Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Benih Papa Sahabatku: Chapter 171 - Chapter 180

360 Chapters

Bab 108A. Mencabut Kasus

Sungguh, Daniel tak menyangka jika orang-orang yang pernah hadir di masa lalu, kini Allah datangkan kembali. Pertama Nida, sekarang Gauri. Wanita yang dulu pernah dicintai Daniel namun ditentang Gragastara hanya karena ia berasal dari keluarga biasa. Bukan anak seorang pengusaha atau anak pejabat atau anak dari keluarga kaya raya. "Aku Gauri, Daniel," sambung Gauri melihat Daniel tak mengeluarkan sepatah kata pun. Daniel tersadar, mengembangkan senyum tipis. Beberapa waktu lalu, Daniel sempat mendengar suara Gauri lewat sambungan telepon, hatinya sangat bergetar, kerinduan pun langsung menyergap hatinya. Tetapi, sekarang ketika bertemu, Daniel biasa-biasa saja perasaannya. Jangankan kerinduan, hatinya bergetar juga tidak. "Tentu saja aku masih ingat." Tidak berlangsung lama, Bi Rusmi datang membawa tiga cangkir hangat, diletakkan di hadapan kedua tamunya juga di hadapan Daniel. "Kamu apa kabar, Gauri?" Daniel berusaha menyikapi sikapnya. Dia harus bisa menghalau rasa terkejut meli
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 108B. Siapa Namanya?

Daniel harus tegas. Dia tidak boleh lemah meski di hadapan Gauri sekalipun. Gauri menghela napas panjang. Ternyata membujuk Daniel tidak semudah yang dikira Gauri. Dulu, Daniel selalu mengabulkan apapun yang minta Gauri. Tapi, sekarang?"Ya udah enggak apa-apa. Aku cukup mengerti. Maaf, aku ganggu waktu istirahatmu."Daniel tak tega ketika melihat tetesan air mata yang membasahi wajah Gauri. Kenangan masa lalunya sewaktu bersama Gauri kembali melintas. Daniel adalah lelaki yang sering kali menyeka lelehan air mata Gauri. Tetapi kini, hal itu tidak mungkin Daniel lakukan. Gauri memberi isyarat pada Tina agar membantunya duduk di atas kursi roda. "Gauri, tunggu!"Gauri dan Tina menoleh. Mereka berdua berharap kalau Daniel mau mencabut kasus Hesti. "Apalagi, Dan?""Kalian ke sini naik apa? Maksudku ... apa kalian bawa mobil sendiri?" Daniel bertanya menatap Gauri dan Tina bergantian. "Kami naik grab, Pak." Kali ini Tina yang menjawab. "Kalau begitu, biar aku anterin sekalian aku peng
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Bab 109A. Jangan Marahin!

Pertanyaan Namira membuat Daniel bingung dan tercengang. Dia tidak ingin menyebut nama Gauri karena sekarang Namira sudah tahu kalau dulu Daniel pernah mencintainya. "Mas?" panggilan Namira membuat Daniel terkejut. "Iya, Sayang. Aku tinggal sebentar aja. Nanti pulangnya aku beliin sesuatu. Atau kamu mau nitip?" Daniel sengaja mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin menyakiti hati Namira. Istrinya sekarang sedang tidak enak badan, lagi banyak pikiran. Namira menarik napas panjang. Ia mencoba mengerti. Tidak ingin memaksa suaminya mengatakan siapa dia itu?"Enggak. Aku gak nitip apa-apa. Takut mual lagi. Aku mau tidur lagi. Kamu kalau mau nganterin si dia, ya udah sana. Hati-hati."Namira sedang tidak ingin merajuk atau memaksa. Ia berbaring kembali, menarik selimut sebatas d4da, lalu pura-pura memejamkan kedua mata. Namira tidak ingin memikirkan yang tak patut dipikirkan. Ia harus bisa menjaga kesehatannya. Harus bisa menjaga calon bayinya. Daniel merunduk. Ada rasa bersalah dalam
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 109B. Berpikir Positif

