Share

Bab 38

last update Huling Na-update: 2025-03-11 22:53:56

Keesokan harinya.

Di ruang rapat kantor, Cakra duduk di kursi utama dengan ekspresi serius. Layar proyektor di hadapannya menampilkan presentasi proyek hotel baru di Semarang.

Bram, sahabat sekaligus rekan bisnisnya, tengah menjelaskan detail rencana konstruksi—mulai dari anggaran hingga desain interior yang akan dibahas lebih lanjut bersama tim sore nanti.

Namun, pikiran Cakra tidak sepenuhnya berada di ruangan itu.

Kejadian semalam terus terputar di kepalanya—tatapan penuh luka Saira, suaranya yang bergetar saat menuntut kebenaran, dan keheningan yang seolah menjadi jurang di antara mereka.

Bahkan sampai pagi ini dia belum bisa bicara dengan Saira.

Wanita itu menutup diri. Sedangkan Cakra tak ingin mengganggubya terlebih dahulu.

"Cak, dengerin nggak?" Suara Bram memecah lamunannya.

Pria yang berusia sama dengannya itu melayangkan protes saat apa yang telah ia utarakan tak diberikan sanggahan maupun pujian. Hanya di hadiahi tatapan kosong dari Cakra.

Sementata Cakra mengalihkan
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 39

    Cakra melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Hanya satu hal yang ada di pikirannya—Saira.Begitu tiba di rumah, ia langsung turun dan melangkah cepat menuju kamar wanita itu. Namun, yang ia temukan di sana hanyalah Bi Surti yang tengah merapikan tempat tidur.Mendengar suara langkah kaki, Bi Surti menoleh. Wajahnya sedikit tegang saat melihat Cakra."Pak Cakra," sapanya hati-hati."Di mana Saira?" tanya Cakra, suaranya terdengar tegang.Bi Surti menunduk ragu. Baru beberapa menit yang lalu ia memberi tahu majikannya bahwa Saira hanya beristirahat di kamar. Tapi sekarang, saat Cakra tiba, wanita itu malah tidak ada."Ibu ada di balkon, Pak... katanya mau bekerja," jawab Bi Surti sedikit bimbang. Ia ragu sejenak sebelum menambahkan, "Tapi dari tadi Ibu belum makan, Pak."Tatapan Cakra langsung tertuju pada nampan di atas meja kecil. Makanan di sana masih utuh—nasi putih, buah potong, dan semangkuk sup sama sekali tidak tersentuh. Hanya segelas air yang berkurang sedikit.Astaga.Ap

    Huling Na-update : 2025-03-16
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 40

    Kotak kecil berwarna hitam itu masih teronggok di atas meja. Saira menatapnya dengan ragu—penasaran dengan isinya, tetapi enggan untuk membukanya.Cakra menggeser kotak itu ke arahnya. "Buka saja," ucapnya singkat.Dengan tarikan napas pelan, Saira akhirnya meraih kotak itu dan membuka penutupnya. Mata cokelatnya sedikit membesar saat melihat isinya—sebuah gelang emas bertatahkan permata kecil yang berkilauan halus di bawah cahaya.Entah bagaimana Cakra bisa tahu seleranya, tapi desain gelang itu begitu simpel, nyaris serupa dengan koleksi perhiasan yang sering ia pakai."Itu buat kamu," ujar Cakra datar. "Anggap saja sebagai permintaan maaf soal Mama kemarin."Sejenak, Saira membisu. Matanya menatap gelang itu, lalu beralih ke wajah Cakra. Sekilas, ia menangkap kegugupan samar dalam sorot mata laki-laki itu.Namun, perasaan hangat yang sempat muncul di dadanya langsung menguap begitu saja.Soal Mama.Saira menutup kembali kotak itu dengan tenang, lalu mengulurkannya kembali kepada Ca

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 41

    Saira menghela napas panjang. Ia tak tahu apa niat lelaki itu, tapi ia hanya bisa berharap ini adalah sesuatu yang baik bagi hubungannya dengan Cakra.Beberapa jam kemudian, suara pintu yang terbuka pelan membuatnya mengalihkan pandangan dari langit-langit kamar. Obat yang ia minum tadi siang sudah bereaksi, membuatnya mengantuk berat. Namun, hingga saat ini, Saira belum benar-benar tidur. Ia hanya berbaring dalam diam, pikirannya dipenuhi berbagai hal yang sulit dijelaskan.Cakra melangkah masuk, membawa nampan berisi beberapa camilan dan segelas teh hangat. Tanpa berkata apa-apa, ia meletakkan nampan itu di atas meja kecil di samping tempat tidur."Kamu mau?" tanyanya akhirnya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Saira melirik nampan itu sejenak sebelum kembali menatap Cakra. "Aku nggak minta makanan."Cakra duduk di tepi tempat tidur yang kosong. "Aku yang bawa."Saira diam. Tatapannya tertuju pada bungkusan kecil berisi biskuit dan beberapa potong roti. Ia mengenali cam

