Home / Romansa / Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan / Bab 3 Ketika Keraguan Muncul

Share

Bab 3 Ketika Keraguan Muncul

Author: Gabby Emmanuel
last update Last Updated: 2024-12-10 13:01:15
Sudut Pandang Arini:

"Maaf, Anita, aku harus buru-buru pulang. Terima kasih, ya. Nanti aku telepon kamu lagi," balasku cepat.

Setelah mendengar kabar dari Anita barusan, aku berusaha sekuat tenaga mengendalikan pikiranku yang berkecamuk. Jovan adalah pria yang sopan dan penuh perhatian. Selama tiga tahun pernikahan kami, aku kira aku sudah mengenal siapa dirinya. Baru kali ini aku melihatnya begitu peduli pada perempuan lain dan bahkan sampai ingkar janji.

Aku menghela napas saat turun dari mobil. Bayangkan saja keterkejutanku begitu membuka pintu. Di ruang tamu, Safira duduk dengan santai dan asyik mengobrol dengan ibu Jovan. Keduanya terlihat akrab dan sesekali tertawa saat bercakap-cakap. Di sisi lain, Jovan duduk sendirian di kursi di sebelah mereka.

"Wah, ada apa ini?" tanyaku, memaksakan suara keluar dari tenggorokanku yang tercekat.

Saat aku mendekat, Jovan segera berdiri dan membantuku melepas mantel. "Aku mengajak Safira pulang karena Ibu mau ketemu sama dia," jelasnya, masih dengan suara tenang.

"Kenapa kamu nggak tanya aku dulu?" bisikku pelan. "Di restoran tadi aku sudah bilang, 'kan? Kalau nggak tahu, tanya."

Tatapan kami bertemu sejenak dan aku bisa melihat penyesalan di mata Jovan. Namun, pria itu malah berbalik dan naik ke lantai atas untuk menyimpan mantelku.

Sialan. Sekarang aku harus menghadapi situasi ini sendirian.

Safira menoleh ke arahku dengan tatapan tanpa beban seolah-olah dialah nyonya rumah di sini. "Oh, hai, Arini. Kamu sudah pulang? Aku lagi mengobrol sama ibunya Jovan," katanya.

Sambil menahan curiga, aku tersenyum dan berusaha mati-matian untuk tidak langsung melabrak Safira. Apa yang perempuan itu lakukan di sini? Mengapa ibu mertuaku begitu akrab dengannya?

Ekspresi ibu Jovan berubah datar saat wanita itu menatapku, kontras sekali dengan ketika dia berbicara dengan Safira tadi. "Sudah pulang?" tanyanya singkat sebelum kembali mengalihkan perhatiannya pada Safira. "Eh, ayo lanjutkan. Sampai mana kita tadi?"

Aku merasa malu untuk terus berdiri di sini. Mengapa aku malah diperlakukan seperti orang asing di rumahku sendiri? Aku kira aku tahu segalanya tentang Jovan, tetapi sekarang, aku mulai curiga ada beberapa hal dalam hidupnya yang tidak dia ceritakan padaku, terutama soal Safira. Bagaimana mungkin Safira yang hanya seorang teman bisa memiliki hubungan sedekat ini dengan ibu Jovan?

"Oh, aku tadi bilang ...." Suara Safira tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Mengapa aku merasa perempuan ini sengaja berbicara dengan keras agar aku bisa mendengarnya?

"Aku baru pulang dari luar negeri buat merayakan ulang tahun Jovan, Tante. Tadi aku juga sudah ketemu Arini di restoran. Ini pertama kalinya kami bertemu," lanjut Safira.

Aku tersenyum sinis mendengar nada cerianya yang dibuat-buat itu. Lihat saja, apa dia berani memberi tahu ibu Jovan bahwa tadi dia juga mengancam akan memecatku dan bahkan mengaku-ngaku sebagai istri Jovan?

