All Chapters of Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin : Chapter 71 - Chapter 80

264 Chapters

71. Visum, Bersediakah?

“V-visum?” ulang Gretha dengan pupil mata berlapis lensa ambernya yang gemetar. “Kak Liam bilang visum?” “Iya, semua akan terlihat dengan jelas lewat visum,” jawabnya. “Kamu harusnya tahu soal itu, ‘kan? Jika benar aku memperkosamu malam itu, hal pertama yang seharusnya kamu lakukan adalah pergi untuk visum, jadi kamu tidak perlu menggunakan banyak tenaga untuk bercerita karena ada bukti di tanganmu.” “A-aku masih sangat trauma, Kak Liam,” jawab Gretha. “Aku benar-benar tidak ingin mengingat kejadian malam itu. Aku tidak ingin mengingat saat Kak Liam—” “Tidak ingin mengingat?” potong William, dengus napasnya terdengar berat saat kedua tangannya berada di pinggang, menatap Gretha dengan alis berkerut penuh kebingungan. “Kamu bilang tidak ingin mengingat apa yang terjadi malam itu tapi mendatangi Lilia?” imbuhnya. “Di rumah yang kamu sebut sebagai ‘trauma’ itu?” William tertawa lirih, seperti yang pernah ia perdengarkan pada pertemuan mereka sebelumnya, malam ini pun sama. Dar
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

72. Bolehkah Aku Mencintaimu?

Lilia membeku di tempat ia berdiri saat William justru memeluknya semakin erat. Tak ada yang bicara untuk beberapa lama. Hanya napas mereka yang mengisi hening hingga Lilia meraih kedua lengan kekarnya dan memaksa William agar berdiri tegak. “Tuan William,” panggil Lilia. Pria itu tak menanggapi selain mengunci maniknya dengan sepasang netranya yang kelam. “Apa yang Anda lakukan ini? Bagaimana kalau Keano melihat Anda seperti ini?” tanyanya. Kedua bahu William jatuh mendengar itu. Pandangannya berpindah lebih rendah, ke bibir Lilia dan ia menundukkan kepalanya. Hidung mereka hampir bersentuhan sebelum Lilia menghindar dan menahan dadanya dengan kedua tangannya. “Kembalilah ke kamar Anda!” pinta Lilia. “Sudah terlalu malam untuk berkeliaran.” “Tidak mau,” tolak William. “Aku mau tidur di kamarnya Keano.” “Tuan William tidak boleh tidur di sana,” tolak Lilia. “Kenapa?” “Anda bau alkohol,” jawabnya. William hampir limbung ke depan tetapi hal itu gagal terjadi sebab Lilia menah
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

73. Jangan Menangis, Keano ... Mama Hanya Pergi Sebentar

‘Lilia diam-diam menangis?’ ulang William dalam hati. ‘Benarkah begitu?’ Tapi bukankah apa yang dikatakan oleh anak lelakinya itu selalu jujur? ‘Apa Lilia sekecewa itu, dan berpikir aku benar menodai Gretha?’ “Papa tidak melakukan apapun dengan Tante Gretha, Keano,” kata William. “Tapi kenapa Tante menangis? Mama juga pergi sekarang. Bagaimana kalau Mama benar-benar tidak kembali?” Kalimat Keano membombardir William hingga ia bingung harus menjawab yang mana. “Mama pasti kembali, Tuan Muda Keano,” kata Agni. Wanita paruh baya itu berlutut di samping Keano, menunjukkan senyumnya dan mencoba membujuk. “Mama ‘kan sudah janji untuk pulang? Mama hanya melakukan tugasnya. Di sana sedang kekurangan orang untuk merawat adik-adik yang sakit dan kurang mampu. Mama tetap menjadi Mamanya Tuan Muda kok. Tapi sementara ini dengan Bu Agni ya?” Keano bisa memahami ucapan Agni, dan … sepertinya itu berhasil. “Ada Papa di sini, mau apa, Sayang? Keano bisa bilang ke Papa.” William mencoba merayu
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

