Denting jam dinding di ruang rapat kediaman Adrian terdengar seperti gema yang menghujam. Pukul tiga pagi, namun ruang itu penuh oleh tatapan tegang. Adrian berdiri di dekat jendela besar, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Cahaya lampu jalan yang temaram menyinari garis wajahnya yang keras, matanya tajam menatap peta digital di layar holografik. Keira, yang duduk dengan ekspresi resah di kursi di tengah ruangan, memperhatikan setiap langkahnya dengan gugup. “Ini terlalu berisiko,” gumam Keira, suaranya nyaris berbisik, namun cukup jelas untuk memecah keheningan. “Jika kita menyerang sekarang tanpa tahu apa yang ada di balik strategi mereka, kita sama saja menggali lubang untuk diri sendiri.” “Kalau kita menunggu lebih lama, mereka yang akan menyerang lebih dulu,” balas Adrian, nadanya rendah tapi penuh ketegasan. “Dan saat itu, kita mungkin tidak punya pilihan lain selain menyerah.” Keira menggeleng, matanya berkaca-kaca. “Aku tahu kau selalu berpikir jauh ke depan, A
Terakhir Diperbarui : 2025-01-14 Baca selengkapnya