"Oh, ya? Wah, terima kasih, ya," kata ibu Jovan yang jelas-jelas tertarik dengan obrolan tidak penting itu.

"Tante, aku baru tahu kalau Jovan ternyata menikah sama koki restoran. Bukannya bermaksud merendahkan, tapi pekerjaan itu nggak bergengsi, nggak pantas buat istri seorang miliarder."

Sambil berbicara, Safira tersenyum tanpa dosa. Namun, aku sempat menangkap lirikan matanya yang terkesan menantang. Perempuan ini mencoba memprovokasiku.

Aku mengangkat alis dan tertawa sinis. "Padahal, Jovan selalu protes karena tiap hari aku memasak untuk pelanggan, bukan untuk dia. Memang butuh keahlian untuk memuaskan selera seorang miliarder."

Bibir Safira berkedut dan aku bisa melihat dia berusaha untuk tetap terlihat tenang. "Oh, aku nggak bermaksud meremehkan keterampilan atau profesimu. Aku cuma berpikir ... Jovan seharusnya bisa memilih yang lebih baik."

Dengan acuh tak acuh, aku mengangkat pundak dan membalas, "Dia sudah melakukannya. Dia memilih aku."

Safira terdiam dan tak mampu berkata-kata lagi. Menyadari ketegangan di antara kami, ibu Jovan segera menengahi, "Sudah, sudah. Arini, itu cuma pendapat Safira saja. Di luar negeri, orang memang lebih blak-blakan."

"Memang," sahutku dengan nada sarkastis.

Perhatian ibu Jovan pun beralih kepada Safira. "Safira, sudah, jangan bicara soal Arini lagi. Lanjutkan saja obrolan kita tadi. Bagaimana perjalananmu kemarin?"

Aku memutar bola mataku dan duduk di sofa. Apa menariknya mendengarkan ocehan perempuan itu? Namun, kata-kata Safira berikutnya mencuri perhatianku, "Begini, Tante, kemarin malam pesawatku mendarat di bandara .…"

Kemarin malam? Bukankah Jovan juga tiba-tiba pergi kemarin malam? Aku tidak bisa lagi mendengar kelanjutan percakapan Safira dengan ibu mertuaku karena pikiranku sedang berusaha memecahkan teka-teki ini.

Safira mengalihkan tatapannya dariku dan tampak tidak terganggu dengan sikap diamku. Setelah menghubungkan dua kejadian itu, barulah aku menyadari bahwa alasan kepergian Jovan semalam bukan karena pekerjaan, melainkan karena dia harus pergi menjemput Safira di bandara.

Kekecewaan segera saja menyelimutiku. Mengapa suamiku sendiri harus berbohong?

Perlahan, aku mulai meragukan pernikahan kami. Apakah aku ternyata masih belum mengenal pria yang kini menjadi suamiku itu? Hal apa lagi tentangnya yang belum aku tahu?

Ibu mertuaku tiba-tiba menoleh ke arahku dan tersenyum. "Arini, kalau kamu penasaran kenapa kami bisa seakrab ini, aku akan memberitahumu sekarang. Safira sama Jovan sudah lama berteman. Hubungan mereka cukup dekat, jadi aku harap kamu juga bisa akrab sama Safira."

Aku memaksakan senyum dan memilih diam daripada kelepasan bicara. Akrab dengan pelakor? Yang benar saja. Perempuan macam Safira seharusnya diusir jauh-jauh.

"Ya sudah, aku siapkan makanan kesukaan kalian dulu, ya," kata ibu Jovan yang segera berdiri dan menuju ke dapur.

Begitu mertuaku pergi, Safira menoleh ke arahku dengan mata yang mengilatkan kelicikan. "Arini, apa aku belum cerita kalau aku sama Jovan sudah lama kenal?" tanyanya dengan santai. "Kami sudah kenal dari TK, jadi sekarang, sudah sekitar 20 tahun dia mengejar-ngejar aku."

