Home / Romansa / Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan: Chapter 21 - Chapter 30

50 Chapters

Bab 21 Percumbuan dan Gangguan

Sudut pandang Arini:Rasa mual yang muncul di ulu hatiku setelah Jovan pergi membuatku kehilangan selera makan. Notifikasi apa yang masuk ke ponselnya sampai bisa membuat raut wajahnya berubah dalam hitungan detik? Aku penasaran.Aku berbalik dan menjulurkan leher ke arah yang ditujunya, berharap bisa melihatnya sekilas, tetapi aku tidak melihat apa pun. Sesaat, aku berpikir untuk mengejar dan memata-matainya, tetapi kuurungkan niatku. Aku lebih suka menunggunya kembali dan menanyakan tentang notifikasi yang diterimanya. Jadi, aku menunggu."Maaf, aku nggak bermaksud pergi selama itu." Suara Jovan memecah keheningan saat dia kembali. Dia melirik makananku, lalu menatapku. "Kamu berhenti makan?""Kamu pikir aku bisa terus makan setelah melihatmu sekesal itu akibat notifikasi di ponselmu?" tanyaku kesal."Bukan masalah serius. Ayo, kita lanjutkan makannya," katanya dengan nada meremehkan."Notifikasi apa itu?" tanyaku tiba-tiba sambil menatapnya tajam.Jovan tampak terkejut seperti tidak
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 22 Terciduk

Sudut pandang Jovan:"Jovan, kamu di mana? Safira baru saja meneleponku. Dia kesakitan. Dia bilang perutnya sakit ...."Aku tertegun saat mendengar perkataan ibuku. Bulu kudukku meremang. Tanpa sadar aku berseru, "Apa?""Aku nggak peduli kamu sedang berada di mana dan apa yang sedang kamu lakukan! Pokoknya kamu harus cepat pulang. Nggak ada yang boleh terjadi pada ...."Hanya itu kalimat terakhir yang kudengar saat aku menutup telepon. Aku yang panik bergegas mengumpulkan pakaianku yang berserakan di lantai."Ada apa?" Suara Arini terdengar dari belakangku. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah turun dari ranjang karena aku sibuk memikirkan berbagai kemungkinan terburuk."Kamu membuatku takut. Ada apa? Siapa yang meneleponmu?" Suara Arini membuyarkan pikiranku lagi. Kali ini dia berdiri di depanku. Wajahnya tampak khawatir.Aku tergagap. "S-Safira ... i-ibuku menelepon ... dia kesakitan. P-Perutnya sakit."Arini membelalakkan matanya karena khawatir. "Dia kenapa?"Aku menggelengka
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 23 Ultimatum

Sudut pandang Arini:Sepeninggal Jovan, kekhawatiran melandaku. 'Gimana kalau ada apa-apa dengan Safira? Dia sakit perut? Padahal aku dan Jovan baru saja meninggalkan rumah kurang dari 24 jam.'Aku mencoba mengalihkan pikiranku dengan meyakinkan diriku bahwa Jovan mampu menangani situasi ini. Hanya saja, aku terus menerus kepikiran. Tiba-tiba aku merasa curiga. Jangan-jangan ini hanyalah taktik Safira untuk membuat Jovan pulang ke rumah. Soalnya, wanita itu memang tidak mau Jovan pergi.Namun, aku menepis pemikiran tersebut. Aku mencoba untuk tidak paranoid dan cemas. 'Kalau dia pura-pura, dia akan melibatkan ibunya Jovan, bukan?' Memikirkan hal ini membuatku semakin tidak tenang.Kemudian sebuah pemikiran melintasi benakku. 'Gimana kalau kondisinya kritis dan Jovan nggak mampu menanganinya?' Aku langsung tersentak. 'Aku harus pulang ke rumah juga. Mungkin Jovan perlu bantuanku.'Tanpa berpikir panjang, aku menyambar pakaianku dan mengenakannya. Lalu aku berlari keluar kamar sambil mem
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 24 Pertengkaran Kecil