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 1

    “Dua tahun menikah, belum bisa hamil juga?” Ambar Wiradana menggeram saat melihat satu garis tunggal pada alat uji kehamilan di tangannya. Sesaat kemudian, benda pipih berwarna putih biru itu dilempar ke meja, memantul sekali sebelum jatuh dengan bunyi ringan.Saira menelan ludah, menundukkan kepala seperti anak kecil yang tertangkap basah. “Jawab!”“Mungkin belum waktunya, Ma,” jawabnya lirih, nyaris tak terdengar.“Lalu kapan? Sampai kapan aku harus menunggu?” Saira mendongak sedikit, berusaha menata suaranya agar tetap tenang. “Saira dan Cakra sudah berusaha yang terbaik.”“Kalau memang sudah berusaha, setidaknya sudah membuahkan hasil!”Suara Ambar kembali menggema di ruangan. Tatapan wanita paruh baya itu penuh amarah, membuat nyali Saira ciut. Hasil pemeriksaan kesehatan Saira menunjukkan dirinya sehat dan subur, tapi bagaimana mungkin ada kehidupan tumbuh di rahimnya jika sang suami bahkan tak pernah menyentuhnya?Saira ingin sekali berteriak, ingin membuka semua kenyataan pa

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 2

    Malam itu, setelah perdebatan kecil dengan suaminya, Saira tidak lagi melihat Cakra. Pria itu pergi begitu saja, tanpa memedulikan perasaannya.Pagi tiba, namun Cakra belum juga menampakkan dirinya. Bi Surti, yang sedang membantu di dapur, memberi tahu Saira bahwa suaminya baru pulang menjelang subuh.“Subuh?” Saira mengulang dengan nada terkejut. Bi Surti mengangguk cepat.“Kata sopir, Pak Cakra semalam ke bandara, nyetir sendiri, Bu,” ujar Bi Surti pelan.Tangan Saira yang sedang menata piring terhenti. Ia tahu betul karakter suaminya. Cakra tidak akan repot-repot pergi ke bandara jika bukan untuk seseorang yang sangat penting baginya. Bahkan, perhatian seperti itu tak pernah diberikan kepada dirinya.Lalu, siapa yang dijemput Cakra semalam? Pikiran itu membuat hatinya resah.“Mungkin Sandrina? Kan dia libur semester bulan ini?” gumam Saira, mencoba berpikir logis. Sandrina adalah adik perempuan Cakra, yang kuliah di Bali dan hanya pulang ke Jogja sesekali.Namun, Bi Surti menggeleng

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 3

    “Hai, Sophia cantik!” Cakra menyapa gadis kecil itu dengan senyuman lebar. Ia mengulurkan tangan untuk membalas pelukan Sophia dan menggendongnya.“Bagaimana tidur tadi malam? Kasur di sini nyaman seperti di rumahmu, kan?” tanyanya.Anak kecil berkuncir dua itu mengangguk antusias. “Sophia mimpi indah, Papa!” jawabnya ceria.Kepala Saira mendadak pening. Panggilan Sophia kepada Cakra itu membuat darahnya seolah berhenti mengalir. Ia menyaksikan sendiri bagaimana lembutnya sikap suaminya kepada gadis kecil itu.Indira, wanita yang berdiri di dekat mereka, tetap terlihat tenang tanpa menunjukkan perubahan ekspresi sedikit pun.“Sophia, turun, sayang,” pinta Indira lembut.Namun, Cakra mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Indira membiarkan Sophia tetap di gendongannya. “Biarkan saja,” ujarnya sambil tersenyum kepada Sophia. Tapi, ketika matanya beralih ke arah Saira, sorotnya berubah dingin. “Kenapa kamu tidak mempersilakan mereka masuk dan malah membuat keributan?”“Cakra, ini cuma