Tubuhku sontak menegang meskipun aku berusaha menjaga ekspresiku tetap tenang. Dua puluh tahun? Mengapa Jovan tidak pernah memberitahuku apa pun tentang hal ini?

Tanpa menunggu reaksiku, Safira melanjutkan, "Jovan memang tergila-gila sama aku. Dulu, dia bakal langsung melakukan apa pun yang aku minta. Kami sempat pergi ke pesta dansa waktu SMA dan dia mengukir nama kami di pohon. Romantis, 'kan? Dia juga cemburuan banget dan selalu berkelahi sama cowok-cowok yang berusaha mendekatiku. Dulu memang banyak yang suka sama aku."

Saat Safira mengoceh tentang masa lalunya dengan Jovan, rasa penasaran dan cemburu bercampur aduk di dadaku. Aku berusaha menekan perasaan itu dan memaksakan bibirku untuk tersenyum. "Itu semua sudah lewat, 'kan? Sekarang Jovan suamiku."

Meskipun senyumnya sedikit memudar, Safira belum ingin berhenti. "Iya, dia buru-buru menikah sama kamu begitu tahu kalau aku pergi ke Eropa. Agak aneh, 'kan?"

"Cukup, Safira. Aku rasa Arini nggak perlu dengar semua itu," ujar Jovan yang tiba-tiba muncul di belakangku.

Aku berbalik untuk menatapnya. Namun, Jovan menghindari tatapanku.

Related chapters

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 4 Awan Gelap Pernikahan

    Sudut pandang Arini:Saat Safira masih terdiam karena kaget dengan kemunculan Jovan yang tiba-tiba, aku perlahan berdiri dari kursi. Segala hal yang baru saja kudengar berkecamuk dalam benakku. Hatiku terasa makin perih karena aku harus mendengar hal ini dari Safira, bukan dari Jovan sendiri. Aku berjalan melewati suamiku itu dan mengabaikannya saat dia berusaha berbicara denganku. "Arini, dengarkan aku ...," ujarnya sambil berusaha meraih tanganku.Aku menepis tangannya dan berjalan menaiki tangga dengan mata yang berkaca-kaca. Sesampainya di kamar, aku langsung merebahkan diri di kasur. Lelah, kecewa, dan marah campur aduk menjadi satu.Tiba-tiba, sebuah pesan masuk ke ponselku.[ Aku minta maaf. ]Aku menatap layar sebentar, lalu mematikan ponsel. Saat ini aku tidak ingin mendengar permintaan maaf Jovan dan hanya mencoba untuk tidur. Namun, kegelisahan membuatku sulit terlelap dan saat terbangun keesokan harinya, sisi ranjang yang biasa Jovan tempati kosong.Ini berarti dia tidak t

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 5 Berurusan dengan Perempuan Jalang

    Sudut pandang Arini:Sebelum aku sempat meluapkan amarahku, ekspresi Jovan berubah serius. "Safira, bunga itu bukan buat kamu," ujarnya dengan tegas sambil merebut kembali bunga itu dari Safira dan memberikannya padaku."Bunga ini untuk istriku," lanjut Jovan sambil menatapku.Wajah Safira langsung merah karena malu, sementara aku tersenyum puas. Namun, aksi Safira ternyata tidak berhenti di situ.Dengan mata berkaca-kaca, dia menatap Jovan dan berkata, "Jojo, aku nggak berniat mengganggu kalian, tapi ... bunga itu buatku, 'kan? Ingat nggak, dulu waktu SMA, kamu sering memberi bunga lavender buatku?"Jovan terlihat bingung. Matanya bergantian menatapku dan Safira. Rasanya aku ingin mengumpat. Apa lagi yang perlu dia pikirkan? Bunga itu sudah diberikan padaku. Seharusnya dia tidak perlu lagi memedulikan rengekan Safira."Arini," kata Jovan dengan tenang. "Biar dia pegang dulu bunganya malam ini. Besok aku akan membelikanmu sesuatu yang lebih spesial, janji."Aku hampir tidak memercayai