Sampai di rumah Gauri, Daniel membantu wanita itu keluar dari mobil, duduk di atas kursi roda. "Biar saya saja yang mendorong kursi rodanya, Tina." Daniel menghalau tangan Tina yang hendak menyentuh kursi roda. "Dan, jangan begini. Aku gak mau repotin kamu," ujar Gauri mendongak, menatap lelaki yang masih terlihat ketampanannya. "Enggak apa-apa. Aku enggak ngerasa direpotin."Daniel mendorong kursi roda yang ditempati Gauri. Setelah kursi roda itu masuk ke dalam rumah. Daniel dipersilakan duduk di sofa sederhana."Mohon maaf kalau kamu merasa kepanasan di rumah ini," ucap Gauri pada lelaki yang telah lama baru ia jumpai lagi. "Enggak apa-apa." Tidak berselang lama, Tina datang membawa segelas air putih, diletakkan di hadapan Daniel. "Silakan diminum airnya, Pak." Tina mempersilakan dengan sopan. Daniel menganggukkan kepala, mengangkat gelas itu lalu menyesap airnya. "Jadi selama ini kamu tinggal di sini?" tanya Daniel, setelah meletakkan gelas ke tempat semula."Enggak selama i
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 110. Penjelasan

"Mau makan malam dulu gak, Mas?" tanya Namira saat mereka masuk ke dalam kamar. Daniel melepaskan kancing kemeja. "Nanti, aku mau mandi dulu," jawab Daniel, raut wajahnya masih datar. Namira berpikir, mungkin Daniel masih kesal karena mereka sempat berselisih paham. Daniel masuk ke dalam toilet. Sedangkan Namira membawa pakaian kotor suaminya keluar kamar, menuju mesin cuci. "Mih, Papah mana?" Tanpa disadari Namira, Bianca sudah berdiri di belakangnya. "Ya Allah, Bi ... ngagetin aja kamu. Papahmu lagi mandi.""Oh ... Mamih gak ngajakin Papah makan dulu?""Enggak. Dia bilang mau mandi dulu. Ngapain sih kamu tanya-tanya gitu? Kayak wartawan aja banyak tanya, Nida mana?" Namira mengitari sekeliling, mencari keberadaan Nida. Padahal dia tidak ingin membahas masalah suaminya. Sebagai seorang istri, Namira juga memiliki firasat kalau suaminya sedang menyembunyikan sesuatu. Terutama menyembunyikan si dia. "Di kamarnya kali.""Oh. Kamu gak belajar? Biasanya belajar terus?" tanya Namira
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 111A. Bagai Memarahi Anak

"Kenpa tadi gak langsung jawab?" tanya Namira melepaskan pelukan, menyeka lelehan air matanya. Seharian ini, terlalu sering Namira menangis. Kalau tidak ingin bayi yang dikandungnya, dia akan terus-menerus menangis, enggan keluar kamar, menemui Bianca dan juga Nida. "Aku takut kamu jadi kepikiran," jawab Daniel membelai pipi istrinya. "Justru kamu kayak tadi, yang bikin aku kepikiran." kata Namira cemberut. Daniel kembali memeluk tubuh Namira, meng3cup puncak kepala berulang kali. "Iya, Sayang. Aku minta maaf. Aku udah salah. Aku benar-benar minta maaf," ucap Daniel menyesali yang telah dilakukannya. "Kamu udah makan belum?" Daniel melepaskan pelukan, menatap wajah istrinya yang sendu. Namira menggeleng lemah. "Ya Allah, Sayang ... kenapa gak makan duluan? Ini udah jam berapa?" Daniel melirik jam dinding kamar. "Aduh, udah mau jam sembilan malam," sambung Daniel cemas. "Aku pengen makan sama Mas Ayang ...." rengek Namira, meletakkan kepalanya pada dada bidang Daniel. Hati Danie
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 111B. Sepiring Berdua

"Papah minta maaf, Bi. Tadi Papah sempat selisih pendapat sama mamihmu. Mungkin itu yang bikin Papah marahin dia. Oke, Papah emang salah. Enggak seharusnya Papah kayak gitu. Papah benar-benar menyesal," ungkap Daniel baru kali ini merendahkan diri di depan anak kandungnya. Mau bagaimana lagi, Daniel memang salah. Saran yang disampaikan Namira tidak salah, hanya tidak disetujui Daniel. Mereka hanya berselisih paham, dalam rumah tangga, bukankah suatu hal yang wajar? "Papah gak perlu minta maaf sama aku. Minta maaf sama Mamih. Benar-benar minta maaf dan nyesel udah kayak gitu," titah Bianca penuh emosi. Meski Namira ibu sambungnya, tapi ia suka Daniel memarahi. Namira tidak hanya sebagai ibu sambung tapi sahabat karibnya sejak dulu. Maka tak heran jika Bianca sangat menyayangi dan mengerti perilaku Namira. "Iya, Bi. Tadi Papah udah minta maaf sama Mamihmu. Sekarang Papah mau nyendokin nasi buat dia. Mamih kamu pengen makan malam di kamar." "Oh ya udah. Aku juga mau masuk kamar lag
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 112A. Teringat

