Home / Young Adult / Ratu Indigo VS Bad Boy / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Ratu Indigo VS Bad Boy: Chapter 121 - Chapter 130

147 Chapters

Bab 121. Akhir Duel

Alex ingin menyerah andai dia bisa. Di gedung olahraga ini, dia sendirian. Semua penjahat di sini adalah lawannya, dan semua siswa yang menjadi sandera adalah orang yang sepantasnya dia lindungi. “Berapa banyak lagi?”Andai saja Alex tak harus berpacu dengan rasa sakit yang mencekik, mungkin dia bisa melawan semua penjahat itu dengan lebih baik. Tidak seperti sekarang. Dor! Dor! Dor! Tiga letusan yang Alex berikan hanya dua yang langsung membuat penjahat tumbang. Satu lagi meleset. Timah panas terakhir hanya mampu membuat sedikit luka di kaki penjahat yang menjadi targetnya. “Masih ada lebih dari setengah,” keluh Alex. Padahal, Alex sudah sampai mati-matian begini, tapi masih ada puluhan psikopat gila yang terus membuat letusan. Keadaan masih kacau balau, dengan siswa dan guru yang berlarian menghindar tak tentu arah.“Liat ke mana?” Pertanyaan dari Rick membuat Alex menoleh. Alex beruntung karena dia berhasil menghindar tepat di saat letusan berbunyi. Terlambat sepersekian deti
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 122. Datangnya Bantuan

“Gue pingin istirahat!” Michelle mengeluh.Sejak tadi, Michelle hanya bisa melempar pot-pot yang diberikan Evan padanya. Mereka masih betah bersembunyi di rumah kaca ini. “Bukan cuma lo!” Evan ikut menggerutu. Evan juga lelah mondar-mandir untuk mencari barang yang bisa dilempar. Sementara ini, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Dor! Suara tembakan membuat Michelle dan Evan berjengit. Seketika keduanya menoleh ke arah teman-teman mereka yang lain. “Mereka udah deket!” Michelle berteriak memperingati. Bersama dengan Evan, Michelle memberitahu Febby dan Reynald.Tak ada jawaban dari keduanya. Tentu karena Febby dan Reynald juga sudah tahu jika hal seperti ini akan terjadi. “Kita harus gimana sekarang?” Michelle bertanya lagi, bingung. Dia tidak bisa memikirkan jalan keluar. Febby melirik sekilas ke arah Raga dan Amira yang terduduk di sudut. Mereka tak mungkin lari. Mana bisa meninggalkan Raga dan Amira yang keadaannya seperti itu?“Lempar aja kayak tadi,” sahut Febby kemudian
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 123. Bertahanlah, Amira

“Terima kasih, Tuhan!” Evan mengucapkan syukur. Di dalam ruang kaca yang sebelum ini terus saja membuatnya trauma, Evan akhirnya bisa merasakan kesenangan. “Kita selamat!” Evan meloncat senang. Sama seperti Michelle, juga Febby. Bahkan Reynald pun membuat senyum di wajahnya. Senyum penuh kelegaan. Menit-menit yang terasa bagai neraka akhirnya berlalu. Evan, Michelle, Febby, dan Reynald merasakan euforia sesaat sebelum suara Raga masuk ke dalam telinga mereka. “Tolong Amira secepatnya, Kek!” Isak tertahan yang keluar dari mulut Raga seketika membuat senyum di wajah keempat orang itu pudar. Michelle, Evan, Febby, dan Reynald mendekat pada Raga. Di tangan Raga, tubuh Amira sudah berubah dingin. Dia takut, sangat takut. Raga tak mau jika Amira sampai tidak membuka matanya lagi, selamanya.“Amira tertembak karena ngelindungin Raga ….”Mendengar cucunya yang sampai meratap seperti itu, Heri menoleh pada Amira. Dilihatnya gadis dalam pelukan sang cucu sudah terbaring tak sadarkan diri.
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 124. Pelukan Terakhir