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 4

    Seharian penuh, di sela-sela pekerjaannya, Saira terus memikirkan berbagai kemungkinan jawaban atas semua pertanyaan yang mengusik benaknya. Namun, hingga petang tiba, semuanya tetap menggantung tanpa jawaban.Saat tiba di rumah, mobil Cakra sudah terparkir rapi di garasi. Ini bukan kebiasaan pria itu; biasanya ia bisa pulang lebih larut.“Nanti Mama dan Sandrina makan malam di sini.”Suara bariton Cakra menyambutnya begitu ia melangkah ke ruang tengah. Pria itu tampak sibuk menggulung lengan kemejanya, gerakannya tergesa-gesa.“Kenapa nggak bilang dari tadi siang?” tanya Saira, menatapnya tajam. “Kalau kamu kasih tahu lebih awal, aku bisa pulang cepat dan menyiapkan semuanya.”“Nggak sempat,” jawab Cakra singkat tanpa menoleh. “Kalau nggak ada waktu masak, beli aja di luar.”Saira menahan napas, kecewa. Kalau nanti Mama mertua melihat rumah belum sepenuhnya rapi atau tahu makanannya beli dari luar, siapa yang akan disalahkan? Tentu saja dirinya.Saira si menantu tak becus, tak pandai

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 5

    “Cakra ….”Saira meremas ujung rok yang ia gunakan berusaha keras menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan sang Mama. Namun, sebelum ia sempat melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba suara maskulin yang familiar mengambil alih perhatian.Aliran hangat menyusuri nadi Saira, sedikit lega sebab akhirnya pria itu pulang tepat waktu. Setidaknya, Saira tidak perlu merangkai alasan untuk menutupi kepergiannya malam ini.“Aku di sini!” seru Cakra sambil melangkah masuk, membuat semua orang secara serempak menoleh ke arahnya. Pria itu tampak menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. “Maaf, tadi ada urusan mendadak di kantor.”“Apa ada masalah?” Ambar segera melayangkan kekhawatirannya pada sang putra, tetapi Cakra hanya menanggapinya dengan gelengan kepala. Dengan santai Cakra mengambil kursi di sebelah Saira dan mendaratkan tubuhnya di sana. “Enggak, Ma. Cuma ada berkas yang harus aku tanda tangani.” “Serius? Kalau ada apa-apa, bilang ke Mama. Nanti Mama bantu,” desak Ambar tak m

    Huling Na-update : 2024-12-10

Pinakabagong kabanata

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 41

    Saira menghela napas panjang. Ia tak tahu apa niat lelaki itu, tapi ia hanya bisa berharap ini adalah sesuatu yang baik bagi hubungannya dengan Cakra.Beberapa jam kemudian, suara pintu yang terbuka pelan membuatnya mengalihkan pandangan dari langit-langit kamar. Obat yang ia minum tadi siang sudah bereaksi, membuatnya mengantuk berat. Namun, hingga saat ini, Saira belum benar-benar tidur. Ia hanya berbaring dalam diam, pikirannya dipenuhi berbagai hal yang sulit dijelaskan.Cakra melangkah masuk, membawa nampan berisi beberapa camilan dan segelas teh hangat. Tanpa berkata apa-apa, ia meletakkan nampan itu di atas meja kecil di samping tempat tidur."Kamu mau?" tanyanya akhirnya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Saira melirik nampan itu sejenak sebelum kembali menatap Cakra. "Aku nggak minta makanan."Cakra duduk di tepi tempat tidur yang kosong. "Aku yang bawa."Saira diam. Tatapannya tertuju pada bungkusan kecil berisi biskuit dan beberapa potong roti. Ia mengenali cam

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 40

    Kotak kecil berwarna hitam itu masih teronggok di atas meja. Saira menatapnya dengan ragu—penasaran dengan isinya, tetapi enggan untuk membukanya.Cakra menggeser kotak itu ke arahnya. "Buka saja," ucapnya singkat.Dengan tarikan napas pelan, Saira akhirnya meraih kotak itu dan membuka penutupnya. Mata cokelatnya sedikit membesar saat melihat isinya—sebuah gelang emas bertatahkan permata kecil yang berkilauan halus di bawah cahaya.Entah bagaimana Cakra bisa tahu seleranya, tapi desain gelang itu begitu simpel, nyaris serupa dengan koleksi perhiasan yang sering ia pakai."Itu buat kamu," ujar Cakra datar. "Anggap saja sebagai permintaan maaf soal Mama kemarin."Sejenak, Saira membisu. Matanya menatap gelang itu, lalu beralih ke wajah Cakra. Sekilas, ia menangkap kegugupan samar dalam sorot mata laki-laki itu.Namun, perasaan hangat yang sempat muncul di dadanya langsung menguap begitu saja.Soal Mama.Saira menutup kembali kotak itu dengan tenang, lalu mengulurkannya kembali kepada Ca