Sampai malam hari, Gauri selalu terbayang-bayang seraut wajah tampan Daniel yang baru dijumpainya setelah bertahun-tahun lamanya berpisah. Rasa rindu yang sebelumnya sempat hilang, kini justru hadir kembali, memenuhi benak seorang wanita yang duduk di atas kursi roda. "Bu, Ibu belum tidur?" sapaan Ferry tak dihiraukan Gauri. Sedari tadi, Wanita itu sengaja membuka jendela kamarnya, memandang langit yang ditaburi bintang, bibirnya melengkung senyum, mengingat masa lalu bersama lelaki bernama Daniel Bragastara. "Bu, Ibu?" Ferry menggoyangkan lengan Gauri. Wanita itu tersentak kaget, kedua matanya membeliak karena terkejut. "Eh, kamu, Nak. Ngagetin Ibu saja. Ada apa?" tanya Gauri mengelus d4danya. Ferry menggelengkan kepala, duduk di ujung meja yang dekat jendela kamar Gauri. "Udah jam sembilan malam, kenapa Ibu belum tidur? Ini juga jendela, kenapa pula dibuka?" Ferry menutup jendela kamar ibunya, mengunci. Lalu, mendorong kursi roda Gauri, memapah, berbaring di atas tempat tidur.
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 112B. Menghindar

Pagi hari, Daniel dan Namira masih berada di bawah selimut. Mereka seolah enggan beranjak dari tempat tidur. Setelah salat Subuh berjamaah, mereka melakukan hubungan yang dipenuhi pahala. "Mas Ayang, udah jam setengah tujuh. Enggak mau mandi?" tanya Namira yang kepalanya diletakkan di atas d4da bidang Daniel. Lelaki itu masih memejamkan kedua mata, mengatur napasnya perlahan-lahan. "Nanti aja, Sayang. Aku masih capek."Namira mengulum senyum, memeluk erat tubuh suaminya. Seperti ini, keduanya merasakan kenyamanan yang sebelumnya mereka rasakan. Namira juga sebenarnya malas beranjak. Dia ingin seharian penuh seperti ini saja dengan Daniel. "Ya Allah, Mas Ayang! bukannya nanti jam sembilanan ada sidang kasus tante Hesti?" pekik Namira yang baru ingat. Kedua mata Daniel langsung terbuka. Ia sampai lupa padahal kemarin sudah mengingatkan Bianca berulang kali kalau hari ini persidangan kasus Hesti pertama kalinya. "Ya Allah, aku lupa. Sayang, aku harus mandi sekarang. Kamu mau bareng a
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more

Bab 113A. Siapa Yang Brengsek?

"Dih, Papah! Kok gitu sih? Terus nanti aku harus gimana?" Bianca langsung protes saat mendengar Daniel tidak bisa menemaninya di kantor pengadilan. "Mas Ayang, emang kerjaannya gak bisa dibawa ke rumah?" Kali ini, wanita yang duduk di sebelah Daniel ikut protes. Dia merasa kasihan pada Bianca jika Daniel tak bisa menemaninya. Daniel menelan saliva, ia benar-benar bingung. Daniel hanya ingin menghindari seseorang. Aneh sekali, kenapa pula Gauri mau datang ke acara persidangan bukannya berobat ke rumah sakit? "Sayang, Bianca, aku juga maunya menemani Bianca di sana. Tapi, baru saja ada pesan dari Yuda. Menyuruhku ke kantor. Please, Bianca ... kali ini ngertiin Papah."Bianca bersidekap, pandangannya keluar jendela. Namira melongok ke belakang, raut wajah Bianca terlihat sangat masam. Setelah itu, Bianca maupun Namira tak bisa protes lagi. Mereka tidak ada yang bicara sampai halaman kantor pengadilan. "Mas Ayang, kalau udah kelar kerjaannya, tolong ke sini, ya? Kasihan Bianca ...." N
last updateLast Updated : 2025-01-22
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
36
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status