Home / Romansa / Dekapan Dingin Suami Panas / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Dekapan Dingin Suami Panas: Chapter 21 - Chapter 30

80 Chapters

21. Hari Sial Lea

"Azalea," panggil Haiden, nadanya pelan dan lebih lembut. Dia sengaja karena dia tahu perempuan ini sedang merajuk padanya. Lea menghela napas, berhenti makan kemudian bangkit dari sofa. Dia melewati Haiden, sengaja menyenggol lengan pria itu secara kasar. Haiden menatap Lea, ingin menegur tetapi ia urungkan. Haiden memilih mengikuti Lea, menuju ke arah dapur. Lea menyiapkan bahan untuk ia masak, setelah itu dia mencuci tangan dan mulai berkutat di dapur. Akan tetapi saat menyadari rambutnya tak dikuncir, Lea menghentikan aktivitas. Dia kembali mencuci tangan, mengeringkan tangan sembari mencari sesuatu sebagai pengikat rambut. Namun tiba-tiba saja, Haiden menghampirinya. Pria itu berjalan ke belakang tubuh Lea, dia mengumpulkan rambut Lea kemudian mengikat rambut istrinya dengan sebuah ikat rambut polos berwarna hitam yang selalu Haiden bawa–ia jadikan gelang. "Terimakasih," ucap Lea, cukup baper pada Haiden karena mengikat rambutnya. Pertanyaannya, darimana pria ini menda
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

22. Aromamu yang Kukenal Sweetheart

"Lea, tunggu." Dimas mengajar Lea, sedikit berlari karena Lea berjalan dengan sangat cepat. Mereka sudah di lobi dan banyak yang memperhatikan mereka, akan tetapi Dimas tak peduli. Dia harus memastikan kondisi Lea karena setelah berniat menemui Haiden, Lea mendadak buru-buru pergi. "Lea …," panggil Dimas. Lea berhenti melangkah, buru-buru menghapus air mata kemudian memutar tubuh ke arah belakang. Namun, saat berputar, Lea menyenggol tangan Dimas sehingga membuat kotak souvenir yang ada pada Dimas jatuh. Brak' Kotak tersebut jatuh, ikatan pita terlepas dan isinya keluar–sebuah souvenir mewah yang terbuat dari keramik dengan bahan kualitas tinggi. Tak ada yang pecah, akan tetapi suara dentingan antara kramik dan lantai, terdengar nyaring. Lea melebarkan mata, mulut menganga lebar karena syok dan panik. Lea buru-buru berjongkok untuk membereskan souvenir yang terjatuh. Begitu juga dengan Dimas. "Maaf, Dim, aku nggak sengaja menyenggol tangan kamu," ucap Lea dengan penuh per
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

23. Istri yang Menutup Diri

"Hum." Haiden berdehem singkat, kembali melanjutkan langkah dengan tampang yang datar. Penciumannya memang tak pernah salah, itu aroma milik istrinya dan Lea memang kemari. Setelah tiba di lobi, rahang Haiden langsung mengatup, kemarahan seketika menyelimuti–tak suka melihat istrinya bersama pria lain. Haiden melangkah panjang ke arah sana dan ketika sudah di dekat Lea, tanpa mengatakan apa-apa Haiden langsung menarik pergelangan Lea–membawa Lea secara paksa. Tiba di ruangannya, Haiden mengunci pintu kemudian membawa Lea ke sofa. Dia mendudukkan Lea secara kasar ke atas sofa. "Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau datang ke kantorku?!" marah Haiden, membentak Lea dengan suara tinggi dan mencekam. Lea sampai tersentak oleg bentakan Haiden, tubuhnya berakhir gemetar–tak tahan mendengar suara bentakan. Namun, Lea berusaha menahan diri, dia berusaha membendung air mata di pelupuk. 'Aku sudah biasa dibentak oleh Papaku. Dan bentakan Mas Haiden … aku juga harus terbiasa.' bat
last updateLast Updated : 2024-12-16
Read more