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 39

    Cakra melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Hanya satu hal yang ada di pikirannya—Saira.Begitu tiba di rumah, ia langsung turun dan melangkah cepat menuju kamar wanita itu. Namun, yang ia temukan di sana hanyalah Bi Surti yang tengah merapikan tempat tidur.Mendengar suara langkah kaki, Bi Surti menoleh. Wajahnya sedikit tegang saat melihat Cakra."Pak Cakra," sapanya hati-hati."Di mana Saira?" tanya Cakra, suaranya terdengar tegang.Bi Surti menunduk ragu. Baru beberapa menit yang lalu ia memberi tahu majikannya bahwa Saira hanya beristirahat di kamar. Tapi sekarang, saat Cakra tiba, wanita itu malah tidak ada."Ibu ada di balkon, Pak... katanya mau bekerja," jawab Bi Surti sedikit bimbang. Ia ragu sejenak sebelum menambahkan, "Tapi dari tadi Ibu belum makan, Pak."Tatapan Cakra langsung tertuju pada nampan di atas meja kecil. Makanan di sana masih utuh—nasi putih, buah potong, dan semangkuk sup sama sekali tidak tersentuh. Hanya segelas air yang berkurang sedikit.Astaga.Ap

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 38

    Keesokan harinya.Di ruang rapat kantor, Cakra duduk di kursi utama dengan ekspresi serius. Layar proyektor di hadapannya menampilkan presentasi proyek hotel baru di Semarang. Bram, sahabat sekaligus rekan bisnisnya, tengah menjelaskan detail rencana konstruksi—mulai dari anggaran hingga desain interior yang akan dibahas lebih lanjut bersama tim sore nanti.Namun, pikiran Cakra tidak sepenuhnya berada di ruangan itu. Kejadian semalam terus terputar di kepalanya—tatapan penuh luka Saira, suaranya yang bergetar saat menuntut kebenaran, dan keheningan yang seolah menjadi jurang di antara mereka.Bahkan sampai pagi ini dia belum bisa bicara dengan Saira. Wanita itu menutup diri. Sedangkan Cakra tak ingin mengganggubya terlebih dahulu. "Cak, dengerin nggak?" Suara Bram memecah lamunannya. Pria yang berusia sama dengannya itu melayangkan protes saat apa yang telah ia utarakan tak diberikan sanggahan maupun pujian. Hanya di hadiahi tatapan kosong dari Cakra. Sementata Cakra mengalihkan

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 37

    Suara Cakra terdengar dingin. Telunjuknya terangkat menunjuk ke arah pintu. Ambar yang mendengar itu langsung menoleh, menatap putranya dengan tidak percaya. "Apa?" "Keluar, Ma," ulang Cakra, kali ini lebih tegas. "Mama sudah kelewatan." Wajah Ambar menegang. "Kamu sudah berani mengusir Mamamu sendiri?" Cakra mengepalkan rahang, berusaha menahan emosi yang jelas hampir meledak. "Mama sudah melampaui batas." Ambar menatap putranya dengan mata menyala. "Kamu lebih memilih perempuan ini daripada orang yang melahirkanmu?" Cakra tidak menghindari tatapan ibunya. Matanya tajam, penuh ketegasan. "Aku tidak memilih siapa pun, Ma. Tapi kalau Mama terus bersikap seperti ini, aku tidak akan diam saja." Hening. Untuk sesaat, hanya napas berat yang terdengar. Ambar mengepalkan tangannya sebelum akhirnya mengalihkan tatapan ke Saira yang masih duduk diam. Pakaiannya basah, rambutnya juga. Air yang tadi disiramkan masih menetes dari ujung helainya. "Perempuan ini sudah merusak semuanya!"

