Home / Rumah Tangga / Hamil Anak Calon Wakil Presiden / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Hamil Anak Calon Wakil Presiden: Chapter 111 - Chapter 120

135 Chapters

Bab 111

Sulistyo berdiri di dekat jet pribadinya yang terparkir anggun di tepi pantai, matanya yang hitam seperti bayangan malam menatap tajam ke arah garis air yang membentang luas di hadapannya. Angin laut membawa aroma asin yang menusuk hidung, sementara suara ombak memukul pasir dengan ritme yang tidak beraturan. Tetapi bukan keindahan pantai yang menarik perhatiannya—melainkan absennya sosok Aisyah, istrinya, yang seharusnya berada di sekitarnya.Kekhawatiran mulai merayapi pikirannya seperti kabut yang tak bisa diusir. "Dimana anak itu?" gumamnya dengan suara pelan, tetapi cukup keras untuk menandakan keresahan yang bergelora dalam dadanya. Tangan kirinya mengepal, sementara tangan kanannya mulai bergerak gelisah menyusuri tepiannya yang berkerikil.Saat matanya tidak menemukan jejak Aisyah, sebuah firasat buruk memukul jantungnya. Langkahnya bertambah cepat, hampir berlari saat ia mendekati bibir pantai, kaki-kakinya menghancurkan jejak-jejak ombak yang baru saja surut. "Aisyah! Aisyah
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 112

Sulistyo melangkah masuk ke dalam vila, membawa tubuh Aisyah yang lunglai dalam gendongannya. Napasnya terdengar berat, bukan karena kelelahan, melainkan karena ketegangan yang masih berdenyut dalam dadanya. Vila itu tidak semewah istana yang biasa mereka tempati, tetapi cukup megah untuk disebut sebagai tempat peristirahatan orang kaya. Langit-langit tinggi dan jendela besar memancarkan cahaya yang lembut, sementara angin laut menerpa tirai dengan lembut, membawa aroma asin yang menenangkan.Namun, bagi Aisyah, kenyamanan tempat itu tidak dapat menghapus getaran dingin yang masih membekukan tubuhnya.Sulistyo membuka pintu kamar mereka dengan satu hentakan bahu, lalu membawanya langsung ke kamar mandi. Suara deru air dari pancuran memenuhi ruangan, membasahi lantai keramik dengan aliran yang tenang namun dingin seperti nasib yang tak terhindarkan. Dengan penuh kehati-hatian, ia meletakkan Aisyah di tepi bak mandi besar yang telah disiapkan. Tubuhnya yang basah kuyup bergetar, kemeja
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 113

Makan siang itu berlangsung dalam keheningan yang ganjil. Aisyah duduk di meja besar dengan piring-piring berisi makanan laut yang menguarkan aroma lezat. Jemarinya yang lentik memegang sendok dengan hati-hati, mencicipi potongan cumi-cumi yang kenyal dan manis. Udang yang disajikan dengan saus pedas membuat lidahnya sedikit terbakar, tetapi ia tetap makan dengan tenang, menahan perasaan yang mengaduk di dalam hatinya.Di seberangnya, Sulistyo duduk dengan diam, tidak menyentuh makanan sedikit pun. Matanya terus tertuju pada Aisyah. Tatapannya bukan sekadar kekaguman, tetapi pengamatan tajam yang membawa rasa dingin menusuk tulang belakang. Ada sesuatu dalam cara ia memandang yang membuat Aisyah merasa terperangkap dalam sangkar tak kasat mata.Sulistyo akhirnya bergerak. Ia mencondongkan tubuh, tangannya terulur untuk menyibak rambut panjang Aisyah yang terjuntai ke depan, menghalangi wajahnya saat makan. Sentuhannya begitu lembut hingga membuat bulu kuduk Aisyah meremang."Sangat ca
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 114