24. Aku yang Tak Sesuai Keinginanmu

"Silahkan, airnya sudah kusiapkan," ucap Lea setelah menyiapkan air pemandian untuk suaminya berendam. Lea menoleh sejenak pada Haiden, berjalan menuju ranjang untuk mengambil novel yang ia letakkan di sana. Namun, pergelangan tangan Lea dicekal oleh Haiden, membuat Lea terpaksa menghentikan langkah. "Kau marah, Azalea?" tanya Haiden, nadanya memang terkesan datar akan tetapi tersirat perhatian serta kekhawatiran di sana. Tatapannya teduh, memperhatikan ekspresi wajah Lea yang terlihat lelah. Lea menggelengkan kepala, melepas paksa tangan Haiden dari pergelangan nya. "Aku bukan orang yang menghabiskan tenaga untuk marah," jawab Lea pelan, terkesan acuh tak acuh. Setelah itu kembali melanjutkan langkah, mengambil novel di atas ranjang dan setelahnya memilih keluar dari kamar. Haiden menatap kepergian Lea dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dia ingin mengejar Lea, akan tetapi Haiden mengurungkan niat. Dia memilih masuk dalam kamar mandi, menenangkan diri yang diselimuti kem
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

25. Sentuhan yang diharapkan

"Maaf-- aku tidak sesuai ekspektasi, Azalea," lanjut Haiden, nadanya jauh lebih berat dan terasa dalam. Tangisan Lea perlahan redup. Lea tak butuh perkataan maaf karena dia menginginkan perhatian Haiden. Akan tetapi, ucapan Haiden membuat hati Lea bergetar. 'Apa tanpa sadar aku menuntutnya? Tapi aku tidak pernah menegurnya yang tak pernah memperhatikanku, aku hanya diam.' batin Lea, air matanya masih terus jatuh akan tetapi suara isakan tak keluar lagi. "Jangan menangis." Haiden menangkup pipi Lea kemudian mengusap air mata istrinya secara lembut. Tatapannya begitu teduh dan dalam, sorotnya berhasil menghipnotis Lea yang terdiam sembari terus menatap pada manik gelap suaminya. "Teman-temanku datang, aku sedikit khawatir kau bertemu dengan mereka. Maaf," ucap Haiden kembali, menangkup pipi Lea–mengusap pipi istrinya dengan ibu jari, "aku suka kau datang ke kantor. Terlebih jika itu untuk menemuiku." "Ucapanku kadang berbanding terbalik," lanjut Haiden. "Memangnya kenapa
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

26. Kapan Memberikan Keturunan?

"Aku tidak ingin kau bekerja di sana," ucap Haiden yang saat ini sedang sarapan dengan Lea. Lea yang akan menggigit roti, langsung menoleh pada Haiden. "Aku dan Dimas hanya berteman, Dimas juga sudah punya tunangan, Mas," jelas Lea cepat, sedikit kesal karena dia baru memulai untuk menjadi wanita karir tetapi Haiden berniat menghentikannya. Dia langsung membahas Dimas, karena kemarin Haiden marah juga karena dia bersama Dimas. "Menurut padaku, Azalea Ariva Mahendra." Haiden berucap dingin, kembali ke setelan pabrik. "Alasannya apa, Mas Den? Kasih tahu aku kenapa aku tidak boleh bekerja," tanya Lea, menahan sabar dalam hati. 'Nih orang sepertinya dari spesies pemanis buatan, atau … gulali. Manisnya sesaat doang, ngotor-ngotorin gigi saja!' gerutu Lea dalam batin. "Kau kesal, Azalea?" Haiden memperhatikan ekspresi istrinya. "Ck." Lea berdecak pelan, tak menjawab ucapan Haiden sama sekali. 'Nanya lagi?!' "Medi Zone terlalu jauh dari rumah kita. Aku kesulitan mengawasimu j
last updateLast Updated : 2024-12-17
Read more

27. Pelukan Kematian

"Haiden." Moza, mommy Haiden memekik, menegur putranya yang menurutnya mengatakan hal yang jahat. Moza tidak enak pada menantunya yang sudah terlihat murung dan kikuk. Mungkin Lea juga tak menduga Haiden akan menjawab demikian. "Haiden," tegur Kenzie, daddy Haiden–melayangkan tatapan tajam pada Haiden. Semua orang begitu kaget mendengar ucapan Haiden, akan tetapi ada juga yang bahagia. Melody adalah orang yang sangat bahagia mendengar perkataan Haiden. Mungkin Haiden bukan tidak ingin punya anak, tetapi Haiden tak mau memiliki anak dari Lea. Lea adalah perempuan bar-bar, etika minus dan masih kekanak-kanakan. Siapa yang akan percaya wanita seperti itu bisa menjadi seorang ibu suatu saat nanti? Melody masih punya kesempatan untuk mendapatkan Haiden karena dia jelas jauh lebih baik lagi Lea, dari segi apapun. "Aku sedang sibuk, Dad, Mom. Pekerjaanku sangat banyak, dan waktu dengan Azalea sangat sedikit. Aku tidak ingin punya anak karena setelah ini ingin meluangkan waktu deng
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more

