Semua Bab SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER: Bab 41 - Bab 50

93 Bab

Bab 41

Langit di luar gedung semakin gelap, menambah suasana mencekam yang menyelimuti ruangan besar itu. Cahaya biru dari perangkat besar di tengah ruangan memantul di dinding logam, menciptakan bayangan yang bergerak liar setiap kali Victor melangkah mendekat. Keira berdiri diam, tubuhnya tegang, otaknya bekerja keras mencari celah dalam situasi yang tampaknya mustahil ini. Di sampingnya, Adrian memegang perangkat kecil di tangannya, jemarinya bergerak cepat di atas layar. Ia tampak tenang, tetapi Keira bisa merasakan ketegangan dalam setiap tarikan napasnya. "Jangan terburu-buru," bisik Adrian pelan. "Victor ingin memancingmu. Dia akan memanfaatkan emosi kita." Keira tidak menjawab, hanya menggigit bibir bawahnya untuk menahan desakan rasa marah yang terus menggulung di dadanya. Sorot matanya terpaku pada Victor, pria yang kini tampak begitu percaya diri dengan posisi dominannya. Victor tersenyum, menatap mereka seperti seorang dalang yang melihat bonekanya terjebak dalam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 42

Denting jam dinding di ruang rapat kediaman Adrian terdengar seperti gema yang menghujam. Pukul tiga pagi, namun ruang itu penuh oleh tatapan tegang. Adrian berdiri di dekat jendela besar, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Cahaya lampu jalan yang temaram menyinari garis wajahnya yang keras, matanya tajam menatap peta digital di layar holografik. Keira, yang duduk dengan ekspresi resah di kursi di tengah ruangan, memperhatikan setiap langkahnya dengan gugup. “Ini terlalu berisiko,” gumam Keira, suaranya nyaris berbisik, namun cukup jelas untuk memecah keheningan. “Jika kita menyerang sekarang tanpa tahu apa yang ada di balik strategi mereka, kita sama saja menggali lubang untuk diri sendiri.” “Kalau kita menunggu lebih lama, mereka yang akan menyerang lebih dulu,” balas Adrian, nadanya rendah tapi penuh ketegasan. “Dan saat itu, kita mungkin tidak punya pilihan lain selain menyerah.” Keira menggeleng, matanya berkaca-kaca. “Aku tahu kau selalu berpikir jauh ke depan, A
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-14
Baca selengkapnya

Bab 43

Setelah keputusan untuk mempertahankan persahabatan dengan Raka dan Dean, Lia merasa beban di hatinya berkurang. Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang menenangkan, namun di sudut hatinya, ia masih merasakan kekosongan yang sulit dijelaskan. Suatu sore, saat Lia sedang duduk di kafe favoritnya sambil membaca buku, seorang pria tak dikenal menghampirinya. "Maaf, apakah Anda Lia?" tanya pria itu dengan senyum ramah. "Iya, saya Lia. Ada yang bisa saya bantu?" jawab Lia dengan sedikit bingung. "Perkenalkan, saya Andi. Saya teman lama Raka dan Dean. Mereka sering bercerita tentang Anda." Lia terkejut mendengar nama Raka dan Dean disebut. "Oh, senang bertemu dengan Anda, Andi. Apa kabar mereka?" "Mereka baik. Sebenarnya, saya ingin membicarakan sesuatu dengan Anda tentang mereka." Lia merasa penasaran dan mengangguk, mengisyaratkan Andi untuk duduk. "Begini, Lia. Saya tahu Anda telah memutuskan untuk mempertahankan persahabatan dengan Raka dan Dean tanpa memilih salah sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya