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 6 Dia Memilih untuk Menolong Perempuan Lain

    Sudut pandang Arini:Aku naik ke kamar di lantai atas dengan kepala berdenyut. Benakku masih memikirkan kejadian barusan di ruang makan. Sikap Jovan yang tidak menegur Safira secara tidak langsung menyiratkan bahwa dia menganggap aku memang berniat meracuni Safira. Jovan seharusnya sudah tahu, aku bahkan tidak tega menyakiti seekor lalat, apalagi manusia.Memang, aku benci Safira. Namun, itu bukan berarti aku akan melakukan sesuatu untuk menyakitinya. Jangankan mencampur susu ke makanannya dengan niat untuk mencelakai, aku malah baru tahu bahwa dia alergi susu.Perempuan itu pasti tertawa puas sekarang. Rencananya untuk menyebabkan keretakan dalam rumah tanggaku berhasil. Aku dan Jovan bahkan tidak sempat menyelesaikan makan malam. Kehadirannya benar-benar mengganggu kedamaian pernikahan kami.Aku menghela napas dan merebahkan diri di kasur. Apa yang harus aku lakukan untuk mengusir Safira dari kehidupanku dan Jovan?Tak lama kemudian, mataku mulai terasa berat. Sehabis memasak tadi, b

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 7 Ketika Amarah Tak Tertahankan Lagi

    Sudut pandang Arini:Bip .... Bip ....Aku perlahan membuka mata dan melihat sekeliling dengan pandangan kabur. Cahaya lampu yang terlalu terang di atas seakan-akan menusuk mata dan membuat kepalaku berdenyut. Aku mengerutkan kening dan mencoba duduk. Namun, rasa sakit yang hebat tiba-tiba menjalar dari pinggang sehingga aku pun mengerang dan terjatuh kembali ke bantal.Lamat-lamat, aku bisa melihat sosok Anita berlari ke sampingku. "Arini, ada apa? Syukurlah kamu sudah sadar," ujarnya."Anita?" ucapku, mencoba berbicara. Namun, rasa sakit tadi kembali mendera dan membuatku kehilangan tenaga."Sstt ... sudah, nggak apa-apa. Nggak usah ngomong dulu," kata Anita.Aku mengangguk dan menunggu rasa sakit itu mereda. Setelah beberapa saat, aku bertanya, "Di mana ini?""Kamu di rumah sakit," jawab Anita dengan lembut.Mendengar jawabannya, aku segera mengedarkan pandangan ke sekeliling. Aroma disinfektan yang khas langsung tercium oleh hidungku. Ruangan ini cukup luas dengan dinding berwarna

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 8 Terluka

    Sudut pandang Arini:Setelah Anita pergi, Jovan melirik ke arah pintu untuk memastikan sahabatku itu tidak bisa mendengar kami lagi. "Arini, sebenarnya ada apa?" tanyanya kemudian padaku."Apa maksudmu?" jawabku."Kenapa kamu tiba-tiba bilang kalau aku lebih mementingkan Safira daripada kamu? Ada masalah apa? Aku kira semuanya sudah selesai," ujar Jovan dengan alis yang berkerut dalam. Dia sama sekali tidak terdengar frustrasi, hanya bingung.Aku menatapnya tajam. "Kamu tahu persis alasanku marah, Jovan. Aku jatuh di tangga dan itu gara-gara Safira. Tapi, bukannya membantuku, kamu malah menolong dia dulu. Setelah itu, kamu juga memilih untuk menemani dia dan membiarkan aku ditemani Anita. Jovan, kamu anggap apa aku ini?" cecarku.Jovan mengernyit seolah-olah tidak mampu memahami kekesalanku. "Arini, dengar dulu," katanya dengan suara yang tetap tenang. "Safira hamil. Aku takut bayinya kenapa-kenapa, jadi aku menolong dia dulu." Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Setelah mengan