28. Aku Menyerah Mas

Hari ini Lea kembali bekerja ke perusahaan Medi Zone. Dia datang penuh semangat ke sana akan tetapi kabar buruk ia terima, membuat Lea patah semangat dan sedih. "Maaf, Neng Lea, Bapak tidak bisa berbuat apa-apa. CEO yang langsung berbicara supaya memecatmu," ucap Raja, menyerahkan surat pemecatan pada Lea. Lea menerima surat tersebut dengan ekspresi tak percaya. Apa kesalahannya sehingga dia dipecat? Bukankah sebelumnya CEO Medi Zone menganggap Lea sebagai keberuntungan perusahaan ini? Kenapa sekarang dia disingkirkan? "Aku melakukan kesalahan apa, Bos? Masalah souvenir yah?" tanya Lea, mimik mukanya tak enak. "Bu-bukan, Neng. Tetapi anu … itu-- suami jahanam Neng Lea, Tuan Haiden yah?" Lea melebarkan mata, cukup syok Raja mengetahui hal itu. Ya Tuhan! Kenapa Raja tahu? Bukankah Haiden menutup identitas Lea sebagai istrinya? Tetapi sekarang ada orang yang tahu jika Lea adalah istri Haiden. Kalau Haiden tahu masalah ini, apa Haiden akan memarahi Lea? "Hehehe …." Lea tak tahu
last updateLast Updated : 2024-12-18
Read more

29. Tidak Butuh Kata Maaf

"Aku ingin bercerai, Mas Haiden," lirih Lea, mendongak pada Haiden dengan mata berkaca-kaca. Bening kristal telah berkumpul di pelupuk, hanya tinggal menunggu dia terjatuh. Haiden terdiam mendengar penuturan Lea, perasaan cemas dan takut perlahan hadir dalam hatinya. Amarah yang sempat menguasai seketika hilang entah kenapa, berganti dengan rasa panas akibat tamparan oleh ucapan istrinya. Ini mengejutkan! Haiden tak menyangka perkataan sialan ini akan terucap dari bibir manis Azalea-nya. "Aku ingin kita mengakhiri semuanya, Mas Haiden," ucap Lea kembali. Cengkeraman Haiden lepas seketika dari pundak Lea. Pria itu mundur beberapa langkah, mengusap wajah secara kasar lalu berbalik badan–memijat pelipis untuk menahan kemarahan yang kembali menguasai diri. "Aaarrrgk!!!" teriak Haiden marah, berjalan ke arah dinding kamar kemudian meninju tembok sekuat mungkin. Bug' Suara tinjuan Haiden pada tembok begitu kuat, emosi pria itu meluap. Amarah menguasai diri! Wajah Haiden mera
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more

30. Pria yang Menyukaimu

Pagi sekali Lea keluar dari rumah Haiden. Pertengkaran tadi malam masih membekas dalam memori dan hati Lea. Mengenai perceraian, dia yakin Haiden sudah mengurusnya–menghentikannya. "Aku tidak peduli. Katakan padanya jangan mencariku," ucap Lea melalui sambungan telepon, berbicara dengan kepala maid. Kepala maid menghubungi Lea karena diperintah oleh Haiden. Pria itu mencarinya dan menyuruh Lea untuk secara pulang. Akan tetapi Lea tak akan pulang, dia ingin mencari pekerjaan dari hasil sendiri. 'Nyonya HaiLe, Tuan belum sarapan dan Tuan tidak mau memakan sarapan dari kami.' Lea memutar bola mata jengah. Haiden pikir dengan dia tak mau sarapan, Lea akan pulang? Tidak! "Biarkan saja. Dia tidak peduli pada rasa sakitku, ngapain aku peduli pada rasa sakitnya. Persetan, Bu," ucap Lea, nadanya ketus karena kesal pada Haiden. Setelah itu, Lea mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia masuk dalam taksi, berniat ke sebuah perusahaan yang direkomendasikan teman lama. Di si
last updateLast Updated : 2024-12-19
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status