Share

Bab 16

Penulis: Sinar Rembulan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-19 00:07:47
Saira segera berbalik dan melangkah cepat menuju lemari pakaian. Tangannya cekatan memilih gaun biru.

Dengan sigap, ia merapikan rambutnya, menyapukan bedak tipis ke wajah, lalu menambahkan lipstik cerah yang membuat penampilannya tampak segar.

Hari ini, Saira harus memastikan sang kakek percaya bahwa hubungan dirinya dengan Cakra berjalan baik-baik saja.

Setelah merasa penampilannya cukup, ia mengambil tas kecilnya dan berjalan keluar kamar dengan langkah tergesa. Suara hak tingginya menggema di sepanjang koridor, mengiringi langkah cepatnya menuju lantai bawah.

Dalam hati, Saira hanya bisa berharap bahwa keputusan Cakra untuk ikut makan malam ini benar-benar tulus sebagai cucu menantu.

Selain itu, ia berharap kehadiran Cakra dapat meredakan kegelisahan sang kakek, yang belakangan mulai menunjukkan tanda-tanda kecurigaan terhadap hubungan mereka.

***

Di depan garasi, Cakra berdiri bersandar di kap mobil. Jemarinya sibuk mengetik di layar ponsel, sementara tubuh tegapnya tampak sant
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 17

    Jemari Saira masih berada dalam genggaman Cakra, namun rasa hangat itu tak cukup menenangkan debaran di dadanya. Bukan karena sentuhan Cakra, tetapi sosok Kakek Prawirya yang berdiri di balik jendela ruang tamu.Ia baru menyadari jika sang Kakek sedang mengamati mereka dari dalam rumah.Semoga saja Kakek tak mendengar apa pun ….***“Akhirnya kalian datang juga,” suara serak Prawirya menyambut kedatangan mereka.Di ujung meja makan panjang, pria tua dengan rambut sebagian besar memutih itu duduk tenang. Tubuhnya tampak kurus dalam balutan kemeja putih sederhana, tetapi kewibawaannya tetap terasa.Sorot matanya terus mengamati langkah pasangan itu, yang tampak berjalan berdampingan dengan mesra, bahkan saling tersenyum.“Maaf, Kek, kami terlambat,” ujar Saira ketika mereka sampai di hadapan Prawirya. Sementara itu, Cakra menyerahkan paper bag cokelat yang sedari tadi digenggamnya.“Ini untuk Kakek. Kemarin kami datang ke butik langganan keluarga. Saira bilang ini motif favorit Kakek. S

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 18

    Tubuh Cakra sedikit menegang mendengar ucapan Prawirya. Pandangannya langsung tertuju pada pria tua itu, berusaha menebak ke mana arah pembicaraan ini akan bermuara. Namun, wajah Prawirya tetap tenang. Dengan gerakan perlahan, ia menyesap teh dari cangkirnya sebelum kembali berbicara.“Sudah dua tahun menikah,” ujar Prawirya dengan nada lembut. “Bagaimana hubungan kalian?”Cakra menarik napas singkat sebelum menjawab. “Soal itu... hubungan kami masih banyak kekurangan. Kami masih perlu belajar. Bagaimanapun, menyatukan dua pemikiran yang berbeda bukanlah hal yang mudah.”Prawirya tertawa kecil, namun suaranya terdengar penuh pengertian. “Aku mengerti. Apalagi dengan sifat cucuku yang keras kepala seperti itu. Kamu pasti sulit untuk menghadapinya.”Cakra tetap diam meski hatinya terasa berdesir. Ia tahu benar apa yang dimaksud Prawirya, tapi memilih untuk mendengarkan lebih dulu tanpa menyela.“Aku sebenarnya tidak ingin ikut campur dalam rumah tangga kalian,” lanjut Prawirya sambil me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 19

    Pagi itu, Saira dan Cakra benar-benar berangkat bersama. Cakra duduk di balik kemudi dengan raut wajah datar, sementara Saira diam di kursi penumpang, sesekali melirik jam tangannya.Sejak semalam, Saira bertanya-tanya tentang alasan Cakra yang mendadak mengajaknya berangkat bersama. Terlebih kali ini menggunakan mobil pribadi miliknya. Namun, ia memilih menahan diri dan tidak mengungkapkan rasa penasarannya. Mungkin pria itu sedang bersikap baik? Atau karena pertemuannya dengan sang kakek semalam?Hanya saja, ketika mobil mereka melintasi rumah Indira, dada Saira mendadak terasa sesak. Pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang terparkir rapi di halaman depan. Plat nomor yang telah ia hafal diluar kepala, begitu familiar, hingga langsung mengenali mobil itu milik suaminya.Dengan napas yang tertahan, ia menoleh tajam ke arah Cakra. Sorot matanya penuh penghakiman. "Apa semalam kamu salah parkir di halaman rumah orang? Atau kamu sudah bosan jadi kamu menjualnya?” Cakra yang tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 20