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 9 Aku Mau Perempuan Itu Pergi

    Sudut pandang Arini:"Arini, aku merasa ada banyak hal yang kamu sembunyikan dariku," kata Anita dengan ekspresi serius.Aku menghela napas dan menoleh ke arah lain. Perkataan sahabatku itu memang benar.Saat ini, hanya ada kami berdua di ruang rawat inapku. Setelah beristirahat, sarapan, dan minum obat, tubuhku terasa lebih segar. Suasana hatiku juga jauh lebih baik setelah mandi dan berganti pakaian dengan baju yang dibawakan Jovan."Kamu tahu, rasanya nggak adil kalau kamu menganggapku sahabat, tapi masih main rahasia-rahasiaan segala," protes Anita lagi."Iya, iya," ujarku mengalah. "Kamu mau tahu apa?"Anita tertawa puas. "Pertama, siapa sih Safira itu? Ternyata dia itu perempuan hamil yang dulu aku lihat sama Jovan. Kenapa dia bisa ada di rumahmu? Apa hubungan dia sama Jovan sampai-sampai suamimu itu peduli banget sama dia?" tanyanya.Entah untuk yang keberapa kalinya, aku kembali menghela napas sebelum mulai bercerita tentang Safira dan bagaimana perempuan itu masuk ke hidupku d

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 10 Kehamilan yang Terungkap

    Sudut pandang Arini:Aku menatap orang yang kutabrak. Ternyata dia adalah seorang pria yang sangat tampan. Selama beberapa detik setelah aku menabraknya, tatapanku terpaku pada matanya yang berwarna hijau zamrud.'Gawat!' ujarku dalam hati sambil buru-buru menggeleng. Semoga saja pria itu tidak tahu bahwa barusan aku terpesona padanya."Aduh, maaf ya," ujarku cepat-cepat.Saat menunduk, mataku tanpa sengaja melihat ponsel yang tergeletak di rerumputan. "Ini ponselmu?" tanyaku.Tanpa menunggu jawaban, aku segera mengambil ponsel itu dan memberikannya pada pria tadi. "Untung ponselmu nggak rusak. Sekali lagi maaf, ya."Pria itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Baru ketika aku selesai berbicara, dia akhirnya tersenyum. "Kamu nggak perlu minta maaf. Seharusnya aku yang minta maaf," jawabnya.Aku menggeleng. "Nggak, tadi aku yang nggak lihat jalan dan menabrakmu." Pria itu terkekeh pelan. Suaranya dalam dan hangat. "Kalau begitu, kita anggap seri saja. Aku tadi juga nggak lihat jalan."

    Last Updated : 2024-12-10
  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 11 Rasanya seperti Dia Menikah dengan Dua Wanita

    Sudut pandang Arini:Tiga hari kemudian ...."Selamat pagi, Bu Arini," kata Dokter Sarah dengan senyum hangat saat memasuki ruangan. "Kamu sudah sembuh dan bisa pulang. Suamimu cuma perlu mengurus administrasi nanti."Aku tersenyum. "Terima kasih, Dok."Dokter Sarah mengangguk dan berbalik untuk meninggalkan ruangan. "Jaga diri, Bu Arini. Semoga pemulihanmu lancar di rumah."Anita yang duduk di samping tempat tidur tersenyum dan menggenggam tanganku. "Syukurlah, akhirnya kamu boleh pulang, Arini."Aku membalas senyumannya. "Terima kasih, Anita."Tak lama kemudian, Jovan masuk sambil membawa beberapa bungkus makanan. "Selamat pagi, Sayang. Aku beli sarapan buat kamu.""Terima kasih," jawabku datar. Tiga hari terakhir benar-benar canggung. Kami lebih mirip seperti orang asing.Aku jarang bertemu Jovan, kecuali saat dia datang untuk menjengukku. Namun, kunjungannya itu juga tak pernah lebih dari beberapa menit. Dia selalu terburu-buru meninggalkanku untuk menemani Safira. Saat aku mengelu

