Share

Bab 113

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2025-01-15 11:02:34

Makan siang itu berlangsung dalam keheningan yang ganjil. Aisyah duduk di meja besar dengan piring-piring berisi makanan laut yang menguarkan aroma lezat. Jemarinya yang lentik memegang sendok dengan hati-hati, mencicipi potongan cumi-cumi yang kenyal dan manis. Udang yang disajikan dengan saus pedas membuat lidahnya sedikit terbakar, tetapi ia tetap makan dengan tenang, menahan perasaan yang mengaduk di dalam hatinya.

Di seberangnya, Sulistyo duduk dengan diam, tidak menyentuh makanan sedikit pun. Matanya terus tertuju pada Aisyah. Tatapannya bukan sekadar kekaguman, tetapi pengamatan tajam yang membawa rasa dingin menusuk tulang belakang. Ada sesuatu dalam cara ia memandang yang membuat Aisyah merasa terperangkap dalam sangkar tak kasat mata.

Sulistyo akhirnya bergerak. Ia mencondongkan tubuh, tangannya terulur untuk menyibak rambut panjang Aisyah yang terjuntai ke depan, menghalangi wajahnya saat makan. Sentuhannya begitu lembut hingga membuat bulu kuduk Aisyah meremang.

"Sangat ca
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 114

    Suara deburan ombak memeluk pantai, membentuk irama yang menenangkan di bawah langit yang perlahan memerah. Pasir putih yang hangat di bawah kaki mereka mulai terasa dingin seiring sore bergulir menuju malam. Sulistyo duduk bersila di samping Aisyah, tangannya melingkar di bahu sang istri, menariknya lebih dekat dalam pelukan yang tampak mesra namun penuh kuasa."Bersiaplah," bisiknya pelan, suaranya seperti bayang-bayang yang berdesir di antara mereka. "Sebentar lagi akan ada sunset."Aisyah mendongak, matanya yang lelah menyala sejenak dengan rasa ingin tahu. Ia mengikuti arah pandang Sulistyo ke cakrawala, tempat bola api jingga mulai merendah, mendekati peraduannya di balik lautan.Sulistyo menepuk bahunya lembut, senyumnya seperti matahari yang menyinari sisi gelap dari sebuah koin—hangat di permukaan, namun dingin di baliknya. "Terus pantau. Jangan sampai melewatkan keindahannya."Mata Aisyah tetap terpaku ke laut, sementara matahari terus m

    Last Updated : 2025-01-15
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 115

    Sulistyo akhirnya melepaskan bibir Aisyah, menarik dirinya perlahan dengan senyuman yang penuh kepuasan. Mata gelapnya menatap wanita di depannya dengan tatapan kepemilikan mutlak. Di tangan Sulistyo, Aisyah adalah boneka porselen yang indah dan rapuh, sebuah harta berharga yang hanya bisa disentuh olehnya. "Sudah puas melihat sunset?" suaranya terdengar lembut, namun ada kekuasaan yang tak dapat disangkal di setiap kata. "Sekarang kita mandi dulu. Nanti malam, kita akan melihat bintang-bintang bertaburan di langit malam pantai." Aisyah hanya mengangguk. Gerakannya lambat dan terkendali, menekan setiap percikan rasa takut yang bisa membocorkan isi hatinya. Ia tak berani menolak. Ia tahu, menentang Sulistyo sama saja dengan mengundang bahaya yang jauh lebih besar. Sulistyo mengangkat tubuhnya dengan mudah, membawanya kembali ke dalam villa yang mewah dan terisolasi dari dunia luar. Ia menurunkannya perlahan di kamar yang luas, dindingnya dihiasi cermin besar dan tirai satin yang m

    Last Updated : 2025-01-15
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 116

