Bukan seperti ini. Amira merasa ada yang salah. Dia memang merindukan ibunya, ayahnya, juga neneknya. Amira bahkan selalu ingin untuk kembali ke rumah keluarganya. Namun, semuanya terasa begitu tidak nyata. โKenapa cemas begitu?โ Tanya sang ibu, ramah. Sebelumnya, Amira akan merasa nyaman. Namun sekarang, perhatian dari sang ibu malah membuat Amira semakin gelisah. โMikirin apa?โ Pertanyaan sederhana, tapi mampu membuat Amira bingung luar biasa. Ibunya benar. Apa yang Amira pikirkan? Kenapa dia gelisah begini? Mengapa Amira merasa tidak nyaman?โKenapa kamu enggak senang, Amira? Semua yang kamu mau kan ada di sini?โAmira melihat ibunya menunjuk satu-satu. Ada rumah mereka, nenek, ayah, dan ibu sendiri. Semuanya lengkap. Namun, Amira terus merasa ada yang kurang.โApa sih?โ Amira menunduk, menatap tangannya sendiri. โKenapa gue ngerasa ada yang hilang?โTangan Amira terangkat pelan. Dia menggerakkannya, membuka lalu menutup telapak tangannya tanpa henti.Tak menemukan jawaban, Ami
Raga merasa aneh. Tubuhnya seperti tidak bisa dia rasakan sepenuhnya. Dia seperti terpejam, tapi tidak tidur. Membuka mata, tapi tidak terbangun. โApa, sih?โ Raga mendesis kesal. Raga menghentak tubuhnya paksa. Raga membuat kedua kakinya menopang badannya berdiri. โIni di mana?โ Tanya Raga, bingung. Raga mencoba mengingat apa yang terjadi padanya terakhir kali. Harusnya dia sedang di rumah sakit. Rumah sakit! โAmira!โ Raga memekik panik. โKenapa gue ada di sini? Harusnya gue nungguin Amira dioperasi!โ Tak mau membuang waktu, Raga segera mencari keberadaan Amira. Namun, Raga merasa tersesat. Kenapa dia berada di tengah padang rumput? Bukankah harusnya dia ada di rumah sakit? โGue nyasar di mana coba?โ Dahi Raga berkerut dalam. Dia tercenung bingung. Bagaimana bisa dirinya sampai di sini? Raga yakin jika dirinya ada di rumah sakit sebelumnya. Raga bahkan ingat saat dia diperiksa dokter. Juga saat terakhir ketika Raga sedang berbincang dengan kakeknya sendiri. โApa
Raga membuka mata. Dia mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk.Butuh waktu beberapa detik bagi Raga untuk mengamati keadaan di sekitarnya. Langit-langit putih adalah hal pertama yang dia sadari.โLah? Gue di rumah sakit?โ Tanya Raga heran. Sebelum ini Raga ada di padang rumput, lalu di pedesaan. Sekarang, dia kembali ke rumah sakit lagi?โRumah sakit?โ Raga terdiam sesaat sebelum berteriak keras. โAmira!โ Begitu nama Amira terlintas dalam benak Raga, dia langsung berlari. Tanpa peduli dengan langkah yang sempoyongan, atau kepala yang berat karena masih menyesuaikan keadaan, Raga menggerakkan kakinya cepat. โGue enggak pindah rumah sakit, kan?โ Raga menyusuri lorong dengan langkah terseok. Keadaan Raga membuat para perawat langsung menghampiri. Dua orang perawat membantu Raga berdiri. โDi mana?โ Raga bertanya dengan napas tersendat. โDi mana ruang operasi?โRaga merasa bodoh sekarang karena tidak bisa mengingat di mana Amira dioperasi. Sebelumnya, Raga te