Suara deburan ombak memeluk pantai, membentuk irama yang menenangkan di bawah langit yang perlahan memerah. Pasir putih yang hangat di bawah kaki mereka mulai terasa dingin seiring sore bergulir menuju malam. Sulistyo duduk bersila di samping Aisyah, tangannya melingkar di bahu sang istri, menariknya lebih dekat dalam pelukan yang tampak mesra namun penuh kuasa."Bersiaplah," bisiknya pelan, suaranya seperti bayang-bayang yang berdesir di antara mereka. "Sebentar lagi akan ada sunset."Aisyah mendongak, matanya yang lelah menyala sejenak dengan rasa ingin tahu. Ia mengikuti arah pandang Sulistyo ke cakrawala, tempat bola api jingga mulai merendah, mendekati peraduannya di balik lautan.Sulistyo menepuk bahunya lembut, senyumnya seperti matahari yang menyinari sisi gelap dari sebuah koin—hangat di permukaan, namun dingin di baliknya. "Terus pantau. Jangan sampai melewatkan keindahannya."Mata Aisyah tetap terpaku ke laut, sementara matahari terus m
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 115

Sulistyo akhirnya melepaskan bibir Aisyah, menarik dirinya perlahan dengan senyuman yang penuh kepuasan. Mata gelapnya menatap wanita di depannya dengan tatapan kepemilikan mutlak. Di tangan Sulistyo, Aisyah adalah boneka porselen yang indah dan rapuh, sebuah harta berharga yang hanya bisa disentuh olehnya. "Sudah puas melihat sunset?" suaranya terdengar lembut, namun ada kekuasaan yang tak dapat disangkal di setiap kata. "Sekarang kita mandi dulu. Nanti malam, kita akan melihat bintang-bintang bertaburan di langit malam pantai." Aisyah hanya mengangguk. Gerakannya lambat dan terkendali, menekan setiap percikan rasa takut yang bisa membocorkan isi hatinya. Ia tak berani menolak. Ia tahu, menentang Sulistyo sama saja dengan mengundang bahaya yang jauh lebih besar. Sulistyo mengangkat tubuhnya dengan mudah, membawanya kembali ke dalam villa yang mewah dan terisolasi dari dunia luar. Ia menurunkannya perlahan di kamar yang luas, dindingnya dihiasi cermin besar dan tirai satin yang m
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 116

Malam di tepi pantai terasa sejuk, angin berembus lembut, membawa aroma laut yang asin. Langit malam berhiaskan bintang-bintang yang bersinar cemerlang, seolah ingin menyaksikan drama yang berlangsung di bawahnya. Ombak bergulung dengan tenang, menciptakan musik alam yang menenangkan, tetapi bagi Aisyah, kedamaian itu hanyalah tipuan. Di dalam hatinya, gelombang kecemasan bergolak lebih keras dari apa pun yang ada di sekelilingnya.Sulistyo menangkup pipi Aisyah dengan sebelah tangan, jemarinya terasa dingin namun tegas, memaksa wajahnya menatap langsung ke arahnya. Tatapannya seolah menembus relung terdalam jiwa Aisyah, sebuah tatapan yang penuh dengan kuasa dan kepemilikan."Aisyah… besok kita harus kembali ke istana negara. Masih banyak yang harus aku urus, terutama pelantikan untuk menjadi presiden dan adikku menjadi wakil presiden. Kau tak masalah jika hanya berlibur di sini selama satu hari, kan?"Senyum Aisyah melengkung tipis, sebuah topeng yang sempurn
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 117

Aisyah menunduk, matanya menatap piring di hadapannya dengan rasa enggan yang membakar. Perlahan, ia membuka mulut, membiarkan Sulistyo memasukkan potongan kue black forest ke dalam mulutnya. Sentuhan lembut jemarinya di bibirnya membuat tubuhnya menegang. Ia mengunyah kue itu dengan perlahan, rasa manis dan pahit cokelat bercampur di lidahnya seperti ironi yang meresap ke dalam hatinya—indah di luar, namun penuh kepahitan yang tak kasat mata."Ayo, makan lagi," suara Sulistyo terdengar manis, tetapi bagai belati yang dibungkus sutra. Ia menyiapkan potongan kue berikutnya, menunggu dengan penuh kesabaran yang membuat Aisyah merasa seperti boneka hidup.Dengan enggan, Aisyah membuka mulut sekali lagi. Ia mengunyah dengan pelan, setiap gigitan terasa seperti menelan serpihan beban yang tak terlihat. Pandangannya tetap kosong, tak berani menatap pria yang duduk di hadapannya—pria yang menyebut dirinya suami, tapi lebih mirip penjara yang berwujud manusia.Sul
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 118