    Saira tertegun sejenak, menatap pria muda yang tersenyum ke arahnya dari balik jendela mobil. Senyuman yang baru saja ia lihat itu pernah ia dapatkan kemarin sore.Tenggorokannya mendadak kering saat akhirnya ia mengenali sosok pria tersebut.Anggara Pratama—pemilik baru yayasan yang telah mengakuisisi universitas tempatnya bekerja. Nama itu telah menjadi topik pembicaraan hangat di lingkungan kampus selama beberapa minggu terakhir.Meski bukan pertama kalinya mereka berjumpa, bertemu langsung dalam situasi seperti ini membuat Saira merasa gugup. Terlebih saat suasana hatinya sedang buruk seperti sekarang.“Pak Anggara,” Saira mengangguk sopan, menyapa pria itu.Anggara membalas anggukan dengan senyuman khasnya, lebar dan hangat. “Kampus masih jauh. Kalau kamu jalan kaki seperti ini, pasti terlambat, kan? Saya tidak keberatan kalau kamu mau ikut.”“Ah, ti—tidak apa-apa, Pak. Saya sudah pesan taksi online. Sebentar lagi pasti datang,” jawab Saira, mencoba tersenyum selebar mungkin. Nam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 21

    Saira mendongak, menatap Anggara dengan bingung. Cara pria itu berbicara membuat pikirannya tak menentu. Apakah ia salah paham, atau memang Anggara hanya sedang bercanda?Mengingat pria itu terlihat jauh lebih ramah daripada Cakra, Saira hampir merasa lega. Tapi ada sesuatu dalam cara Anggara berbicara yang membuat bulu kuduknya berdiri. Pikiran tentang kemungkinan lain semakin membuatnya bergidik ngeri.“Saya… Saya kurang paham maksud Pak Angga,” ucapnya pelan, suaranya ragu. Ia melirik sekilas ke arah Jehian yang duduk di sudut, sibuk dengan gawainya, tampak tak peduli pada pembicaraan mereka.Anggara tersenyum kecil, senyum ramah yang biasa diterbitkan tetapi sulit ditebak maknanya. "Proposal kamu bagus. Saya rasa jika dibahas lebih mendalam, ini bisa ditinjau ulang," katanya santai, sebelum tersenyum samar. Setelah jeda yang terasa terlalu lama bagi Saira, ia menambahkan, "Tentu saja, ada beberapa hal yang perlu kamu lakukan agar ini berhasil."Saira meneguk ludah, pikirannya berp

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 22

    Seharian penuh, Saira tenggelam dalam pekerjaannya sebagai dosen: mengajar, memeriksa tugas mahasiswa, menyusun materi kuliah, dan mengurus program kerja baru yang baru saja dilimpahkan padanya. Namun di tengah kesibukan itu, satu pertanyaan Sekar terus mengusik pikirannya.Benarkah Anggara memiliki perhatian lebih padanya? Atau hanya perasaannya saja?Banyak hal ingin ia tanyakan, tetapi Saira memilih bungkam. Ia sadar sepenuhnya, dirinya adalah seorang istri. Melibatkan diri lebih jauh dengan Anggara hanya akan memicu masalah baru. Hubungannya dengan Cakra saja sudah cukup memusingkan. Jika ia terjebak dalam hubungan lain yang rumit, segalanya bisa semakin kacau.Hari yang panjang itu akhirnya berlalu. Saira merapikan barang-barangnya, memasukkan laptop ke dalam tas, lalu meraih ponselnya untuk memesan taksi. Baru saja jemarinya mengetuk layar, suara Sekar memecah fokusnya.“Loh, Saira? Kok masih di sini?”Saira mendongak. Sekar berdiri di depannya, napasnya sedikit tersengal, dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 23

