Keesokan paginya, deru mesin jet pribadi memecah langit pagi yang biru. Di dalam kabin yang mewah, Aisyah duduk diam di samping jendela, matanya menatap ke luar dengan pandangan kosong. Sayap pesawat mengiris awan-awan putih, dan jauh di bawah sana, dunia yang ia kenal tampak begitu kecil dan tidak berarti. Namun di dalam hatinya, sebuah badai berkecamuk—badai rasa bersalah, amarah yang dipendam, dan ketidakberdayaan yang membelenggu. Sulistyo duduk di sampingnya, dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya yang tampan namun penuh tipu daya. "Aisyah," suaranya terdengar penuh rasa bangga, "hari ini aku ingin memamerkan sesuatu yang sangat berharga. Salah satu pulau terpencil yang sudah kubeli dengan uangku sendiri. Harta karun pribadiku." Aisyah menunduk, menyembunyikan kilatan benci yang tak sanggup ia tunjukkan di hadapannya. "Bukan uangmu," gumamnya dalam hati, setiap kata terasa seperti pisau yang menorehkan luka di jiwanya. "Itu uang rakyat. Keringat dan darah mereka." "Kau a
Last Updated : 2025-01-11 Read more