    Malam di tepi pantai terasa sejuk, angin berembus lembut, membawa aroma laut yang asin. Langit malam berhiaskan bintang-bintang yang bersinar cemerlang, seolah ingin menyaksikan drama yang berlangsung di bawahnya. Ombak bergulung dengan tenang, menciptakan musik alam yang menenangkan, tetapi bagi Aisyah, kedamaian itu hanyalah tipuan. Di dalam hatinya, gelombang kecemasan bergolak lebih keras dari apa pun yang ada di sekelilingnya.Sulistyo menangkup pipi Aisyah dengan sebelah tangan, jemarinya terasa dingin namun tegas, memaksa wajahnya menatap langsung ke arahnya. Tatapannya seolah menembus relung terdalam jiwa Aisyah, sebuah tatapan yang penuh dengan kuasa dan kepemilikan."Aisyah… besok kita harus kembali ke istana negara. Masih banyak yang harus aku urus, terutama pelantikan untuk menjadi presiden dan adikku menjadi wakil presiden. Kau tak masalah jika hanya berlibur di sini selama satu hari, kan?"Senyum Aisyah melengkung tipis, sebuah topeng yang sempurn

    Last Updated : 2025-01-16
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 117

    Aisyah menunduk, matanya menatap piring di hadapannya dengan rasa enggan yang membakar. Perlahan, ia membuka mulut, membiarkan Sulistyo memasukkan potongan kue black forest ke dalam mulutnya. Sentuhan lembut jemarinya di bibirnya membuat tubuhnya menegang. Ia mengunyah kue itu dengan perlahan, rasa manis dan pahit cokelat bercampur di lidahnya seperti ironi yang meresap ke dalam hatinya—indah di luar, namun penuh kepahitan yang tak kasat mata."Ayo, makan lagi," suara Sulistyo terdengar manis, tetapi bagai belati yang dibungkus sutra. Ia menyiapkan potongan kue berikutnya, menunggu dengan penuh kesabaran yang membuat Aisyah merasa seperti boneka hidup.Dengan enggan, Aisyah membuka mulut sekali lagi. Ia mengunyah dengan pelan, setiap gigitan terasa seperti menelan serpihan beban yang tak terlihat. Pandangannya tetap kosong, tak berani menatap pria yang duduk di hadapannya—pria yang menyebut dirinya suami, tapi lebih mirip penjara yang berwujud manusia.Sul

    Last Updated : 2025-01-16
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 118

    Sulistyo berdiri dengan tubuh tegap, matanya yang tajam menusuk langsung ke arah Aisyah. Setiap detik yang berlalu terasa bagaikan menit panjang yang menghimpit ruang di antara mereka. Tidak ada suara, hanya keheningan yang penuh dengan ketegangan membara. "Baiklah, aku mengerti," katanya akhirnya, suaranya rendah namun penuh beban. "Sepertinya memang kesalahanku sangat sulit dimaafkan. Kau tidak perlu membalasnya sekarang." Sulistyo berbalik perlahan, punggungnya yang kokoh tampak seperti bayangan gelap yang menjauh ke arah pintu. Namun setiap langkahnya menggema seperti pukulan palu godam di hati Aisyah. "Beri tahu aku kalau sudah selesai menghabiskan kuenya," katanya sebelum menghilang di balik pintu yang tertutup dengan bunyi lembut tetapi mematikan. Aisyah tetap duduk di kursinya, tubuhnya terasa seolah membatu. Matanya terarah pada kue black forest yang masih tergeletak di meja, dihiasi lapisan cokelat pekat dan hiasa

    Last Updated : 2025-01-16
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 119

    Malam semakin larut, tetapi bagi Aisyah, waktu terasa berjalan begitu lambat. Hening yang mencekam menyelimuti kamar mewah itu, hanya terputus oleh napas mereka yang terdengar jelas dalam kegelapan. Saat Sulistyo tiba-tiba menarik tubuhnya, Aisyah tersentak. Tubuhnya memutar dengan paksa, wajahnya kini menghadap pria yang menjadi sumber dari semua ketakutannya.Pelukan Sulistyo begitu erat, seolah mencengkram jiwa Aisyah, membelenggunya dalam ketidakberdayaan. Hidung Sulistyo mengendus lehernya, menghirup aroma manis yang bercampur dengan dinginnya keringat ketakutan."Terus panggil aku seperti itu saat kita bersama," bisiknya, suara yang rendah namun penuh perintah. Matanya menatap lurus ke dalam mata Aisyah—tatapan yang mengunci, memaksa tunduk, mencabut setiap keberanian yang mungkin tersisa di dalam dirinya.Aisyah hanya bisa mengangguk kecil, kaku, seperti boneka yang benangnya dikendalikan oleh tangan kasar.Sulistyo tersenyum puas, tanganny