Bab 44

Langit pagi di atas kompleks masih kelabu. Aroma mesiu dan darah bercampur menjadi satu, mengiringi suasana yang tetap tegang meski pertempuran sementara mereda. Adrian berdiri di balkon pos komando, menatap sisa-sisa pertahanan yang masih berdiri. Ia tahu, apa yang baru saja terjadi hanyalah pembukaan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Keira memasuki ruang medis dengan langkah berat, membawa daftar korban luka dan kebutuhan tambahan. Wajahnya pucat, mencerminkan rasa lelah yang tidak hanya fisik, tetapi juga emosional. Di tengah ruangan, beberapa anggota tim medis bekerja tanpa henti, sementara pasien-pasien terbaring di atas tandu dengan perban melilit tubuh mereka. “Keira,” panggil Adrian dari pintu. Ia berdiri tegak, tapi mata gelapnya menunjukkan kelelahan yang sama. Keira menoleh, mencoba menyembunyikan gemetar di tangannya dengan meremas daftar yang ia pegang. “Ada apa?” tanyanya pelan. Adrian melangkah masuk, mendekatinya. “Aku tahu ini sulit untukmu, tapi aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya

Bab 45

Heningnya malam di markas utama menyimpan ketegangan yang tidak terucapkan. Para penjaga berjalan mondar-mandir di sekitar perimeter dengan senjata yang siap di tangan. Langit mendung menutupi bulan, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Di dalam ruang komando, Adrian berdiri di depan meja besar yang dipenuhi peta, diagram, dan laporan-laporan terbaru. Adrian mengusap wajahnya, mencoba mengusir rasa penat yang mulai menyerang pikirannya. Jonas duduk di kursi di sebelahnya, menatap layar monitor yang menampilkan laporan dari tim pengintai. “Mereka sedang bersiap. Lokasi bunker itu benar-benar menjadi pusat operasi mereka,” ujar Jonas tanpa menoleh. “Berapa banyak orang yang mereka miliki?” tanya Adrian. “Setidaknya dua kali lipat dari tim kita,” jawab Jonas sambil mengetik di tablet. “Dan mereka punya senjata berat.” Adrian mengepalkan tangannya di atas meja. Pikirannya berputar, mencari solusi. Keputusan apa pun yang ia ambil, taruhannya adalah nyawa timnya. Keira me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya

Bab 46

Langit malam di atas markas utama tampak suram, dengan awan gelap menggantung seperti bayangan ancaman yang belum terselesaikan. Di dalam ruang briefing, Adrian berdiri di depan layar besar yang menampilkan peta digital. Garis-garis merah menyilang di beberapa lokasi penting, menunjukkan area yang telah diserang oleh musuh. "Ini bukan lagi sekadar serangan acak," kata Adrian, suaranya terdengar tegas. "Mereka memiliki rencana besar, dan kita harus menghentikannya sebelum terlambat." Keira, yang duduk di kursi dengan perban membalut lengannya, menatap layar itu dengan ekspresi serius. "Tapi kita bahkan belum tahu siapa dalang di balik semua ini. Bagaimana kita bisa melawan mereka?" Jonas, yang berdiri di sudut ruangan dengan tablet di tangannya, mengangguk pelan. "Itulah masalahnya. Data dari bunker hanya memberi kita potongan kecil dari teka-teki besar ini. Ada satu nama yang muncul berulang kali: 'Proyek Orion.' Tapi aku belum menemukan informasi lebih lanjut tentan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-18
Baca selengkapnya

Bab 47

Suasana di markas Adrian terasa berbeda setelah kejadian di pabrik tua. Meski Marcus kini dalam tahanan, ancaman dari Proyek Orion masih menggantung seperti bayangan gelap di atas kepala mereka. Setiap orang di tim menyadari bahwa ini hanyalah awal dari pertempuran yang lebih besar. Adrian duduk di ruang interrogasi, matanya tajam mengamati Marcus yang kini terikat di kursi logam. Luka-luka di wajah Marcus mengingatkan pada betapa kerasnya perlawanan yang baru saja terjadi, tetapi tatapan pria itu masih dipenuhi kebencian. “Berapa lama kau akan menatapku seperti itu, Adrian?” ejek Marcus. “Apa kau ingin menebus dosa-dosamu dengan tatapan penuh rasa bersalah?” Adrian tetap diam, menggenggam pena di tangannya dengan erat. Keheningan terasa begitu mencekam di antara mereka, seperti badai yang siap meledak kapan saja. “Katakan saja, Marcus,” suara Adrian akhirnya pecah. Suaranya terdengar berat dan penuh emosi yang terpendam. “Apa tujuanmu sebenarnya? Kenapa kau mengkhianati
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-18
Baca selengkapnya