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 50 Mengubah Pikiranku

    Sudut pandang Arini:Begitu Jovan keluar, emosiku sudah tidak terbendung lagi. Air mata mengalir deras di mataku dan seluruh tubuhku gemetar hebat. Semua itu terlalu berat untuk ditahan. Melihat Jovan rasanya seperti menabur garam di atas luka baru. Sungguh pedih dan menyakitkan."Hei, nggak apa-apa. Luapkan aja semuanya," bisik Anita sambil meremas tanganku. Dia hanya diam selama aku berbicara dengan Jovan. Sebenarnya, Anita ingin menimpali pembicaraan itu, tapi aku yang memberinya isyarat agar dia tetap diam.Begitu aku melepas pertahanan diriku, emosiku memuncak. Marah, sedih, dan penyesalan bercampur menjadi satu. Mengapa aku bertahan begitu lama di sisi Jovan? Mengapa aku mengabaikan sikapnya yang acuh tak acuh, dan menganggap itu adalah bagian dari kepribadian Jovan? Padahal, sebenarnya semua itu adalah pertanda yang begitu jelas.Tangisanku makin keras, tapi bukan karena pengkhianatan Jovan, melainkan karena menyesali kebodohanku. Namun saat aku menangis, ada sesuatu yang beruba

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 49 Duka Cita

    Sudut pandang Jovan:Semua yang aku dengar di ruangan itu terlalu berat untuk ditanggung seorang diri.Aku terhuyung-huyung melewati lorong rumah sakit. Kakiku bergerak dengan sendirinya. Entah bagaimana, aku telah berada di dalam lift dan turun ke lantai dasar. Cermin di dinding memantulkan sebuah sosok yang asing bagiku. Seorang pria pucat, patah hati, dan terguncang mentalnya.Di luar, terik matahari sore menyengat kulit dan mataku, tetapi aku tidak peduli. Aku tenggelam dalam emosiku sehingga aku tidak peduli jika kulit terbakar ataupun menghitam.Aku pun sampai ke mobilku dan meraih gagang pintunya. Logamnya terasa dingin di telapak tanganku, sangat berlawanan dengan sensasi terbakar yang terasa di hatiku.Aku masuk ke kursi pengemudi, dan mengepalkan tanganku erat-erat di roda kemudi. "Kalianlah yang membunuh anakku!" Kata-kata Arini terngiang-ngiang di kepalaku. Tuduhan itu sangat menyakitkan, karena bayi itu juga anakku.Mataku memerah karena air mata yang tertahan dan rasa sak

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 48 Dia Hamil

    Sudut pandang Jovan:Setibanya di rumah sakit, aku bergegas ke ruang penerima tamu. Ada seorang wanita di balik meja resepsionis dan aku segera menyatakan tujuanku datang ke sana."Tunggu sebentar, saya periksa dulu catatannya," kata wanita itu sambil mengeluarkan sebuah buku besar dari laci.Aku mengangguk dan mengetuk-ngetukkan jari dengan tidak sabar di meja resepsionis yang dilapisi marmer sementara dia memeriksa buku itu."Ya, Arini Rahadian dibawa masuk kemarin. Kasus kecelakaan dan dia ada di kamar 95 di sayap C, lantai 2 ... "Hanya itu yang perlu aku dengar. Aku pun mengucapkan terima kasih kepada wanita itu, lalu bergegas pergi. Aku masuk ke lift dan menekan tombol ke lantai 2, lalu liftnya mulai naik. Aku keluar saat lift mencapai lantai 2 dan memberi isyarat kepada seorang perawat untuk memberi petunjuk. Perawat itu menanggapi dengan cepat. Aku pun berjalan ke kamar 95 sesuai arahannya.Tak lama kemudian, aku sampai di depan pintu bernomor 95. Aku mengatupkan kedua tangan,