    Last Updated : 2025-01-17
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 120

    Gas air mata membumbung, menyelubungi langit istana negara dalam kabut kelabu yang membuat mata Aisyah perih dan tenggorokannya tercekat. Setiap napas terasa seperti menelan bara, udara yang terhirup seolah penuh dengan kepedihan ribuan orang yang suaranya tak pernah didengar.Aisyah terbatuk keras, tubuhnya berguncang oleh sesak yang melilit dadanya. Ia meremas lengan Sulistyo, mencoba mencari keseimbangan di tengah rasa tercekik yang semakin menggila."Sudah cukup!" Sulistyo berbisik tajam, asap hitam mulai merembes dari tubuhnya seperti kabut malam yang merayap pelan, lalu meledak menjadi selubung pekat yang menyelimuti area sekitar mereka. Asap itu menyerap gas air mata, menelan racun yang menggantung di udara, memaksa rasa sakit mundur seolah-olah dunia tunduk di bawah kuasanya.Dengan gerakan yang cepat dan penuh tekad, Sulistyo meraih tubuh Aisyah. Ia menggendongnya erat, melindunginya seolah membawa harta paling berharga di dunia. "Pegang aku erat-

    Last Updated : 2025-01-17
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 121

    Di ruang keluarga keluarga Nugroho, suasana penuh tawa dan percakapan ringan, namun di balik setiap kata yang terlontar, ada hawa dingin yang merayap seperti bayangan tak kasatmata. Mereka duduk melingkar di bawah lampu gantung mewah, cahaya keemasan memantulkan kemilau di meja kaca di depan mereka. Di atas meja, cangkir-cangkir porselen tersusun rapi, seperti senyuman palsu yang menghiasi wajah para penjahat berdasi. "Minggu depan... Memangnya bisa secepat itu?" Sulistyo bertanya, suaranya pelan namun sarat ejekan. Ia menyandarkan tubuh ke sofa, seolah-olah dunia berada di bawah kendalinya. Jatmiko, sang kepala keluarga, menyeringai puas, seolah sedang memamerkan mahakaryanya. "Tentu saja, Sulistyo! Lihat siapa yang bisa membujuk DPR dengan mudah. Mereka tidak lebih dari wayang yang tali kendalinya ada di tanganku." Prasetya bertepuk tangan kecil dengan ekspresi kekaguman yang dilebih-lebihkan. "Ayah memang yang terbaik!" katanya, suaran

    Last Updated : 2025-01-17

Latest chapter

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 135

    Malam mulai merayap ketika Aisyah dan Sulistyo kembali ke istana negara setelah kunjungan panjang ke rumah sakit. Langit kelam membayangi bangunan megah itu, dan suara gemuruh jauh dari aksi demonstrasi yang terus berlangsung, terasa seperti ancaman yang tak pernah benar-benar pergi.Mereka melangkah masuk ke kamar utama. Sulistyo melempar jasnya ke kursi dan duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke depan, pikirannya seolah terperangkap dalam sesuatu yang tak terlihat. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan."Duduklah." Suaranya terdengar datar, namun perintah itu penuh kuasa, membuat Aisyah tanpa sadar menuruti dengan patuh. Ia duduk di samping suaminya, tangannya mengepal erat di atas pangkuannya, sementara perasaan tertekan membungkus tubuhnya seperti rantai yang tak terlihat.Sulistyo memutar tubuhnya sedikit, jemarinya yang besar dan dingin menyentuh kepala Aisyah, mengusapnya dengan sentuhan yang tampak lembut namun penuh pe

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 134

    Pintu kamar terbuka perlahan, engselnya berderit seperti jeritan pelan yang menyeruak ke dalam keheningan. Sulistyo melangkah masuk dengan langkah tenang namun penuh kekuasaan, bayangannya yang panjang melintasi dinding seperti sosok kegelapan yang merayap mendekati mangsanya. Aisyah, yang sebelumnya tengah memegang ponselnya dengan tangan gemetar, dengan cepat menyembunyikan perangkat itu di bawah bantal dan membaringkan diri di ranjang. Matanya terpejam rapat, napasnya ditahan, seolah tidur adalah satu-satunya pelindung dari bencana yang berdiri di ambang pintu.Sulistyo mendekat, duduk di tepi ranjang, dan tangannya yang dingin terulur, mengusap rambut Aisyah dengan gerakan yang, di permukaan, tampak penuh kasih. Namun sentuhan itu bagaikan rantai besi yang melilit leher, menahan kebebasannya."Apa kau sudah memeriksanya?" Suaranya rendah, penuh tekanan yang terpendam. Setiap kata menembus jantung seperti pisau kecil yang perlahan menusuk. "Apa kau sudah hamil?"