Jelas Amira terbangun di kamar rumah sakit. Dia memandang langit-langit kamar yang ada di atasnya lurus. Amira berkedip beberapa kali untuk membuat penglihatannya lebih baik. โSakit banget,โ lirih Amira pelan.Baru kali ini Amira merasa jika tubuhnya tak bisa digerakkan sama sekali. Dia harus menunggu beberapa saat sampai ujung jarinya bisa digerakkan. โAmira,โ suara lembut menyapa telinga Amira. Amira menoleh, dan melihat Raga ada di sampingnya. โAkhirnya lo bangun juga!โ ucap Raga dengan suara serak. Amira terkejut saat Raga tiba-tiba mendekat padanya. Cowok itu duduk di samping Amira, menghabiskan jarak di antara mereka.โGue bersyukur banget!โ Raga memasang wajah penuh kelegaan. โGue sempet mikir, gimana jadinya kalau sampai elo enggak selamat โฆ.โRaga mengingat waktu yang dia lalui saat menunggui Amira di depan ruang operasi. Rasa putus asa membelitnya dengan begitu erat, membuat Raga merasa sesak tak berdaya. โPlease, Amira. Lain kali, jangan berkorban buat gue.โRaga seri
Di ruang rawat ini, ada dua orang, Raga dan Amira. Di atas tempat tidur, keduanya menghabiskan jarak. Entah sejak kapan, tubuh Raga naik sepenuhnya ke atas ranjang yang sudah ditempati oleh Amira. Raga mengerang sesaat. Rasanya dia bisa terbawa jika tidak berhenti sekarang. โSorry,โ ucap Raga lirih. Raga menarik kepalanya mundur. Dia menjauh. Namun, di saat yang sama, rona merah wajah Amira, kembali membuat Raga menggila. โJangan liat gue begitu,โ sambung Raga kemudian. Amira tidak sadar jika saat ini dia sedang menatap Raga dengan pandangan kecewa. Seperti Amira tidak rela saat Raga menyudahi tautan bibir mereka. โLo mau gue lanjutin?โ Raga menanyakan pertanyaan gila, dan Amira menanggapi dengan sama gilanya. Gadis itu malah menutup kedua matanya. โAstaga, Amira,โ keluh Raga pelan. Raga tak bisa menahan diri. Sekali lagi, bibirnya menyapa bibir Amira. Kali ini bahkan lebih hangat dari sebelumnya. Amira tidak tahu kenapa dia pasrah begini. Hanya ada satu hal
Raga menghela ketika melihat penampilan Amira saat ini. Penyangga tangan yang terpasang, membuat dirinya kian merasa bersalah. โHarusnya lo bilang ke gue kalau enggak mau!โ Melihat rasa bersalah Raga, membuat Amira jadi tidak nyaman. Ini bukan tentang dirinya yang ingin menolak.โGue bukannya enggak mau!โ Ketus Amira, kesal. Sumpah, saat mengatakan hal ini, dia malu sekali. Apa yang Amira katakan seperti sedang mengakui terang-terangan bagaimana perasaannya pada Raga. Masalahnya adalahโโRaga!โ Pintu kamar Amira terbuka begitu saja. Ada Heri dan kedua orang tua Raga yang bergegas masuk ke dalam. Sekarang Raga menoleh ke arah Amira, dia jadi tahu alasan Amira yang mendorongnya menjauh. Pasti karena Amira telah melihat bayangan masa depan tentang kakek dan orang tuanya yang akan datang. โKenapa kamu tidak di kamar? Kamu harusnya beristirahat. Ini sudah malam. Kakek mencarimu ke mana-mana!โHeri memicing tak suka ke arah Amira. Tatapan yang mampu membuat Amira mengkerut ke sisi. Ami
