkat sebelum menjawab. “Soal itu... hubungan kami masih banyak kekurangan. Kami masih perlu belajar. Bagaimanapun, menyatukan dua pemikiran yang berbeda bukanlah hal yang mudah.”Prawirya tertawa kecil, namun suaranya terdengar penuh pengertian. “Aku mengerti. Apalagi dengan sifat cucuku yang keras kepala seperti itu. Kamu pasti sulit untuk menghadapinya.”Cakra tetap diam meski hatinya terasa berdesir. Ia tahu benar apa yang dimaksud Prawirya, tapi memilih untuk mendengarkan lebih dulu tanpa menyela.“Aku sebenarnya tidak ingin ikut campur dalam rumah tangga kalian,” lanjut Prawirya sambil me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-20
Baca selengkapnya

Bab 19

Pagi itu, Saira dan Cakra benar-benar berangkat bersama. Cakra duduk di balik kemudi dengan raut wajah datar, sementara Saira diam di kursi penumpang, sesekali melirik jam tangannya.Sejak semalam, Saira bertanya-tanya tentang alasan Cakra yang mendadak mengajaknya berangkat bersama. Terlebih kali ini menggunakan mobil pribadi miliknya. Namun, ia memilih menahan diri dan tidak mengungkapkan rasa penasarannya. Mungkin pria itu sedang bersikap baik? Atau karena pertemuannya dengan sang kakek semalam?Hanya saja, ketika mobil mereka melintasi rumah Indira, dada Saira mendadak terasa sesak. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang terparkir rapi di halaman depan. Plat nomor yang telah ia hafal diluar kepala, begitu familiar, hingga langsung mengenali mobil itu milik suaminya.Dengan napas yang tertahan, ia menoleh tajam ke arah Cakra. Sorot matanya penuh penghakiman. "Apa semalam kamu salah parkir di halaman rumah orang? Atau kamu sudah bosan jadi kamu menjualnya?” Cakra yang tidak m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-21
Baca selengkapnya

Bab 20

Saira tertegun sejenak, menatap pria muda yang tersenyum ke arahnya dari balik jendela mobil. Senyuman yang baru saja ia lihat itu pernah ia dapatkan kemarin sore.Tenggorokannya mendadak kering saat akhirnya ia mengenali sosok pria tersebut.Anggara Pratama—pemilik baru yayasan yang telah mengakuisisi universitas tempatnya bekerja. Nama itu telah menjadi topik pembicaraan hangat di lingkungan kampus selama beberapa minggu terakhir.Meski bukan pertama kalinya mereka berjumpa, bertemu langsung dalam situasi seperti ini membuat Saira merasa gugup. Terlebih saat suasana hatinya sedang buruk seperti sekarang.“Pak Anggara,” Saira mengangguk sopan, menyapa pria itu.Anggara membalas anggukan dengan senyuman khasnya, lebar dan hangat. “Kampus masih jauh. Kalau kamu jalan kaki seperti ini, pasti terlambat, kan? Saya tidak keberatan kalau kamu mau ikut.”“Ah, ti—tidak apa-apa, Pak. Saya sudah pesan taksi online. Sebentar lagi pasti datang,” jawab Saira, mencoba tersenyum selebar mungkin. Nam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status