Bab 48

Marcus berdiri tegap, tubuhnya seperti patung yang memancarkan kekuatan. Sorot matanya tajam, menyiratkan keinginan untuk mengakhiri segalanya. Di belakangnya, bayangan para penjaga berseragam hitam memenuhi lorong sempit itu. “Adrian,” suara Marcus memecah kesunyian, dingin seperti malam tanpa bintang. “Kau selalu mencoba menjadi pahlawan. Tapi lihatlah sekitarmu. Dunia ini tidak peduli pada orang-orang seperti kita.” Adrian tidak bergeming. Rahangnya mengeras, mencerminkan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku tidak melakukannya untuk dunia, Marcus. Aku melakukannya karena aku tahu apa yang benar.” Marcus mengangkat alis, seolah terhibur dengan jawaban itu. “Benar? Kau berbicara seolah-olah kebenaran itu mutlak. Padahal, Adrian, kebenaran hanyalah versi cerita yang menang.” Jonas, yang berdiri di belakang Adrian, menggenggam senjata dengan tangan bergetar. “Kita harus pergi sekarang,” bisiknya dengan nada cemas. Namun Adrian tidak menjawab. Pandangannya tetap terkunci p
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-19
Baca selengkapnya

Bab 49

Ruangan operasi darurat yang mereka bangun di dalam fasilitas lama itu dipenuhi oleh ketegangan yang hampir tak tertahankan. Suara desis perangkat komputer berpadu dengan napas tertahan setiap orang di sana, menciptakan suasana yang penuh tekanan. Adrian berdiri di tengah, sorot matanya terpaku pada layar besar yang memancarkan tampilan sistem kompleks. “Kita akan meluncurkan operasi ini tepat pukul tiga pagi,” kata Adrian dengan nada datar, tapi penuh otoritas. “Waktu kita tidak banyak, dan setiap detik akan menentukan.” Keira berdiri di sampingnya, melipat tangan di depan dada. Matanya bergerak cepat membaca peta digital yang diproyeksikan di layar lain. “Sistem ini lebih rumit dari yang kita perkirakan. Aku butuh waktu tambahan untuk menembus firewall-nya.” Jonas, yang tengah memeriksa perlengkapan komunikasi, menoleh dengan cemas. “Berapa lama tambahan waktu yang kau perlukan?” Keira menggelengkan kepala, ekspresinya penuh ketegangan. “Tidak tahu. Tapi ini akan suli
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-19
Baca selengkapnya

Bab 50

Keheningan menyelimuti malam itu, hanya diiringi oleh bunyi tetesan hujan yang mengguyur atap bangunan tempat Adrian kini terjebak. Pintu pusat data berdentum untuk kedua kalinya, para penjaga yang bersenjata lengkap bergerak masuk dengan langkah sigap. Wajah mereka mencerminkan kewaspadaan, senjata di tangan mereka mengarah ke Adrian. Adrian berdiri tegak di depan konsol utama, tubuhnya sedikit condong ke depan, melindungi perangkat Keira yang masih menyala di meja. Matanya penuh determinasi, meskipun ia tahu dirinya berada di posisi yang genting. "Siapa kau?!" teriak salah satu penjaga, suaranya menggema di ruangan sempit itu. "Angkat tanganmu sekarang!" Alih-alih menjawab, Adrian melirik jam kecil di pergelangan tangannya. Detik berlalu dengan cepat, tetapi di benaknya, setiap detik terasa seperti selamanya. Dia tahu Keira dan tim lainnya membutuhkan waktu untuk melarikan diri dengan aman. Adrian menarik napas panjang, melangkah satu langkah maju dengan gerakan pe
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status