Amira tidak tahu berapa lama lagi Heri dan Raga saling adu tatap seperti ini. Yang jelas, Amira merasa sesak sekarang. Dia bingung harus bagaimana, atau bahkan harus memasang wajah seperti apa. "Raga akan pergi setelah makan malam, Kek." Raga sudah berucap. Dia menunggu, dan tidak ada jawaban. Bahkan seorang Heri, bergeming saja tidak. "Kek, tangan Amira luka gara-gara Raga," tegas Raga sambil menunjuk. "Amira pasti kesusahan makan pakai tangan kiri!" Keduanya pun saling melempar pandang. Keras kepalanya Raga, berhadapan dengan keangkuhan Heri. Sungguh combo yang sangat luar biasa. Waktu berlalu, dan tidak ada yang mau mengalah. Keheningan membuat Amira tercekik. Terpaksa dia berinisiatif. Amira membuka mulutnya sebelum dia benar-benar mati dalam udara berat yang menggantung. "Gue bisa makan sendiri, Raga โฆ." Amira berucap pelan. Tangannya menepuk lengan Raga lembut, mencoba memberi pengertian. โEnggak perlu dibantuin.โ"Enggak!" Bantah Raga, masih batu. "Tangan lo enggak bisa d
Amira sangat sangat terpaksa menerima suapan dari Raga, daripada cowok itu menjadi lebih gila lagi. Di atas ranjang rumah sakit, Amira membuka mulutnya. Dia menerima suapan demi suapan dari Raga. Setelahnya, Amira meminum obatnya dalam sekali teguk. โLo yang makan sekarang!" Perintah sinis Amira malah membuat Raga tersenyum. โMakasih perhatiannya, Sayang.โ Amira mendelik saat melihat Raga yang mengedip genit. Ingin rasanya Amira mencolok kedua mata cowok yang baru mengakui dirinya sebagai pacar itu. Dia tidak suka Raga yang seenaknya. Namun, meski dongkol, Amira tidak membantah pengakuan Raga. Entahlah. Dia sepertinya akan menerima status baru yang Raga berikan. Raga akan menjadi pacar pertamanya. โBerhentilah tersenyum!โ Amira mengutuk dirinya sendiri. Daripada terus cengengesan seperti orang gila, Amira memilih untuk merebahkan dirinya. Amira tak sadar, kapan kedua matanya terpejam. โAmira?โ Raga menoleh dari piring makan malamnya saat dia selesai. Dilihatnya Amira sudah m
Cerita Amira dan Raga selesai sampai di sini. Tak bisa dilanjutkan lagi karena nanti jadi 18+. Hehe ๐คญ Yang mau aku melanjutkan Amira dan Raga season dua, berikan like dan komentarnya sebanyak-banyaknya, ya! Terima kasih untuk semua yang sudah membaca dan memberikan dukungan. Cinta banyak-banyak. ๐ฅฐ Salam hangat, -Dewiluna-
โPergi, dulu.โ Setelah meminta izin pada Gavin, Andini, dan Heri, Raga dan Amira diantar oleh Ken. Alex sedang cuti untuk sementara waktu. Di asrama, Dika dan Dina menyambut Amira. Memang sedang libur semester, jadi suasana sekolah sepi. โKak Amira mau pindah ke mana?โ Dika bertanya penasaran. Amira tidak bisa memikirkan jawaban, jadi Raga yang mewakili. โApartemen,โ jawab Raga singkat. โDi sini ternyata enggak aman.โ Amira tidak membantah. Dia biarkan saja Raga semaunya merangkai kebohongan tentang status juga tempat tinggal mereka. Terdengar hela kecewa dari mulut Dika. Meski begitu, Dika tetap membantu Amira berkemas. Dina pun melakukan hal yang sama. Dia tidak masalah di mana pun Amira tinggal, selama hubungan mereka baik. โHati-hati di jalan ya!โ Dina dan Dika melambai bersamaan. Kedua bersaudara itu mengantar Amira sampai ke depan gerbang. Amira memang tidak membawa semua barangnya. Dia cuma mengambil baju dan barang-barang penting. Sisanya bisa diambil nanti. โD