Heri melihat keadaan di luar jendela mobil. Dengan izin darinya, Leon menyetir lebih cepat lagi. Beruntung suasana jalan lengang di jalur yang mereka lalui. Di jalur sebelah yang berlawanan, kendaraan merayap di atas padatnya jalan. Mobil-mobil berbaris panjang, bahkan ada ambulans yang ikut dalam antrian yang mengular. Sepertinya, semua mobil itu akan menuju ke Laveire. “Penjahat yang sangat kejam,” rutuk Heri, pelan. “Bisa-bisanya menggunakan anak-anak itu dalam rencananya!” Heri menggeram kesal.Sebagai seseorang yang paham dengan kerasnya persaingan dunia bisnis, Heri mengerti keinginan setiap pengusaha untuk menjadi yang nomor satu. Dia juga mengakui, jika dirinya tidak selalu menempuh jalan yang lurus. “Tapi ini sangat keterlaluan!”Heri tidak terima! Melibatkan nyawa anak-anak sangat memalukan! Dia harus memikirkan bagaimana cara membalas orang itu dengan setimpal nanti!"Sudah sampai, Tuan Raga.” Kalimat dari Leon membuat Heri tersadar dari lamunan. Leon telah menghentika
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 125. Matahari yang Tak Pernah Terbenam

Heri melihat wajah Raga yang menunduk dalam. Cucunya itu terlihat sangat sedih dan menyedihkan di saat yang sama. Di sudut rumah sakit, Raga hanya duduk terdiam. Kedua matanya terus menatap ke arah pintu ruang operasi yang tertutup rapat. Benar, Amira ada di dalam sana. “Tolonglah, Amira ….” Terus, Raga mengucapkan permohonan. Raga tak berhenti bergumam. Kedua tangannya menyatu. Dia berdoa tulus dalam hati. “Apa aja. Apa pun bakal gue lakuin. Asal lo bangun sekarang, Amira!” Raga menjambak rambutnya frustasi. Baru beberapa menit Amira ada di dalam sana, tapi Raga sudah gila rasanya. Dia tidak bisa menunggu. Dia tak mau menunggu. "Tuan Raga, sebaiknya Tuan diperiksa dulu." Leon membawa seorang dokter bersamanya. Raga hanya memicing mendapati pria berseragam putih di depannya. Dia tidak tertarik sama sekali. "Gue baik," jawab Raga singkat. Raga memang merasa baik-baik saja. Hanya beberapa goresan tidak akan membuat dia mati. Tidak seperti Amira. Luka-luka Raga tidak ada
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 126. Gelap yang Menunggu

Bukan seperti ini. Amira merasa ada yang salah. Dia memang merindukan ibunya, ayahnya, juga neneknya. Amira bahkan selalu ingin untuk kembali ke rumah keluarganya. Namun, semuanya terasa begitu tidak nyata. “Kenapa cemas begitu?” Tanya sang ibu, ramah. Sebelumnya, Amira akan merasa nyaman. Namun sekarang, perhatian dari sang ibu malah membuat Amira semakin gelisah. “Mikirin apa?” Pertanyaan sederhana, tapi mampu membuat Amira bingung luar biasa. Ibunya benar. Apa yang Amira pikirkan? Kenapa dia gelisah begini? Mengapa Amira merasa tidak nyaman?“Kenapa kamu enggak senang, Amira? Semua yang kamu mau kan ada di sini?”Amira melihat ibunya menunjuk satu-satu. Ada rumah mereka, nenek, ayah, dan ibu sendiri. Semuanya lengkap. Namun, Amira terus merasa ada yang kurang.“Apa sih?” Amira menunduk, menatap tangannya sendiri. “Kenapa gue ngerasa ada yang hilang?”Tangan Amira terangkat pelan. Dia menggerakkannya, membuka lalu menutup telapak tangannya tanpa henti.Tak menemukan jawaban, Ami
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 127. Di Antara Dunia

Raga merasa aneh. Tubuhnya seperti tidak bisa dia rasakan sepenuhnya. Dia seperti terpejam, tapi tidak tidur. Membuka mata, tapi tidak terbangun. “Apa, sih?” Raga mendesis kesal. Raga menghentak tubuhnya paksa. Raga membuat kedua kakinya menopang badannya berdiri. “Ini di mana?” Tanya Raga, bingung. Raga mencoba mengingat apa yang terjadi padanya terakhir kali. Harusnya dia sedang di rumah sakit. Rumah sakit! “Amira!” Raga memekik panik. “Kenapa gue ada di sini? Harusnya gue nungguin Amira dioperasi!” Tak mau membuang waktu, Raga segera mencari keberadaan Amira. Namun, Raga merasa tersesat. Kenapa dia berada di tengah padang rumput? Bukankah harusnya dia ada di rumah sakit? “Gue nyasar di mana coba?” Dahi Raga berkerut dalam. Dia tercenung bingung. Bagaimana bisa dirinya sampai di sini? Raga yakin jika dirinya ada di rumah sakit sebelumnya. Raga bahkan ingat saat dia diperiksa dokter. Juga saat terakhir ketika Raga sedang berbincang dengan kakeknya sendiri. “Apa
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 128. Cucu Kesayangan

