All Chapters of Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan: Chapter 1 - Chapter 10

50 Chapters

Bab 1 Awal dari Segalanya

Sudut pandang Arini:Aroma hidangan yang menggugah selera menguar di ruangan, sementara perhatianku tertuju pada sosok Jovan. Rambutnya yang hitam membingkai garis rahang yang tegas dan hidungnya yang mancung. Setelan kasual yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan pesona lekuk dadanya yang bidang dan bahunya yang tegap.Sosok suamiku memang bak model-model di majalah. Namun, tidak seperti model-model itu yang entah ada di mana, dia ada di sini, bersamaku. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami. Untuk merayakannya, aku mengusulkan sebuah makan malam romantis di rumah saja.Meskipun biasanya dingin dan terkesan cuek, Jovan masih sempat meluangkan waktu di tengah kesibukannya yang padat. Hal ini sudah aku anggap sebagai bentuk perhatiannya. Di depan pria ini, aku memang mudah luluh, apalagi ketika matanya itu menatapku lekat-lekat.Kali ini aku memilih untuk duduk berhadapan dengannya, bukan di sampingnya seperti biasa. Aku ingin melihat reaksi Jovan saat aku menyampaikan kaba
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 2 Perempuan Lain

Sudut pandang Arini:Ini benar-benar mengejutkan. Aku sampai harus berkedip beberapa kali untuk memastikan aku tidak salah lihat. Mataku terbelalak saking kagetnya, sementara otakku berusaha mencerna adegan yang ada di depanku. Suamiku, Jovan, berdiri di samping perempuan hamil yang mengaku sebagai istrinya di restoran tempatku bekerja.Kata-kata perempuan itu bahwa suaminya akan memecatku masih terngiang di telingaku. Jantungku seketika berdebar makin kencang dan napasku pun terasa berat.Dengan perasaan berkecamuk, aku berjalan mendekat. "Jovan?" tanyaku dengan suara serak yang hampir terdengar seperti bisikan.Jovan menatapku dengan ekspresinya yang tenang. "Hai, Arini," ujarnya dengan nada datar seolah-olah berada di restoran tempatku bekerja bersama perempuan hamil yang mengaku sebagai istrinya adalah hal yang biasa.Mataku menyipit, berharap dia akan memberi penjelasan. Namun, sebelum Jovan sempat berkata-kata, Safira buru-buru maju dengan ekspresi terkejut seolah-olah baru menya
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 3 Ketika Keraguan Muncul

Sudut Pandang Arini:"Maaf, Anita, aku harus buru-buru pulang. Terima kasih, ya. Nanti aku telepon kamu lagi," balasku cepat.Setelah mendengar kabar dari Anita barusan, aku berusaha sekuat tenaga mengendalikan pikiranku yang berkecamuk. Jovan adalah pria yang sopan dan penuh perhatian. Selama tiga tahun pernikahan kami, aku kira aku sudah mengenal siapa dirinya. Baru kali ini aku melihatnya begitu peduli pada perempuan lain dan bahkan sampai ingkar janji.Aku menghela napas saat turun dari mobil. Bayangkan saja keterkejutanku begitu membuka pintu. Di ruang tamu, Safira duduk dengan santai dan asyik mengobrol dengan ibu Jovan. Keduanya terlihat akrab dan sesekali tertawa saat bercakap-cakap. Di sisi lain, Jovan duduk sendirian di kursi di sebelah mereka."Wah, ada apa ini?" tanyaku, memaksakan suara keluar dari tenggorokanku yang tercekat.Saat aku mendekat, Jovan segera berdiri dan membantuku melepas mantel. "Aku mengajak Safira pulang karena Ibu mau ketemu sama dia," jelasnya, masih
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 4 Awan Gelap Pernikahan