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 36

    Saira menelan ludah dengan susah payah. Ia yakin wajahnya seperti kepiting rebus sekarang! sementara Cakra menarik kembali tangannya dengan ekspresi datar, seolah tidak menyadari akibat dari tindakannya. Ia buru-buru menunduk, kembali menyendok nasi goreng untuk mengalihkan perhatian dari detak jantungnya yang tak karuan. Namun, bukannya berhasil menenangkan diri, pikirannya justru semakin kacau. Kenapa Cakra begitu santai? Seolah menyentuh wajahnya adalah hal biasa? "Kamu nggak makan lagi?" Cakra bertanya tiba-tiba, memecah keheningan. Saira tersentak. "Hah? Aku—aku udah kenyang," jawabnya tergesa. Cakra melirik piringnya yang masih tersisa setengah. "Padahal tadi kelihatan lapar." "Udah cukup. Takut mual." Saira beranjak, meraih gelasnya untuk meneguk air. Ia butuh sesuatu untuk menetralkan kegugupan yang tiba-tiba menyerangnya. Namun, saat hendak berjalan ke wastafel, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Rasa pusing yang tadi sempat mereda kini kembali menyerang,

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 35

    Setelah mandi, tubuh Saira terasa lebih segar, meski sesekali rasa lemas dan sakit kepala masih menyerangnya. Ia mengenakan pakaian santai lalu turun ke dapur dengan rambut yang masih sedikit lembap. Begitu mencapai anak tangga terakhir, aroma sedap langsung menyeruak, menyambutnya. Sepasang matanya otomatis tertuju pada sosok Cakra yang berdiri di depan kompor. Ia berhenti di ambang pintu, menatap punggung pria itu dengan tatapan tak percaya. Saat bertanya tadi, ia mengira Cakra akan memesan makanan, bukan memasak sendiri. Seumur hidupnya, ia tak pernah melihat suaminya menyentuh dapur. Biasanya, ia yang harus repot menyiapkan makanan—itu pun kalau Cakra bersedia menyantapnya. "Kamu… masak?" tanyanya ragu. Tanpa menoleh, Cakra hanya mengangguk singkat. Tangannya lincah menaruh telur mata sapi di atas sepiring nasi goreng sebelum membawa dua piring porselen ke meja makan. Saira mendekat, masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang dilihatnya. “Nggak ada bahan lain di kulkas

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 34

    Rasanya baru beberapa jam Saira memejamkan mata, tetapi ternyata pagi datang terlalu cepat.Ia membuka mata perlahan, mengerjap beberapa kali saat cahaya matahari menyelinap masuk dari sela-sela tirai. Sekilas, ia terkejut karena matahari sudah meninggi, tetapi ingat bahwa semalam ia sudah mengirimkan surat keterangan dokter ke bagian personalia.Suara gemerisik terdengar di sebelahnya. Ia mendongak, mendapati Cakra sudah bangun lebih dulu.Lelaki itu duduk di tepi ranjang, fokus pada komputer jinjing di pangkuannya. Cahaya layar memantulkan siluet wajahnya yang tetap datar, seolah keberadaan Saira tidak berarti apa-apa baginya.Saira melirik jam dinding. Pukul sembilan pagi.Seharusnya, lelaki itu sudah berangkat ke kantor. Tapi kali ini, ia masih di kamarnya."Sudah bangun?"Suara bariton Cakra memecah keheningan. Lelaki itu menoleh sekilas ke arah Saira sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.Saira menggeliat pelan, lalu duduk bersandar di kepala ranjang, tepat di samping Cakra. "

  • Suami Dinginku Menyesal Setelah Berpisah   Bab 33

    Aku berubah pikiran.Saira menoleh, menatap suaminya dengan alis sedikit berkerut. Entah apa yang membuat lelaki itu tiba-tiba berkata begitu.Tatapannya jatuh ke wajah Cakra, mencari tanda-tanda keseriusan. Tapi, seperti biasa, lelaki itu hanya menampilkan ekspresi datarnya."Kamu sendiri yang bilang nggak mau ada kesempatan di antara kita," suara Saira terdengar datar. "Jadi, untuk apa diungkit lagi?"Cakra tetap berbaring, menatap langit-langit kamar seakan ada sesuatu yang menarik di sana. "Aku cuma ingin tahu isi kesepakatan yang kamu tawarkan tadi."Saira menghela napas pelan. Ia memang sudah tidak ingin menaruh harapan lagi pada lelaki itu. Terlebih, kejadian tadi seolah membuka matanya lebar-lebar. Dia tidak punya hak untuk menuntut apa pun dari Cakra, sekalipun berstatus sebagai istrinya."Memangnya kalau sudah dengar, kamu akan setuju?""Kalau menguntungkan, mungkin bisa kupertimbangkan."Saira hampir tertawa. Tentu saja. Lelaki ini selalu melihat segalanya dari sudut pandan

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status