Home / Romansa / Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan: Chapter 31 - Chapter 40

50 Chapters

Bab 31 Ini Nggak akan Lama

Sudut pandang Arini:Jovan terdiam. Selama beberapa saat kesunyian menyelimuti kami berdua."Kenapa?" tanyanya."Karena aku nggak mau pergi. Kamu pergi saja dengan Safira. Aku yakin dia pasti akan menemanimu dengan senang hati.""Tapi Safira 'kan bukan istriku, Arini," protesnya. "Istriku itu kamu.""Belakangan ini aku malah bertanya-tanya mengenai statusku di matamu. Kamu membiarkan Safira bertindak seenaknya seolah dia adalah nyonya di rumah ini."Jovan menghampiriku dan berkata, "Sayang, aku minta maaf.""Itulah masalahnya!" seruku sambil melemparkan selimutku dan duduk. "Kamu cuma bisa bilang maaf, maaf, dan maaf, tapi kamu sama sekali nggak berusaha untuk berubah. Aku sudah capek dengar permintaan maafmu karena kamu selalu mengulanginya lagi.""Arini, dia sedang hamil ….""Apakah itu berarti setiap tindakannya yang berlebihan bisa dimaafkan? Sudah ah, aku nggak mau membicarakan Safira lagi. Belakangan ini kita berdua nggak bisa bicara selayaknya suami istri tanpa berdiskusi tentan
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 32 Sang Nyonya Rumah

Sudut pandang Arini:"Sial! Kita bakalan telat!" umpat Jovan sambil mengenakan kemejanya.Aku tertawa terbahak ketika melihatnya mengomel seperti anak kecil. "Yah, kalau tadi kamu nggak nakal waktu di kamar mandi, kita nggak bakalan telat," godaku. "Jangan salahin aku dong, Sayang. Kamu sih terlalu menggairahkan," bantahnya. Aku serta merta mengatupkan bibirku agar tidak tersipu malu dan mencoba untuk tidak membayangkan kembali adegan saat kami bercinta di bawah pancuran karena khawatir akan membuat pipiku semakin merah. Jovan-lah yang mengajakku untuk melakukan seks kilat sebanyak dua ronde. Aku mencegahnya saat dia hampir memulai ronde ketiga."Kamu yang harus belajar mengendalikan diri," kataku sebelum menghampirinya dan berbalik sehingga punggungku menghadap ke arahnya. "Tolong pasangkan ritsletingku.""Gaun merah ini membuatmu tampak semakin cantik," puji Jovan saat mulai menggeser ritsleting di punggungku."Terima kasih," kataku. Saat merasakan jari-jarinya menyentuh punggungku
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 33 Aku adalah Istrinya

Sudut pandang Arini:Aku merasa kecewa saat melihat Jovan dan Safira telah meninggalkanku sendiri. Aku tidak bermasalah dengan Safira, melainkan dengan Jovan.'Aku 'kan istrinya. Bukankah kami seharusnya tiba bersama-sama sebagai sepasang suami istri?' Sejenak aku merasa ragu. 'Apakah sebaiknya aku masuk sendiri atau menelepon Jovan untuk menjemputku?'Aku merasa gugup kalau masuk ke bar tanpa Jovan. Meski kami sudah menikah selama tiga tahun, aku belum pernah bertemu dengan sahabat maupun teman-teman sekelasnya. Mungkin karena aku sibuk bekerja atau aku memang tidak pernah mendapatkan kesempatan itu.Beberapa detik kemudian, aku memutuskan untuk masuk sendiri. Sebelum masuk, aku menarik napas dalam, merapikan gaunku, dan menegakkan bahuku.Begitu aku mendorong pintu, suara tawa dan obrolan menyambutku. Seketika itu aku mencium aroma parfum dan alkohol.Wow! Tampaknya ini reuni orang-orang penting. Aku melayangkan pandanganku ke sekeliling ruangan untuk membiasakan mataku. Saat itulah
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 34 Pembalasan