Raga membuka mata. Dia mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk.Butuh waktu beberapa detik bagi Raga untuk mengamati keadaan di sekitarnya. Langit-langit putih adalah hal pertama yang dia sadari.“Lah? Gue di rumah sakit?” Tanya Raga heran. Sebelum ini Raga ada di padang rumput, lalu di pedesaan. Sekarang, dia kembali ke rumah sakit lagi?“Rumah sakit?” Raga terdiam sesaat sebelum berteriak keras. “Amira!” Begitu nama Amira terlintas dalam benak Raga, dia langsung berlari. Tanpa peduli dengan langkah yang sempoyongan, atau kepala yang berat karena masih menyesuaikan keadaan, Raga menggerakkan kakinya cepat. “Gue enggak pindah rumah sakit, kan?” Raga menyusuri lorong dengan langkah terseok. Keadaan Raga membuat para perawat langsung menghampiri. Dua orang perawat membantu Raga berdiri. “Di mana?” Raga bertanya dengan napas tersendat. “Di mana ruang operasi?”Raga merasa bodoh sekarang karena tidak bisa mengingat di mana Amira dioperasi. Sebelumnya, Raga te
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 129. Tanpa Sayap

Jelas Amira terbangun di kamar rumah sakit. Dia memandang langit-langit kamar yang ada di atasnya lurus. Amira berkedip beberapa kali untuk membuat penglihatannya lebih baik. “Sakit banget,” lirih Amira pelan.Baru kali ini Amira merasa jika tubuhnya tak bisa digerakkan sama sekali. Dia harus menunggu beberapa saat sampai ujung jarinya bisa digerakkan. “Amira,” suara lembut menyapa telinga Amira. Amira menoleh, dan melihat Raga ada di sampingnya. “Akhirnya lo bangun juga!” ucap Raga dengan suara serak. Amira terkejut saat Raga tiba-tiba mendekat padanya. Cowok itu duduk di samping Amira, menghabiskan jarak di antara mereka.“Gue bersyukur banget!” Raga memasang wajah penuh kelegaan. “Gue sempet mikir, gimana jadinya kalau sampai elo enggak selamat ….”Raga mengingat waktu yang dia lalui saat menunggui Amira di depan ruang operasi. Rasa putus asa membelitnya dengan begitu erat, membuat Raga merasa sesak tak berdaya. “Please, Amira. Lain kali, jangan berkorban buat gue.”Raga seri
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bab 130. Momen yang Tertunda

Di ruang rawat ini, ada dua orang, Raga dan Amira. Di atas tempat tidur, keduanya menghabiskan jarak. Entah sejak kapan, tubuh Raga naik sepenuhnya ke atas ranjang yang sudah ditempati oleh Amira. Raga mengerang sesaat. Rasanya dia bisa terbawa jika tidak berhenti sekarang. “Sorry,” ucap Raga lirih. Raga menarik kepalanya mundur. Dia menjauh. Namun, di saat yang sama, rona merah wajah Amira, kembali membuat Raga menggila. “Jangan liat gue begitu,” sambung Raga kemudian. Amira tidak sadar jika saat ini dia sedang menatap Raga dengan pandangan kecewa. Seperti Amira tidak rela saat Raga menyudahi tautan bibir mereka. “Lo mau gue lanjutin?” Raga menanyakan pertanyaan gila, dan Amira menanggapi dengan sama gilanya. Gadis itu malah menutup kedua matanya. “Astaga, Amira,” keluh Raga pelan. Raga tak bisa menahan diri. Sekali lagi, bibirnya menyapa bibir Amira. Kali ini bahkan lebih hangat dari sebelumnya. Amira tidak tahu kenapa dia pasrah begini. Hanya ada satu hal
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more
PREV
1
...
101112131415
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status