โGue enggak ngerasa ini beneran,โ ucap Amira. Setelah Amira dinyatakan benar-benar sembuh, Raga mengajaknya masuk ke dalam kediaman keluarga Wijaya. Raga tidak membiarkan Amira berhenti di depan pintu. Dia menarik Amira masuk ke dalam. Kali ini, tangan Amira tak terlepas dari genggaman. โUdah gue bilang, kan? Lo percaya aja sama gue,โ sahut Raga sombong. Gavin dan Andini datang kemudian. Mereka menyambut Amira. โKamu langsung bersiap saja.โ Andini mendorong Amira masuk ke dalam salah satu ruangan. Di sana, sudah ada penata rias lengkap dengan para pelayan yang membantunya bersiap. Amira terus-menerus curiga, tapi tidak ada yang terjadi. Bahkan dia sudah mengecek masa depan dengan memegang semua orang, dan hasilnya sama. Tak akan terjadi apa pun. Semuanya berjalan lancar seperti seharusnya. โSudah selesai.โ Ucapan penata rias itu membuat Amira tertegun sesaat. Dia menghadap cermin lalu mendapati pantulan dirinya di sana. โApa ada yang mau diperbaiki?โ Penata rias itu
โGimana keadaan Bapak?โ Tanya Amira saat menjenguk Reynald. Amira langsung menyeret Raga ke ruang rawat Reynald setelah tahu gurunya sudah sadar. Reynald tersenyum. โBaik.โFebby yang kemudian mewakili Reynald bicara lebih banyak. โKeadaannya udah stabil, jadi lo enggak perlu khawatir lagi.โDia menepuk lengan Amira lembut. โJangan merasa bersalah lagi, ya,โ sambungnya. Amira mengangguk pelan. Melihat Febby yang tak lagi menangis membuat Amira merasa lega. โMending lo istirahat, sana.โ Febby membalikkan badan Amira. Dia menunjuk pintu keluar. โTidur di atas kasur.โAmira menggelengโmenolak, tapi Febby memaksa. โHarus!โPerintah itu akhirnya dituruti Amira. Dia dibimbing Raga kembali ke dalam ruang rawatnya. Di sana, Raga langsung menyuruh Amira berbaring. โAkhirnya!โ Raga ikut naik ke atas ranjang, berbaring di samping Amira. โGue bisa tidur juga.โโRaga! Turun, ih!โ Pekik Amira.Amira berusaha mendorong Raga menjauh, tapi pacarnya itu tidak bergerak. โRaga, gue tendang ya!โ An
โPendarahannya parah,โ gumam Febby, dengan suara putus asa. Amira menarik napas dalam, mencoba meredam rasa bersalah yang menyesakkan. Namun, dia tahu jika ini bukan waktunya untuk lemah, apalagi mengeluh.โAyo kita berdoa, Kak. Gue yakin, Pak Reynald pasti bisa melalui ini semua.โFebby hanya mengangguk dengan tatapan kosong. Dia tidak ingin berharap, tapi hanya harapan yang tersisa untuknya. Amira ikut berdoa dalam hati. Dia sungguh tidak bisa membayangkan jika Reynald benar-benar pergi. Amira tak mampu hidup dalam rasa bersalah.โAmira,โ panggil Raga lembut. Raga duduk di samping Amira, menemaninya. โSini, deketan sama gue,โ ucap Raga seraya memberikan satu bahunya agar Amira bisa bersandar.โGue enggak ngantuk,โ jawab Amira, keras kepala.Amira mungkin mengatakan jika dia tidak lelah, tapi wajahnya sudah kusut dan kedua matanya hampir terpejam.Hanya butuh beberapa menit sebelum akhirnya Amira be
โBangkeee!โ Evan menjulurkan tangan, ingin menempeleng Raga. Namun, luka di tangannya membuat dia mengurungkan niat. Michelle sampai membantu Evan duduk kembali dengan tenang di kursinya. โElo serius enggak punya rencana apa-apa?!โ Evan memekik tak percaya. Padahal lagak Raga tadi sudah seperti orang serius. โAda,โ jawab Raga singkat. โIni Amira lagi ngeliat rencana gue.โ Amira yang mewakili Evan menyikut Raga. Dia juga kesal pada sikap pacarnya yang seenak udel begini. โNgomongnya mau bikin perusahaan saingan. Hampir aja gue percaya!โ Evan misuh-misuh. Sementara Raga, masih santai di samping Amira. Dia cuma mengangkat bahu sambil menjawab tenang. โYa bagus, kan! Artinya tampang gue meyakinkan.โ Raga menggampangkan masalah yang dia buat. Evan sudah sibuk mengomel. Michelle pun sama. Keduanya menatap Raga tak percaya. Mereka tidak pintar, tapi juga tidak bodoh untuk menyadari jika Raga hanya melakukan tindakan impulsif tanpa persiapan.โTerserah lo aja, deh!โ Evan jadi lelah s