Sudut pandang Arini:Saat Safira masih terdiam karena kaget dengan kemunculan Jovan yang tiba-tiba, aku perlahan berdiri dari kursi. Segala hal yang baru saja kudengar berkecamuk dalam benakku. Hatiku terasa makin perih karena aku harus mendengar hal ini dari Safira, bukan dari Jovan sendiri. Aku berjalan melewati suamiku itu dan mengabaikannya saat dia berusaha berbicara denganku. "Arini, dengarkan aku ...," ujarnya sambil berusaha meraih tanganku.Aku menepis tangannya dan berjalan menaiki tangga dengan mata yang berkaca-kaca. Sesampainya di kamar, aku langsung merebahkan diri di kasur. Lelah, kecewa, dan marah campur aduk menjadi satu.Tiba-tiba, sebuah pesan masuk ke ponselku.[ Aku minta maaf. ]Aku menatap layar sebentar, lalu mematikan ponsel. Saat ini aku tidak ingin mendengar permintaan maaf Jovan dan hanya mencoba untuk tidur. Namun, kegelisahan membuatku sulit terlelap dan saat terbangun keesokan harinya, sisi ranjang yang biasa Jovan tempati kosong.Ini berarti dia tidak t
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 5 Berurusan dengan Perempuan Jalang

Sudut pandang Arini:Sebelum aku sempat meluapkan amarahku, ekspresi Jovan berubah serius. "Safira, bunga itu bukan buat kamu," ujarnya dengan tegas sambil merebut kembali bunga itu dari Safira dan memberikannya padaku."Bunga ini untuk istriku," lanjut Jovan sambil menatapku.Wajah Safira langsung merah karena malu, sementara aku tersenyum puas. Namun, aksi Safira ternyata tidak berhenti di situ.Dengan mata berkaca-kaca, dia menatap Jovan dan berkata, "Jojo, aku nggak berniat mengganggu kalian, tapi ... bunga itu buatku, 'kan? Ingat nggak, dulu waktu SMA, kamu sering memberi bunga lavender buatku?"Jovan terlihat bingung. Matanya bergantian menatapku dan Safira. Rasanya aku ingin mengumpat. Apa lagi yang perlu dia pikirkan? Bunga itu sudah diberikan padaku. Seharusnya dia tidak perlu lagi memedulikan rengekan Safira."Arini," kata Jovan dengan tenang. "Biar dia pegang dulu bunganya malam ini. Besok aku akan membelikanmu sesuatu yang lebih spesial, janji."Aku hampir tidak memercayai
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 6 Dia Memilih untuk Menolong Perempuan Lain

Sudut pandang Arini:Aku naik ke kamar di lantai atas dengan kepala berdenyut. Benakku masih memikirkan kejadian barusan di ruang makan. Sikap Jovan yang tidak menegur Safira secara tidak langsung menyiratkan bahwa dia menganggap aku memang berniat meracuni Safira. Jovan seharusnya sudah tahu, aku bahkan tidak tega menyakiti seekor lalat, apalagi manusia.Memang, aku benci Safira. Namun, itu bukan berarti aku akan melakukan sesuatu untuk menyakitinya. Jangankan mencampur susu ke makanannya dengan niat untuk mencelakai, aku malah baru tahu bahwa dia alergi susu.Perempuan itu pasti tertawa puas sekarang. Rencananya untuk menyebabkan keretakan dalam rumah tanggaku berhasil. Aku dan Jovan bahkan tidak sempat menyelesaikan makan malam. Kehadirannya benar-benar mengganggu kedamaian pernikahan kami.Aku menghela napas dan merebahkan diri di kasur. Apa yang harus aku lakukan untuk mengusir Safira dari kehidupanku dan Jovan?Tak lama kemudian, mataku mulai terasa berat. Sehabis memasak tadi, b
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 7 Ketika Amarah Tak Tertahankan Lagi

Sudut pandang Arini:Bip .... Bip ....Aku perlahan membuka mata dan melihat sekeliling dengan pandangan kabur. Cahaya lampu yang terlalu terang di atas seakan-akan menusuk mata dan membuat kepalaku berdenyut. Aku mengerutkan kening dan mencoba duduk. Namun, rasa sakit yang hebat tiba-tiba menjalar dari pinggang sehingga aku pun mengerang dan terjatuh kembali ke bantal.Lamat-lamat, aku bisa melihat sosok Anita berlari ke sampingku. "Arini, ada apa? Syukurlah kamu sudah sadar," ujarnya."Anita?" ucapku, mencoba berbicara. Namun, rasa sakit tadi kembali mendera dan membuatku kehilangan tenaga."Sstt ... sudah, nggak apa-apa. Nggak usah ngomong dulu," kata Anita.Aku mengangguk dan menunggu rasa sakit itu mereda. Setelah beberapa saat, aku bertanya, "Di mana ini?""Kamu di rumah sakit," jawab Anita dengan lembut.Mendengar jawabannya, aku segera mengedarkan pandangan ke sekeliling. Aroma disinfektan yang khas langsung tercium oleh hidungku. Ruangan ini cukup luas dengan dinding berwarna
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 8 Terluka