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 133

    Komentar-komentar di komunitas media sosial terus bergulir tanpa henti seperti arus sungai yang liar, semakin deras dan panas seiring dengan berlalunya siang. Aisyah terbaring diam di tempat tidur, cahaya ponsel memantul di wajahnya yang pucat. Jemarinya menggulir layar, matanya terpaku pada setiap kata yang muncul—setiap kalimat adalah ledakan kecil yang menghantam jiwanya, mengoyak rasa tenang yang berusaha ia pertahankan.“Tapi kau lihat sendiri apa yang terjadi pada orang-orang yang menentang Sulistyo, kan? Orang-orang sekelas Nursyid saja terancam bangkrut karena berani melawannya. Apalagi orang kecil seperti kita-kita ini?”Aisyah menelan ludah, telinganya seakan mendengar gema ketakutan yang diucapkan oleh pengguna anonim di layar.“Itu benar! Apa yang bisa kita lakukan? Lihat saja para pendemo kemarin! Dua orang mati, dan jika Sulistyo tidak berbelas kasihan, mungkin lebih banyak lagi yang akan tumbang!”“Berbelas kasihan?” pikir Aisyah de

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 132

    Kolom komentar di media sosial yang selama ini menjadi arena bagi suara-suara terpendam kini dipenuhi gelombang kesedihan dan kemarahan. Ratusan pesan memenuhi layar, membentuk aliran panjang yang tak henti-hentinya bergerak, mencerminkan hati dan pikiran rakyat yang mendidih."Itu sangat mengerikan!""Benar juga, Aisyah ke mana ya? Dia sudah tidak terlihat lagi di TV atau media sosial mana pun."Setiap pesan seolah-olah menjadi sumbu yang membakar api kepedihan dan kepedulian. Mereka berbicara satu sama lain, menggema dengan rasa ingin tahu yang berbalut kecemasan."Pertanyaan bodoh! Pastinya dia sudah ditahan Sulistyo karena hampir membuatnya dihukum mati.""Aisyah yang malang… Dia hanya ingin membuka mata rakyat, menunjukkan keburukan Sulistyo. Tapi apa daya? Lawannya adalah monster yang menguasai segalanya."Nama Aisyah disebut-sebut dengan penuh kasih dan simpati, seakan-akan dia adalah simbol perjuangan yang terlupakan namu

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 131

    Aisyah terbangun dari tidur siangnya dengan hati yang gelisah. Udara dalam kamar terasa berat, seolah sesak oleh rahasia dan ketakutan yang tak terlihat. Tangannya terjulur meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Dengan jantung yang berdetak cepat, ia membuka layar dan langsung menelusuri beranda media sosial yang dipenuhi berita dan komentar panas tentang Sulistyo.Berita utama yang terpampang di layar membuat matanya melebar. “Tragedi Berdarah: Dua Mahasiswa Gugur di Tangan Presiden Sulistyo.” Setiap kata terasa seperti pukulan keras yang menghantam dadanya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosi yang berkecamuk, meski jauh di lubuk hati, ia sudah tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi.Komentar-komentar dari netizen mengalir deras seperti arus sungai yang tak terbendung, penuh dengan kemarahan dan ketakutan:“Sulistyo benar-benar mengerikan! Dia membunuh dua orang mahasiswa!”“Apa dia sungguh manusia? Dia lebih seperti monste