    "Siapa dia?"Saira menoleh ke arah sang suami. Sorot mata pria itu sekilas mengikuti mobil yang baru saja melaju di depan mereka, tetapi ekspresinya tetap datar, nyaris tak terbaca.“Maksudmu … dia?” Dengan ragu, Saira mengutarakan asumsinya, telunjuknya terarah pada mobil Anggara.Cakra hanya menjawab dengan anggukan, lalu melajukan mobilnya tanpa banyak bicara. Namun, beberapa detik kemudian, dia memperjelas subjek pertanyaannya. “Dia yang jalan bersamamu tadi.”“Itu Pak Anggara, pemilik yayasan yang baru.”“Dia setiap hari ke kampus?”Pertanyaan itu meluncur begitu saja, terdengar datar tetapi sarat arti. Saira mengernyit, sedikit bingung dengan arah pembicaraan, tetapi tetap menjawab juga, “Tergantung. Dia hanya akan ke kampus setiap hari Senin dan Selasa, sisanya menyesuaikan jadwal.”Pria yang sedang duduk di kursi kemudi itu melirik Saira sekilas, lalu kembali menatap ke jalan. Dia hanya mengangguk-angguk kecil sambil jemarinya mengetuk setir pelan.“Kamu bahkan sangat hafal ja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 24

    Malam itu, seperti yang telah disepakati—atau lebih tepatnya, seperti yang telah diputuskan oleh Cakra—Indira akhirnya mengantar Shopia ke rumah mereka tepat setelah matahari sepenuhnya terbenam.Begitu keluar dari kamar setelah berganti pakaian, Saira langsung melihat seorang gadis kecil duduk di ruang tamu, memeluk boneka beruangnya erat. Anak itu, Shopia, tengah duduk bersama Bi Surti, menonton kartun di televisi."Cakra mana, Bi?" tanya Saira sambil memindai ruangan. Suaminya tidak ada di sana.Bi Surti tersenyum. "Bapak sedang ganti baju, Bu."Saira mengangguk paham, lalu mengalihkan pandangan ke arah Shopia yang tampak lugu. Meski hatinya masih enggan menerima keberadaan anak itu, ia tahu benar bahwa Shopia bukanlah seseorang yang bisa disalahkan dalam kisah rumit ini.Bahkan jika dugaannya terbukti benar."Kamu sudah makan?" Saira akhirnya membuka suara, berjongkok di depan Shopia seraya menampilkan senyum. Mencoba bersikap biasa.Namun, Shopia hanya mengangkat wajah, menatapny

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07

Bab terbaru

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 34

    Rasanya baru beberapa jam Saira memejamkan mata, tetapi ternyata pagi datang terlalu cepat.Ia membuka mata perlahan, mengerjap beberapa kali saat cahaya matahari menyelinap masuk dari sela-sela tirai. Sekilas, ia terkejut karena matahari sudah meninggi, tetapi ingat bahwa semalam ia sudah mengirimkan surat keterangan dokter ke bagian personalia.Suara gemerisik terdengar di sebelahnya. Ia mendongak, mendapati Cakra sudah bangun lebih dulu.Lelaki itu duduk di tepi ranjang, fokus pada komputer jinjing di pangkuannya. Cahaya layar memantulkan siluet wajahnya yang tetap datar, seolah keberadaan Saira tidak berarti apa-apa baginya.Saira melirik jam dinding. Pukul sembilan pagi.Seharusnya, lelaki itu sudah berangkat ke kantor. Tapi kali ini, ia masih di kamarnya."Sudah bangun?"Suara bariton Cakra memecah keheningan. Lelaki itu menoleh sekilas ke arah Saira sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.Saira menggeliat pelan, lalu duduk bersandar di kepala ranjang, tepat di samping Cakra. "

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 33

    Aku berubah pikiran.Saira menoleh, menatap suaminya dengan alis sedikit berkerut. Entah apa yang membuat lelaki itu tiba-tiba berkata begitu.Tatapannya jatuh ke wajah Cakra, mencari tanda-tanda keseriusan. Tapi, seperti biasa, lelaki itu hanya menampilkan ekspresi datarnya."Kamu sendiri yang bilang nggak mau ada kesempatan di antara kita," suara Saira terdengar datar. "Jadi, untuk apa diungkit lagi?"Cakra tetap berbaring, menatap langit-langit kamar seakan ada sesuatu yang menarik di sana. "Aku cuma ingin tahu isi kesepakatan yang kamu tawarkan tadi."Saira menghela napas pelan. Ia memang sudah tidak ingin menaruh harapan lagi pada lelaki itu. Terlebih, kejadian tadi seolah membuka matanya lebar-lebar. Dia tidak punya hak untuk menuntut apa pun dari Cakra, sekalipun berstatus sebagai istrinya."Memangnya kalau sudah dengar, kamu akan setuju?""Kalau menguntungkan, mungkin bisa kupertimbangkan."Saira hampir tertawa. Tentu saja. Lelaki ini selalu melihat segalanya dari sudut pandan