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 47 Jawaban yang Kutunggu

    Sudut pandang Jovan:Aku sampai di rumah dan bergegas masuk. Saat memasuki ruang tamu, aku melihat Safira berbaring di sofa sambil mengunyah camilan dengan suara TV yang terdengar keras. Pemandangan ini membuatku sangat kecewa."Safira, kamu ngapain di sini?" tanyaku seraya mengambil remote dan mematikan TV.Dia mengerutkan kening padaku. "Ada masalah apa, sih? Kenapa TV-nya kamu matikan?""Kita harus bicara," kataku tegas.Safira mendengus kesal dan duduk di sofa, lalu menyilangkan lengannya dengan defensif. "Mau bicara apa? Kamu meninggalkan rumah tanpa bilang ke mana kamu pergi, lalu sekarang kamu ingin bicara?"Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha tetap tenang dan tidak marah. "Safira, jangan mengamuk, kumohon. Aku harus tanya sesuatu padamu."Safira memelototiku, lalu mencibir. "Ya udah, tanya aja.""Kemarin, kamu lihat Arini waktu dia pulang, 'kan?""Kenapa kamu tanyakan hal ini lagi padaku? Sudah kubilang, dia memergoki kita berdua," jawab Safira, lagi-lagi dengan nada defens

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 46 Mencari Jawaban

    Sudut pandang Jovan:Aku menekan tombol bel pintu dan menunggu jawaban, tetapi setelah beberapa menit berlalu, tidak ada siapa pun yang menjawab. Aku membunyikan bel lagi, tetapi tetap tidak ada jawaban. Untuk memastikan, aku memegang gagang pintunya, dan benar saja, pintunya terkunci rapat.Diam-diam, aku menepuk dahiku sendiri. "Ya, jelas aja," gerutuku. Apa yang aku harapkan pada pukul 10 pagi di hari kerja? Anita, seperti kebanyakan pekerja profesional lainnya, pasti sedang bekerja.Tiba-tiba aku tersadar. Jika Anita sedang bekerja, dan Arini datang untuk berlindung di rumah Anita kemarin, mungkin saat ini Arini juga sedang berada di tempat kerjanya.Aku pun memutuskan untuk segera kembali ke mobil. Aku akan mencari Arini di restoran. Saat mengemudi, pikiranku melayang. Aku berharap Arini mau mendengarkan penjelasanku, karena aku tahu dia sangat keras kepala saat marah.Omong-omong soal permintaan maaf, seharusnya aku tidak datang untuk meminta maaf dengan tangan kosong. Aku pun me

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 45 Kesalahpahaman yang Disengaja

    Sudut pandang Safira:Aku melihat Jovan menghubungi nomor telepon Arini, membuatku merasa frustrasi. Aku benar-benar ingin merebut ponselnya. Mengapa Jovan masih saja memikirkan Arini? Apa Jovan tidak menyadari kalau aku telah membantunya menyingkirkan wanita itu? Bukankah seharusnya dia berterima kasih padaku?Aku mengingat kembali segala hal sebelum momen ini terjadi. Ketika Jovan berkata bahwa dia tidak punya alasan untuk menceraikan Arini, aku tahu aku harus melakukan sesuatu. Aku harus mencari sebuah alasan. Aku tahu betul kalau Arini sangat mencurigai ikatan persahabatan antara aku dan Jovan. Jadi, aku membuat rencana untuk meyakinkan Arini bahwa Jovan bukanlah sekadar sahabat bagiku.Jadi, pada hari sebelumnya, aku mengeluarkan berkas yang kelihatannya cukup penting bagi Jovan dari tas kerjanya. Sesuai prediksiku, dia pulang ke rumah pada siang hari untuk mencari berkas itu. Kemudian, aku memasuki kamarnya dengan minuman yang sudah dicampuri obat dan menawarkannya kepada Jovan.