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 130

    Meja makan di aula megah itu dipenuhi makanan mewah, setiap piring tersaji dengan detail sempurna. Para pelayan bergerak seperti bayangan, menyajikan hidangan dengan penuh kehormatan. Di sekitar mereka, pejabat tinggi dan orang-orang berpengaruh bercakap-cakap, membicarakan nasib rakyat yang bagi mereka hanyalah angka-angka di atas kertas.Aisyah duduk dengan tenang di sisi Sulistyo, matanya memandang lurus ke depan, tapi pikirannya melayang jauh dari hiruk-pikuk. Orang-orang berlalu-lalang, wajah-wajah yang penuh tipu daya dan senyum palsu yang memuja kekuasaan. Sesekali ia menangkap mata yang menatapnya dengan iri, wajah-wajah wanita yang ingin berada di posisinya. Mereka tidak tahu. Mereka hanya melihat kemewahan dan kemuliaan, bukan rantai tak terlihat yang membelenggu jiwa.Sulistyo menoleh, menatap Aisyah dengan senyum yang tampak hangat, meski ada sesuatu yang dingin dan menguasai di balik matanya. Tangannya terulur, menyibakkan rambut Aisyah dengan lembut,

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 129

    Sulistyo berdiri di tengah tempat yang dipenuhi teriakan dan jeritan mahasiswa. Tangannya terangkat perlahan, dan dari telapak tangannya, asap hitam mulai merayap keluar, bergerak dengan kehendak yang menyerupai makhluk hidup. Asap itu menyelubungi pintu-pintu dan jendela, menutup semua jalur keluar. Suasana yang sudah mencekam berubah menjadi horor murni."Cepat keluar!" teriaknya, suaranya bergema seperti guruh di langit malam. Mata gelapnya bersinar penuh kebencian. "Jangan membuatku berubah pikiran!"Dengan satu gerakan tegas, asap hitam itu surut, membuka jalan bagi para mahasiswa yang sudah pucat pasi. Mereka berlarian, berhamburan keluar seperti kawanan domba yang diterkam serigala. Tangisan dan teriakan ketakutan mereka menggema, menyayat udara malam yang dingin. Beberapa jatuh tersungkur, sementara yang lain mendorong tanpa ampun demi menyelamatkan nyawa sendiri.Di luar, kamera-kamera televisi tetap menyala, menangkap setiap momen dengan sempurna

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 128

    Setelah prosesi pelantikan Sulistyo sebagai presiden dan Prasetya sebagai wakil presiden usai, gemuruh tepuk tangan memenuhi istana. Suara riuh itu memantul di dinding-dinding megah, membentuk simfoni kepalsuan yang memekakkan telinga. Para pejabat, tamu undangan, dan tokoh-tokoh penting berdiri dengan senyum penuh sanjungan, meski sebagian besar dari mereka menelan ketakutan yang tak mampu disembunyikan di balik topeng mereka.Di luar gerbang istana, barisan mahasiswa yang dulunya berdiri tegak dengan semangat perjuangan kini tertunduk lesu. Mata mereka kosong, menyimpan trauma dari kekejaman yang baru saja mereka saksikan. Dua dari mereka telah tergeletak tak bernyawa—korban terbaru dari tangan besi Sulistyo, presiden yang kini memegang kendali penuh atas kehidupan mereka. Suara perlawanan yang dulu membakar, kini sirna. Yang tersisa hanya rasa takut yang menggerogoti jiwa.Sulistyo menatap mereka. Senyum puas terpampang di wajahnya, sebuah senyuman yang lebih me

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 127

    Di tengah kemegahan istana yang dipenuhi sorotan kamera dan kilauan lampu, Sulistyo berdiri dengan tegak di atas podium. Senyum liciknya terukir sempurna, menampilkan gigi-gigi yang seolah siap menerkam siapa saja. Suaranya menggema, mengisi setiap sudut dengan nada kemenangan yang menusuk hati."Hadirin sekalian… Kali ini kita kedatangan tamu yang sangat penting. Sekumpulan anak-anak mahasiswa. Calon-calon pemimpin negara ini di masa depan," katanya, suaranya tegas namun sarat dengan penghinaan terselubung. "Oleh karena itu, mari kita dengarkan pidato dari presiden kalian yang baru dengan saksama!"Dia mengangkat tangannya seolah memerintah dunia untuk tunduk di bawah kakinya. Sorak-sorai dari beberapa orang bayaran bergema, menciptakan ilusi bahwa Sulistyo benar-benar dihormati.Di barisan belakang, Ratri menyaksikan dengan tubuh gemetar. Matanya membelalak, ekspresinya penuh campuran antara ngeri dan tidak percaya. "Sulistyo…" bisiknya, suaranya bergeta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status