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 32

    Cahaya temaram dari lampu di langit-langit membuat Saira mengerjap beberapa kali. Aroma antiseptik menyusup ke hidungnya, dan hawa dingin dari pendingin ruangan membuat kulitnya menggigil samar. Perlahan, pandangannya mulai jelas. Tirai berwarna biru muda, botol infus tergantung di tiang besi di samping tempat tidur. Rumah sakit? Kenapa dia ada di sini? Keningnya mengerut saat mencoba mengingat apa yang terjadi, tapi kepalanya terasa berat. Tubuhnya juga lemas. Saat Saira berusaha mengangkat tubuhnya, suara berat menghentikannya. "Jangan bangun." Refleks, ia menoleh. Cakra. Pria itu duduk di kursi tak jauh dari ranjangnya, dengan tubuh condong ke depan, kedua lengan bertumpu di lutut. Matanya tajam, tapi ekspresinya sulit dibaca. Beberapa detik kemudian, Cakra berdiri dan berjalan mendekat. "Kenapa aku di sini?" "Kamu pingsan." Saira mengerutkan dahi, mencoba mengingat, tapi pikirannya tetap kosong. Tangannya bergerak, berusaha bangkit, namun sebelum sempat melakukannya, je

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 31

    Sementara itu, di sisi lain…Cakra duduk di pinggir kolam selama beberapa menit, membiarkan secangkir kopi buatannya sendiri mendingin di atas meja. Tatapannya kosong, terarah pada ikan-ikan yang sesekali muncul ke permukaan sebelum kembali tenggelam.Pakaian pria itu telah berganti dengan baju santai yang biasa ia kenakan di rumah. Hawa dingin malam membalut tubuhnya, tapi bahkan rambut basah seusai mandi tak mampu meredakan bara api yang berkecamuk di kepalanya.Saira…Wanita itu memenuhi pikirannya, bersama dengan ucapannya yang terus terngiang.Benarkah dia yang egois?Benarkah semua keputusannya selama ini hanya membuat Saira tidak bahagia?Dan benarkah dia terlalu menutup diri hingga pernikahan mereka berubah menjadi seperti ini?Tsk. Omong kosong.Tapi semakin ia mencoba menepis pemikiran itu, semakin dalam kata-kata Saira mengakar di benaknya.Kesalahpahaman di antara mereka terasa seperti lingkaran tak berujung. Dan yang paling menyebalkan adalah—ia sendiri tidak tahu bagaima

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 30

    Saira duduk di tepi ranjang, tidak bergerak. Tubuhnya masih dibalut pakaian kerja yang kusut, wajahnya tak kalah sembab karena air mata.Malam bergerak semakin larut.Sudah belasan menit berlalu setelah Saira bertengkar dengan Cakra tadi. Entah kemana perginya lelaki itu, tetapi istrinya masih setia menumpahkan tangisannya sampai saat ini. Bi Surti duduk di sebelahnya, menggenggam tangan wanita itu dengan lembut. Berusaha memberikan dukungan padanya. "Bu, hari sudah malam. Sebaiknya Ibu makan dulu."Saira menggeleng pelan, tatapannya kosong ke arah dinding di hadapannya. "Saya nggak lapar, Bi."Bukan hanya rasa lapar yang hilang, tapi juga semua keinginannya untuk menjalani sore ini seperti yang telah ia rencanakan—semuanya lenyap dalam sekejap "Kalau begini terus, Ibu bisa sakit."Saira menghela napas pendek, suaranya nyaris seperti bisikan. "Mau saya sehat, sakit, hidup, atau mati… dia juga nggak akan peduli."Bi Surti terdiam sesaat, lalu jemarinya mengusap lembut punggung tang