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 44 Aku Telah Mengecewakannya

    Sudut pandang Jovan:Aku perlahan membuka mataku, dan mendapati diriku berbaring telentang. Saat melihat sekeliling, aku menyadari bahwa aku sedang berbaring di ranjang kamarku sendiri. Namun, ada sesuatu yang aneh. Aku mencoba untuk duduk, tetapi kepalaku terasa nyeri hingga membuatku meringis kesakitan. Namun, aku berusaha menahan rasa sakit itu, lalu duduk sambil mengusap pelipisku.Di mana Arini? Sudah pukul berapa sekarang? Aku melirik jam dinding dan terkesiap. Ini sudah pukul 9 pagi. Mengapa aku masih di rumah dan tidak berangkat kerja? Mengapa Arini tidak membangunkanku untuk bekerja?Selain itu, aku merasa aneh. Mulutku terasa pahit, dan aku merasa lelah meskipun baru saja bangun. Aku mencoba untuk berpikir, tetapi itu malah membuat kepalaku makin terasa sakit.Apa yang terjadi?Saat itu juga, pintu kamarku terbuka. Safira masuk sambil membawa nampan. Dia tersenyum lebar padaku. "Pagi, tukang tidur."Aku memaksakan senyum karena kebingungan. "Pagi. Ada apa ini?" tanyaku. "Kena

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 43 Pelaku Sebenarnya

    Sudut pandang Arini:Anita tampak ragu. Dia menunduk sejenak sebelum menatapku lagi."Aku belum bertemu dengan Jovan," jawabku lembut. "Aku terus berusaha untuk menghubunginya, tetapi ponselnya tidak aktif. Tadinya aku ingin mencarinya, tapi …," Dia diam sejenak dan meremas tanganku sebelum melanjutkan, "Kamu belum sadar, jadi aku nggak mau meninggalkanmu terlalu lama."Aku mengangguk. Hatiku terasa sakit. Aku sudah menduganya. 'Mana mungkin Jovan sudi meninggalkan kekasihnya untuk menemuiku. Padahal, gara-gara mereka aku kehilangan anakku dan terluka sampai seperti ini.'Aku hendak tertawa, tetapi tidak dapat melakukannya.Anita memecahkan lamunanku. "Aku akan coba meneleponnya lagi," katanya sambil meraih ponselnya. "Kalau dia tetap nggak bisa dikontak, aku akan mencarinya. Aneh. Dia kok belum mencarimu, ya?""Jangan," bisikku.Anita diam dan menatapku dengan bingung. Namun, aku menggelengkan kepalaku lagi."Sudahlah, Anita. Mungkin dia sibuk." Perkataanku ini memang menyakitkan, tet

  • Topeng Kesempurnaan Cinta Dambaan   Bab 42 Kenyataan

    Sudut pandang Arini:Aku mengerang dan mencoba untuk duduk. Kemudian aku melihat ke sekelilingku. Aku sedang berada di ruang perawatan rumah sakit, tetapi aku tidak ingat kenapa aku bisa berada di sini. Aku mencoba untuk mengingatnya tetapi tidak berhasil.Saat itulah aku melihat Anita. Dia sedang duduk di samping ranjangku dengan kepalanya bersandar di atas ranjang."Anita?" panggilku dengan suara serak.Dia mengangkat kepalanya dan langsung menggenggam tanganku. Matanya berkaca-kaca. "Ya ampun, kamu sudah sadar. Bagaimana keadaanmu?"Aku mengangguk. "Apa yang terjadi? Aku di mana?""Kamu di rumah sakit. Aku panggilkan dokternya dulu," jawab Anita yang langsung berdiri."Rumah sakit?" Aku mencoba mengingat-ingat, tetapi ingatanku begitu kabur. Tiba-tiba aku tersentak. ‘Bayiku!’ Aku ingat kecelakaan itu. Saat itu, aku mengalami perdarahan. Tanganku serta-merta memegang perutku."Bayiku," bisikku dengan panik.Anita mengalihkan pandangannya, sedangkan aku yang kebingungan menatapnya. "A

DMCA.com Protection Status