Sudut pandang Arini:Pria itu membelalak kaget, mulutnya ternganga. "K-Kamu istrinya Jovan?" dia tergagap.Pria yang satunya lagi juga tampak sama terkejutnya. "Apa? Ya, ampun!"Pria pertama sudah kembali tenang. Keterkejutan di wajahnya berubah menjadi seringai licik. "Kamu pikir kamu bisa membohongi kami?" tanyanya dengan tatapan mengejek. "Kamu pasti cewek yang naksir Jovan dan sangat mengharapkan cintanya."Aku tertawa pendek karena menganggap ketidaktahuan pria itu sebagai hal yang konyol. "Oh, benarkah?" tanyaku sambil mengeluarkan ponselku. "Kalau begitu aku akan menunjukkan sesuatu padamu."Aku membuka kunci layarku untuk memperlihatkan foto Jovan dan aku di hari pernikahan kami. Di foto itu kami saling berpelukan dan tersenyum lebar.Keduanya tersentak dan memelotot secara bersamaan ketika melihat foto tersebut. Wajah mereka memucat. Aku mengedipkan mataku. Dalam hati aku merasa puas melihat ekspresi mereka. "Kurasa ini sudah cukup untuk dijadikan bukti," ujarku seraya memasu
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 35 Acara Reuni yang Kacau

Sudut pandang Arini:Suara tarikan napas orang-orang yang terkejut memenuhi seluruh ruangan saat Jovan melayangkan pukulan demi pukulan ke tubuh pria itu sampai-sampai aku takut Jovan akan membunuhnya. Aku terkejut melihat Jovan dalam posisi seperti ini. Selama tahun-tahun pernikahan kami, aku tidak pernah melihatnya adu mulut dengan seseorang, apalagi berkelahi.Aku terkejut melihat matanya yang merah, tangannya yang terkepal, dan rahangnya yang terkatup rapat. Rambutnya sekarang acak-acakan dan sebuah kancing kemejanya terlepas. Dia terlihat liar dan berbahaya."Hentikan mereka!" Setelah mendapatkan kembali ketenanganku, aku berteriak pada orang-orang yang sedang berdiri menonton di sekeliling mereka karena tidak ada seorang pun yang melerai kedua pria yang sedang berkelahi itu.Namun, tidak ada seorang pun yang bergerak. Tampaknya mereka semua takut menyinggung Jovan."Apa kalian semua tuli? Tolong hentikan mereka!" teriakku lagi. Pandangan mataku kabur saat melihat pria yang dihaja
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 36 Istri Pajangan

Sudut pandang Arini:Aku bergegas keluar dan berlari melintasi trotoar untuk mengejar Safira dan Jovan. Ternyata keduanya sudah duduk di dalam mobil. Saat menyalakan mesin mobil, pandangan Jovan tertuju pada jalan di depannya. Aku membuka pintu dan duduk di kursi belakang sambil berusaha mengatur napasku.Saat Jovan keluar dari parkiran, suasana di dalam mobil sunyi dan tegang. Safira menatap ke luar jendela dengan ekspresi yang sulit ditebak.Sedangkan Jovan tampak marah. Dia mencengkeram kemudi erat-erat dan menyetir dengan kasar sehingga membuatku mengkhawatirkan keselamatan kami."Jovan, pelan-pelan dong nyetirnya! Kita semua bakal mati kalau kamu ngebut terus seperti ini!" teriakku ketika dia hampir menabrak truk."Jangan atur-atur aku," desisnya dengan rahang terkatup rapat.Aku terkejut mendengar perkataannya yang kasar, tetapi aku tidak akan menyerah. Aku ingin sampai di rumah dengan selamat."Walau kamu nggak peduli dengan nyawa kita berdua, setidaknya kamu harus peduli dengan
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 37 Kamu Nggak Tahu Apa-Apa, Arini