โRaga!โ Heri akhirnya berteriak menghentikan Raga. Padahal, saat itu Raga baru mengambil dua langkah. Ternyata, cepat juga.โYa?โ Raga menoleh tanpa berbalik. Raga mengira Heri akan menyerah, tapi kakeknya itu tak mengiyakan. โSembuhkan dulu lukamu.โRaga menggeleng kecewa. โJawaban yang salah.โ Kali ini Raga tidak menunggu lagi. Dia mendahului Evan, berdiri tepat di samping mobil temannya itu. Evan pun menyusul langkah Raga bersama Michelle. Terlihat wajah ayah Evan yang kebingungan. Meski begitu, pria paruh baya itu tetap mengikuti anaknya. โBerhenti!โ Tangan Heri menghalangi Raga yang hendak membuka pintu mobil.Raga menoleh. Dia bisa melihat wajah Heri yang masam menahan amarah. Heri terlihat sangat tidak senang kali ini. โApa, Kek?โ Raga menggeleng sekilas. Dia memperbaiki kalimatnya kemudian. โAda apa Tuan Heri Wijaya?โ Tanya Raga, tanpa rasa bersalah. Heri menggeram. Dia
โKakek lama sekali!โ Keluh Raga. Dia menyambut Heri yang datang bersama banyak pengawal di belakang. โAkhirnya โฆ.โ Amira menghela lega.Senjata yang sebelum ini selalu dia pegang erat, akhirnya terlepas. Amira terhuyung ke belakang. โAmira!โ Raga menangkap Amira tepat sebelum pacarnya itu terjatuh. โSorry, gue lemes banget,โ ucap Amira penuh penyesalan. Dia mencoba berdiri, tapi kakinya terasa lembek layaknya jelly.โUdah jangan dipaksa.โ Raga membawa Amira ke dalam pangkuan. โPegangan.โ Raga berdiri dengan Amira di kedua tangannya. Amira menurut. Dia melingkarkan kedua tangannya di leher Raga, membiarkan sang pacar menggendongnya. Heri tidak bisa menegur Raga saat itu. Dia sedang sibuk menatap Vivian yang menangis sambil memohon. Suara sirine memecah keheningan. Mobil polisi, juga ambulans datang berturut-turut. Lalu, satu mobil mewah menyusul di belakang.โEvan!โ Se
โTuan Raga! Awas!โ Alex berusaha untuk mencegah Raga yang ikut campur dalam pertarungannya. Namun, tuan mudanya itu begitu keras kepala ingin membantu.Buk!Raga menendang Charly sekeras yang dia bisa. Tendangannya tepat mengenai perut pria itu. Namun, Charly tidak bergerak sama sekali.โGelinya,โ sindir Charly pada Raga. Dia meledek tendangan Raga yang menurutnya lembut seperti bantal bulu angsa. โBiar aku ajari cara menendang yang baik.โ Charly menggerakkan kakinya. Raga melompat mundur, tapi dia tetap tidak bisa menghindar.โArgh!โ Raga terpental. Dia berguling kesakitan di atas tanah yang keras.Alex langsung berdiri. Dia berlari menghampiri Raga. โTuan!โ Alex panik memeriksa keadaan Raga. Dia membantu Raga bangkit. โGue enggak apa-apa,โ ucap Raga, berusaha menenangkan Alex. Raga menunjuk ke arah Charly kemudian. โFokus aja kalahin dia. Secepatnya.โAlex mengangguk patuh. Dia menunggu sampai Raga berdiri tegak sebelum memasang kuda-kuda untuk menyerang. Buk!Alex mencoba m