Sudut pandang Arini:Aku terdiam, berusaha memahami ucapan Anita. Kami pun saling menatap secara perlahan. "Kamu bercanda, 'kan?" tanyaku."Menurutmu, aku bercanda?" Anita menanggapi dengan tegas dan serius. Aku pun menarik napas, berusaha untuk memahami nasihatnya. Menceraikan Jovan? Ide itu terasa tidak nyata dan asing. Pikiranku melayang dan benakku berkata, 'Untuk apa aku menceraikan Jovan? Aku sudah menghabiskan segalanya dan berjuang keras demi pernikahan ini.'Aku menggeleng, berusaha mentertawakannya. "Kamu bercanda, Anita," ucapku dengan suara yang sedikit gemetar.""Aku serius. Kamu nggak bisa terus-terusan jadi orang yang Jovan ragukan, Arini. Kamu itu istrinya! Dia udah dewasa dan harus bisa memilih. Kalau dia masih mencintai Safira, biarkan saja Jovan bersamanya. Kalau dia mencintaimu, dia harus tegas dan nunjukin itu dengan menempatkan Safira di tempat yang seharusnya. Percayalah, tempatnya Safira itu bukan di hidup kalian atau rumah tangga kalian!" tegas Anita.Kata-kata
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 25 Bisakah Kami Kembali Seperti Dulu?

Sudut pandang Arini:Besok adalah hari minggu dan aku bersyukur karena besok bukan hari kerja. Setelah bangun tidur, aku cuma mandi, sarapan, dan menonton TV karena Anita tidak membiarkanku bergerak sedikit pun."Hei," sapa Anita yang meremas bahuku perlahan sambil duduk di sebelahku di sofa. "Ada apa?""Hei," balasku yang menoleh sebentar, lalu kembali menonton TV. "Kamu udah beres?" Aku bertanya seperti itu karena Anita bangun dini hari untuk merapikan bunga di sisi pintu masuk rumahnya, dan aku ingin memastikan kalau dia sudah selesai."Iya. Bunganya terlihat lebih rapi sekarang," jawabnya. "Kamu harus sarapan setelah beraktivitas berjam-jam," ucapku yang masih fokus menonton TV."Kamu begitu fokus nonton TV sampai nggak sadar kalau aku sudah merapikan bunga cukup lama, mandi, berganti pakaian, bahkan sarapan. Astaga! Apakah semua wanita hamil semalas dan secuek ini?" balasnya.Aku pun terdiam. "Tunggu…, apa?" Aku bertanya sambil menoleh untuk mengamati Anita. Saat melihatnya, dia
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 26 Ironi dalam Hidup

Sudut pandang Arini:Begitu mendengar suara Jovan, Safira segera melepaskan cengkeramannya dan berbalik untuk melihat Jovan. Tatapannya yang dingin berubah jadi hangat, membuatku heran bagaimana dia bisa mengubah kepribadian dengan mudah."Nggak ada apa-apa. Arini baru saja datang dan aku memberitahunya kalau kita khawatir," jawab Safira sambil tersenyum."Arini?" ujar Jovan yang melangkah dengan cepat, lalu sampai di depanku dalam sekejap. "Kamu membuatku khawatir. Kamu dari mana saja?""Suatu tempat yang aman," gumamku yang menghindari kontak mata dengannya."Aku sangat khawatir sampai menelepon Anita. Dia bilang kamu nggak sama dia. Aku tadinya mau menelepon polisi, tapi Safira menyarankanku untuk menunggumu. Dia sangat yakin kamu baik-baik saja dan akan pulang, ternyata dia benar," ujar Jovan.Safira pun menyunggingkan senyum penuh kemenangan ke arahku dan aku mendengus kesal. Seberapa buta Jovan? Saran dari Safira itu bukan karena simpati, tapi dia tidak mau mencariku. Namun, sepe
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 27 Kamu Mau Cerai?

Sudut pandang Arini:Ini dia, bertingkah lagi sebagai suami idaman. Aku terdiam di tempat, memikirkan apa yang harus aku lakukan. Kenyataannya, aku tidak berencana untuk pulang hari ini. Meskipun aku tahu kalau aku akhirnya akan pulang, tetap saja itu bukan hari ini."Jovan, sepertinya aku belum mau pulang hari ini," kataku dengan gamblang.Jovan pun membalas dengan alis berkerut, "Kenapa? Kamu masih marah sama aku? Ayolah, Arini. Aku berjanji akan menjelaskan segalanya kepadamu kalau kamu pulang bersamaku."Aku menjawab dengan ragu, "Tapi ….""Nggak ada tapi, Arini. Kumohon, pulanglah. Kamu nggak bisa lari dari rumah tanggamu," ujarnya yang memotong perkataanku.Aku pun memutar mata dan bergumam, "Ya, rumah tangga yang dimasuki orang asing.""Apa katamu?" tanya Jovan."Aku nggak ngomong apa-apa," jawabku.tidak lama setelah itu, Riska berjalan melewati kami dan melambaikan tangan dengan girang. Aku menggerutu dalam hati, lalu melewati Jovan dan berjalan ke pintu mobil tanpa sepatah ka
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 28 Mustahil Aku Bisa Bersamanya