Sulistyo berdiri dengan tubuh tegap, matanya yang tajam menusuk langsung ke arah Aisyah. Setiap detik yang berlalu terasa bagaikan menit panjang yang menghimpit ruang di antara mereka. Tidak ada suara, hanya keheningan yang penuh dengan ketegangan membara. "Baiklah, aku mengerti," katanya akhirnya, suaranya rendah namun penuh beban. "Sepertinya memang kesalahanku sangat sulit dimaafkan. Kau tidak perlu membalasnya sekarang." Sulistyo berbalik perlahan, punggungnya yang kokoh tampak seperti bayangan gelap yang menjauh ke arah pintu. Namun setiap langkahnya menggema seperti pukulan palu godam di hati Aisyah. "Beri tahu aku kalau sudah selesai menghabiskan kuenya," katanya sebelum menghilang di balik pintu yang tertutup dengan bunyi lembut tetapi mematikan. Aisyah tetap duduk di kursinya, tubuhnya terasa seolah membatu. Matanya terarah pada kue black forest yang masih tergeletak di meja, dihiasi lapisan cokelat pekat dan hiasa
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 119

Malam semakin larut, tetapi bagi Aisyah, waktu terasa berjalan begitu lambat. Hening yang mencekam menyelimuti kamar mewah itu, hanya terputus oleh napas mereka yang terdengar jelas dalam kegelapan. Saat Sulistyo tiba-tiba menarik tubuhnya, Aisyah tersentak. Tubuhnya memutar dengan paksa, wajahnya kini menghadap pria yang menjadi sumber dari semua ketakutannya.Pelukan Sulistyo begitu erat, seolah mencengkram jiwa Aisyah, membelenggunya dalam ketidakberdayaan. Hidung Sulistyo mengendus lehernya, menghirup aroma manis yang bercampur dengan dinginnya keringat ketakutan."Terus panggil aku seperti itu saat kita bersama," bisiknya, suara yang rendah namun penuh perintah. Matanya menatap lurus ke dalam mata Aisyah—tatapan yang mengunci, memaksa tunduk, mencabut setiap keberanian yang mungkin tersisa di dalam dirinya.Aisyah hanya bisa mengangguk kecil, kaku, seperti boneka yang benangnya dikendalikan oleh tangan kasar.Sulistyo tersenyum puas, tanganny
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 120

Gas air mata membumbung, menyelubungi langit istana negara dalam kabut kelabu yang membuat mata Aisyah perih dan tenggorokannya tercekat. Setiap napas terasa seperti menelan bara, udara yang terhirup seolah penuh dengan kepedihan ribuan orang yang suaranya tak pernah didengar.Aisyah terbatuk keras, tubuhnya berguncang oleh sesak yang melilit dadanya. Ia meremas lengan Sulistyo, mencoba mencari keseimbangan di tengah rasa tercekik yang semakin menggila."Sudah cukup!" Sulistyo berbisik tajam, asap hitam mulai merembes dari tubuhnya seperti kabut malam yang merayap pelan, lalu meledak menjadi selubung pekat yang menyelimuti area sekitar mereka. Asap itu menyerap gas air mata, menelan racun yang menggantung di udara, memaksa rasa sakit mundur seolah-olah dunia tunduk di bawah kuasanya.Dengan gerakan yang cepat dan penuh tekad, Sulistyo meraih tubuh Aisyah. Ia menggendongnya erat, melindunginya seolah membawa harta paling berharga di dunia. "Pegang aku erat-
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status