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 29

    Cakra mendorong pintu rumah dengan sedikit keras. Langkahnya cepat, suaranya menggema di lantai marmer yang dingin. Tanpa ragu, ia menaiki tangga, lalu berhenti di depan pintu kamar yang sedikit terbuka.Di dalam, Saira sedang membungkuk di samping ranjang, tangannya sibuk memasukkan pakaian ke dalam koper terbuka di lantai. Wajahnya basah, tapi tangannya tidak berhenti bergerak mengemasi baju-bajunya.Cakra berdiri di ambang pintu, rahangnya mengatup. Pandangannya terkunci pada sosok istrinya yang kini telah menutup koper berwarna hitam itu.Tanpa sepatah kata, lelaki itu melangkah masuk dan menarik koper yang hendak dibawa pergi Saira dengan kasar.Saira tersentak, lalu mendongak dengan mata merah dan bengkak. Ia mengusap pipinya cepat-cepat, lalu berdiri tegak di hadapan suaminya."Apa sih maumu?" protesnya dengan suara serak, tapi bernada tajam.Cakra tak menghiraukannya dan menjauhkan koper dari hadapan Saira."Kamu tetap di sini!" balas pria itu tak kalah tegas."Kembalikan kope

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 28

    Mobil yang ditumpangi Saira dan Cakra masih melaju di jalan raya, hanya tinggal beberapa kilometer lagi sebelum sampai di rumah. Di tengah perjalanan yang hening itu, ponsel di saku celana Cakra bergetar. Getaran cukup kuat hingga menarik perhatian Saira. Ia melirik ke arah suaminya, tetapi begitu melihat nama Indira terpampang di layar, ekspresinya berubah. Seketika, ia membuang pandangan dan memilih diam. Cakra sendiri tak menunjukkan minat untuk mengangkat panggilan itu. Ia hanya menekan tombol volume agar ponsel berhenti bergetar. "Nggak mau angkat?" tanya Saira tanpa menoleh. "Nanti saja, baru nyetir," sahut pria itu santai. Namun, di sisi lain, perut Saira terasa geli. Ia tahu persis—kalau dirinya tidak ada, Cakra pasti langsung mengangkat panggilan itu tanpa ragu, bukan? Tak lama kemudian, ponsel Cakra kembali bergetar. Kali ini lebih lama. Saira mendesah lelah. "Sudahlah, angkat saja sana!" serunya, lalu sengaja mengalihkan pandangan ke luar jendela, seolah tak tertarik

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 27

    "Aku nggak butuh kesepakatan." Cakra menolak tanpa ingin bertanya soal kesempatan apa yang Saira tawarkan.Pria itu bahkan memilih fokus pada jalanan di hadapannya. "Tapi kamu melarangku ini-itu, sementara kamu bebas melakukan apa saja! Itu nggak adil buatku, Cakra!" Suara Saira meninggi, menyiratkan kemarahan dan kekecewaan yang tak lagi bisa ia tahan lagi. Cakra terdiam. Tatapannya tertuju pada wajah Saira yang kini mengeras. Ia bisa melihat sorot terluka di mata wanita itu, dan entah kenapa membuat dadanya terasa sesak.Namun, alih-alih melunak, ia justru mendengus pelan. "Dari awal, nggak ada yang bilang pernikahan ini akan adil."Saira kembali melemparkan tatapan tajam. "Justru karena itu aku mau kita adil sekarang! Aku cuma ingin ada aturan yang jelas. Kalau kamu bisa melakukan apa saja, aku juga harusnya punya kebebasan yang sama."Cakra mengetukkan jemarinya ke kemudi. Wajahnya tetap dingin, nyaris tanpa ekspresi. "Aku nggak tertarik bikin aturan atau kesepakatan. Yang jela

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 26

    Cakra menepati kata-katanya.Sudah seminggu berlalu sejak ia menyatakan kesediaannya untuk mengantar jemput Saira. Setiap hari, ia selalu datang tepat waktu tanpa terlambat sedikit pun.Namun, bukannya merasa nyaman, Saira justru semakin sesak dengan rutinitas itu. Ia kehilangan kebebasannya.Dulu, ia bisa mampir sebentar ke coffee shop bersama Sekar setelah mengajar, sekadar berbincang atau menikmati rum regal favoritnya tanpa terburu-buru. Sekarang? Bahkan merencanakannya saja tidak sempat.Sama seperti hari ini...Sejak siang hingga menjelang petang, jadwal mengajarnya tergantikan dengan rapat program baru bersama Sekar, Jehian, Anggara, dan beberapa dosen lainnya.Saira keluar lebih dulu bersama Sekar, sementara yang lain masih membahas beberapa hal di dalam ruangan. Begitu melewati pintu utama, matanya langsung menangkap sosok Cakra yang berdiri santai di depan mobil.Pria itu mengambil tempat di bawah pohon rindang, bersandar dengan satu tangan di saku celana, ekspresi wajahnya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status