Sudut pandang Arini:Aku melihat Jovan terdiam dengan mata terbelalak seolah-olah hampir copot dari kelopaknya. Namun, aku tidak terganggu dengan itu dan masih mau mendengar jawabannya. Suasana pun hening untuk beberapa saat."Apa katamu?" tanya Jovan dengan suara yang terdengar kaget dan raut wajah tercengang.Aku lanjut bertanya, "Apakah kamu masih mau bersama dia?" Saat aku mengatakan "dia," Jovan tahu siapa orang yang aku maksud."Maafkan aku, tapi pertanyaanmu itu kurang jelas," balas Jovan."Baiklah, biar aku katakan dengan gamblang!" tegasku. Aku tiba-tiba merasa bosan dan ingin langsung bicara ke intinya."Beberapa hari ini, aku merenung dan mulai memahami beberapa hal. Kalau kamu nggak bisa membiarkan Safira pergi, aku akan biarkan kamu bersamanya. Aku nggak bakal menghalangimu untuk bersama kekasih lamamu. Kita akan berpisah secara baik-baik, dan aku akan mendoakan yang terbaik untuk kalian kalau kalian mau," tegasku."Apa yang kamu bicarakan?" Jovan emosi dan langsung berdi
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 29 Penyusup

Sudut pandang Arini:"Sungguh?" teriak Anita di telepon. "Aku bisa membayangkan raut terkejut di wajahnya. Begitu aku sampai di kantor dan bersiap-siap, aku menelepon Anita untuk cerita soal kejadian pagi ini. Dia terkejut dan senang, aku bisa tahu dari tawanya yang lepas."Untuk sesaat, aku takut dia akan menyerangku karena marah. Dia begitu terkejut. Kurasa, dia terbiasa mendapatkan apa yang dia mau dan penolakan bukan pengalaman yang menyenangkan baginya.""Iya, 'kan? Jovan pantas mendapatkan tepukan di punggung. Dia harus sering melakukannya. Safira harus paham kalau dia nggak bisa selalu mendapatkan apa yang dia inginkan," ujar Anita dengan antusias."Semoga dia akan terus bersikap seperti itu," kataku dengan nada yang terdengar kehilangan sedikit semangat. "Aku sedih melihat sikapnya yang nggak konsisten. Dia membelaku kali ini, tapi di lain waktu, dia menuruti semua keinginan Safira.""Ayolah, jangan kayak gitu. Bukankah kamu bilang kalau semalam dia menyesal dan meminta maaf?"
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 30 Aku Nggak Bakal Pergi Bersamamu

Sudut pandang Arini:Aku dan Jovan terdiam, saling menatap karena terkejut. "Suara apa itu?" tanyaku dengan raut wajah ketakutan."Entahlah …," Jovan baru mau menjawab, tapi dia terdiam seolah-olah teringat akan sesuatu. Kemudian, dia berlari ke dalam rumah dan berteriak, "Safira!"Aku terkejut untuk sesaat, lalu menyusul Jovan. Kami berlari sampai ke ruang santai dan terengah-engah, lalu melihat Safira yang berbaring malas-malasan di sofa sambil menonton TV."Kamu udah gila, Safira?" Aku membentak sebelum sempat menahan diri. "Ngapain kamu teriak?" Dia nggak mengucapkan sepatah kata pun, tapi menatapku tajam untuk sesaat sebelum kembali menonton TV. Dia juga nggak menghiraukan Jovan, sepertinya dia masih marah karena penolakan Jovan tadi pagi."Safira, kamu sedang ditanya," ujar Jovan dengan nada bicara kesal. "Kamu ngapain teriak sekencang itu?" Safira akhirnya menatap Jovan dengan sinis dan berkata, "Emangnya penting buat kamu?""Kamu membuat kami, aku dan Arini, khawatir dengan kes
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status