Sudut pandang Arini:Perkataan Safira bagaikan sebilah belati tajam yang menikam hatiku. Selama beberapa saat aku tercengang dibuatnya. Aku lantas menoleh pada Jovan untuk meminta bantuannya, tetapi dia mengalihkan pandangannya. Keheningannya berbicara banyak. Aku pun gemetar."Kamu keterlaluan!" Akhirnya aku bisa berbicara meski dengan suara yang lemah dan gemetar. "Kamu nggak berhak bicara seperti itu padaku, Safira."Namun, dia tidak menyerah. "Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya. Kamu juga sudah tahu sendiri bahwa kamu bukan wanita yang tepat untuk Jovan. Dia pantas mendapatkan seseorang yang mengenal dan memahami dirinya."Air mata mulai membasahi sudut mataku, tetapi aku menolak membiarkan air mataku mengalir keluar. Aku tidak mau Safira puas karena melihatku menangis. Pokoknya aku tidak sudi membiarkannya mengetahui seberapa besar pengaruh perkataannya terhadapku dan betapa menyakitkannya kata-katanya itu bagiku. Tanpa berkata apa-apa lagi, aku berlari menaiki tangga. Hat
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 38 Aku Harus Berhasil

Sudut pandang Arini:Aku melihat Jovan keluar dari kamar dengan lidah yang kelu. Selama beberapa saat aku duduk mematung di atas ranjang sambil termenung. Aku sedang berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Berusaha mencerna fakta bahwa Jovan menyalahkanku dan berpihak pada Safira.Beberapa menit kemudian, aku tertidur dalam posisi duduk. Pikiranku masih terguncang karena percekcokan barusan. Aku baru terbangun saat mendengar suara perutku yang keroncongan. Aku teringat bahwa aku belum makan malam. Pandanganku beralih ke sekeliling kamar. Jovan belum kembali. Tampaknya dia bertekad untuk bermalam di kamar tamu.Aku mencoba untuk tidak merasa sakit hati. Setelah turun dari tempat tidur, aku berjalan ke kamar mandi dan mandi untuk mengusir rasa hampa. Setelah mandi dan mengenakan gaun tidur, aku keluar kamar untuk mencari makanan. Aku melangkah ke dapur dan membuka kulkas, mengamati isinya untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.Sambil menunggu makananku panas, aku memikirkan Jova
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 39 Kejutan

Sudut pandang Arini:Keesokan harinya, aku bersiap-siap untuk pergi bekerja lebih awal. Aku sebaiknya tidak bertemu dengan Jovan dan Safira setelah menguping pembicaraan mereka semalam.Saat aku berada di dalam taksi, aku terus memikirkan rencana untuk mengusir Safira dan mengambil kendali atas kehidupanku dan kehidupan pernikahanku.Sesampainya di tempat kerja, aku mencoba menyibukkan diriku dengan berbagai tugas dan rapat sekaligus menghindari Riska yang terus menanyakan alasan Jovan tidak mengantarku ke tempat kerja.Pada waktu istirahat makan siang, aku memohon-mohon pada Anita untuk mampir ke restoranku. Aku perlu berbicara langsung dengannya karena dia adalah satu-satunya orang yang bisa menolongku.Begitu duduk di dalam kantorku, Anita langsung melanjutkan pembicaraan kami semalam. "Jadi, apakah kamu sudah punya rencana?"Aku menggelengkan kepalaku karena merasa frustrasi. "Belum. Aku sudah memikirkannya sepanjang pagi ini, tapi aku belum menemukan caranya.""Kamu harus segera m
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 40 Bertahan Hidup

Sudut pandang Arini:Napasku memburu. Bukan karena aku melihat apa yang dilakukan oleh pria yang kucintai, melainkan karena aku melihat sesuatu yang menyakitkan dan tidak pernah kubayangkan sebelumnya.Di kaki ranjang, Jovan duduk dengan Safira yang mengangkang di pangkuannya. Kedua tangan wanita itu melingkari leher suamiku.Aku berdiri terpaku melihat pengkhianatan di depan mataku. Aku tidak bisa bicara, tidak bisa bergerak, dan hampir tidak bisa bernapas.Ketika akhirnya aku bisa berbicara, suaraku tidak lebih dari sekadar bisikan. Rengekan menyedihkan yang tidak kukenali sebagai suaraku.Mendengar itu, Safira yang memunggungiku langsung berbalik menatapku. Dia tidak tampak terkejut atau pun bersalah, dia malah menyeringai dan kembali menghadap Jovan dan menciumnya hingga keduanya menimbulkan suara kecupan yang keras seolah mereka sedang melakukan hal yang normal.Aku tersentak dan terhuyung mundur sambil berusaha bersandar pada dinding yang terdekat denganku. Jovan bahkan tidak men
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status