Sudut pandang Arini:Setelah Anita pergi, Jovan melirik ke arah pintu untuk memastikan sahabatku itu tidak bisa mendengar kami lagi. "Arini, sebenarnya ada apa?" tanyanya kemudian padaku."Apa maksudmu?" jawabku."Kenapa kamu tiba-tiba bilang kalau aku lebih mementingkan Safira daripada kamu? Ada masalah apa? Aku kira semuanya sudah selesai," ujar Jovan dengan alis yang berkerut dalam. Dia sama sekali tidak terdengar frustrasi, hanya bingung.Aku menatapnya tajam. "Kamu tahu persis alasanku marah, Jovan. Aku jatuh di tangga dan itu gara-gara Safira. Tapi, bukannya membantuku, kamu malah menolong dia dulu. Setelah itu, kamu juga memilih untuk menemani dia dan membiarkan aku ditemani Anita. Jovan, kamu anggap apa aku ini?" cecarku.Jovan mengernyit seolah-olah tidak mampu memahami kekesalanku. "Arini, dengar dulu," katanya dengan suara yang tetap tenang. "Safira hamil. Aku takut bayinya kenapa-kenapa, jadi aku menolong dia dulu." Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Setelah mengan
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 9 Aku Mau Perempuan Itu Pergi

Sudut pandang Arini:"Arini, aku merasa ada banyak hal yang kamu sembunyikan dariku," kata Anita dengan ekspresi serius.Aku menghela napas dan menoleh ke arah lain. Perkataan sahabatku itu memang benar.Saat ini, hanya ada kami berdua di ruang rawat inapku. Setelah beristirahat, sarapan, dan minum obat, tubuhku terasa lebih segar. Suasana hatiku juga jauh lebih baik setelah mandi dan berganti pakaian dengan baju yang dibawakan Jovan."Kamu tahu, rasanya nggak adil kalau kamu menganggapku sahabat, tapi masih main rahasia-rahasiaan segala," protes Anita lagi."Iya, iya," ujarku mengalah. "Kamu mau tahu apa?"Anita tertawa puas. "Pertama, siapa sih Safira itu? Ternyata dia itu perempuan hamil yang dulu aku lihat sama Jovan. Kenapa dia bisa ada di rumahmu? Apa hubungan dia sama Jovan sampai-sampai suamimu itu peduli banget sama dia?" tanyanya.Entah untuk yang keberapa kalinya, aku kembali menghela napas sebelum mulai bercerita tentang Safira dan bagaimana perempuan itu masuk ke hidupku d
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 10 Kehamilan yang Terungkap

Sudut pandang Arini:Aku menatap orang yang kutabrak. Ternyata dia adalah seorang pria yang sangat tampan. Selama beberapa detik setelah aku menabraknya, tatapanku terpaku pada matanya yang berwarna hijau zamrud.'Gawat!' ujarku dalam hati sambil buru-buru menggeleng. Semoga saja pria itu tidak tahu bahwa barusan aku terpesona padanya."Aduh, maaf ya," ujarku cepat-cepat.Saat menunduk, mataku tanpa sengaja melihat ponsel yang tergeletak di rerumputan. "Ini ponselmu?" tanyaku.Tanpa menunggu jawaban, aku segera mengambil ponsel itu dan memberikannya pada pria tadi. "Untung ponselmu nggak rusak. Sekali lagi maaf, ya."Pria itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Baru ketika aku selesai berbicara, dia akhirnya tersenyum. "Kamu nggak perlu minta maaf. Seharusnya aku yang minta maaf," jawabnya.Aku menggeleng. "Nggak, tadi aku yang nggak lihat jalan dan menabrakmu." Pria itu terkekeh pelan. Suaranya dalam dan hangat. "Kalau begitu, kita anggap seri saja. Aku tadi juga nggak lihat jalan."
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status