74. Ipar Adalah Maut

“Bagaimana kalau pulang ke rumahku dulu?” tanya Nicholas saat ia membantu Lilia menyiapkan piring makan yang akan mereka gunakan untuk anak-anak panti asuhan. “Nanti akan aku katakan pada William, Lilia. Biar Keano sedikit redam amarahnya karena tadi Bu Agni bilang dia sangat meledak-ledak pada William.” Lilia ragu dengan ajakan itu. Ia tak berani. Itu bisa saja memantik amarah William seandainya ia tahu bahwa Lilia dan Keano tengah bersama dengan Nicholas. Ia memandang Nicholas dan mata tulusnya yang tampak membiaskan cahaya dari lampu yang menerangi ruangan di mana mereka berdiri. Sepasang netranya lalu berpindah melewati pintu masuk, menyaksikan Keano yang sedang berlarian dengan anak-anak panti yang lain dan dia terlihat sangat senang di sini. Seolah tak memiliki beban atau menanggung kebenciannya pada William. ‘Apakah boleh?’ batin Lilia bingung. ‘Apakah kami boleh ikut dengannya?’ Seperti sedang menyambut benaknya yang berkecamuk, Keano berlari menghampirinya dan memeluk
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

75. Aku, Kau, Dia, Dan Hujan Malam Itu

Lilia baru saja masuk ke ruang tamu rumah Nicholas setelah keluar dari mobil yang dikemudikan pria itu meninggalkan panti asuhan. Seperti yang ia putuskan sebelumnya bahwa Lilia akan membawa Keano menginap selama satu malam di sini dan akan diantar pulang oleh Nicholas besok pagi. Nicholas mengatakan bahwa ia sudah memberi tahu William sehingga Lilia merasa tidak akan terjadi hal buruk—semisal sebuah kesalahpahaman. Tetapi, itu sebelum ia mendengar suara teriakan seseorang yang ada di luar rumah. Lilia kenal betul, itu adalah suara William. Lilia yang tadinya berjalan mengikuti pelayan dengan segera menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan melihat ke arah pintu yang terbuka. Menyaksikan William yang menghantamkan kepalan tangannya sehingga Nicholas limbung di bawah hujan. “BRENGSEK!” Umpatan William mengoyak petang yang harusnya tenang di halaman. Dari tempat ia berdiri, Lilia mendengar suara menggelegar William saat ia bertanya, “Kamu pikir aku tidak tahu apa tujuanmu membawa
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

76. POSESIF

Lilia bisa merasakan punggung William yang naik turun tak beraturan. Gerakan agresif yang dipicu oleh adrenalin yang terguncang di dalam tubuhnya. Samar Lilia mendengar detak jantung pria itu yang bertalu-talu, seolah tengah memprovokasi dan memintanya untuk menghancurkan apapun yang ada di hadapannya. Lilia sempat terseret sejauh beberapa langkah, ia menahan pria ini sekuat tenaganya dan sekali lagi memohon, “Tolong hentikan,” pintanya. “Tidak ada yang diuntungkan dari pertengkaran kalian ini selain kalian yang hanya saling menyakiti!” Tidak ada yang bicara setelah kalimat Lilia terdengar di sela-sela tirai hujan yang belum reda. Hanya ada napas yang naik turun, seolah tengah berusaha menguraikan sesak. Lilia perlahan melepaskan tangannya dari William, kemudian pria itu berbalik untuk memandangnya. Iris kelamnya menatap Lilia, jauh berbeda dengan dirinya yang tadi terlihat kejam dan angkuh pada Nicholas. Lilia mencuri pandang pada Nicholas juga, pria itu tengah berusaha
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

77. Maaf, Untuk Apapun Itu ....

Lilia tercenung untuk beberapa lama, ia tak menjawab William selain hanya matanya yang bergoyang gugup dan jantungnya yang berdegup. Pernyataan itu seperti sebuah angin sejuk yang membuat Lilia merasakan darah di dadanya berdesir. “Keano bilang kamu diam-diam sering menangis setelah Gretha datang ke sini malam itu,” kata William yang membuat mata Lilia membola. “K-Keano bilang begitu?” Lilia terkejut. ‘Apa keputusan William untuk menolak tuntutan keluarganya menikahi Gretha karena aduan Keano juga?’ batinnya menerka-nerka. “Iya,” jawabnya. “Jika itu karena kamu mengkhawatirkan soal aku dan Gretha, biar aku perjelas, tidak akan ada pernikahan antara aku dengan dia,” ulang William sekali lagi, tegas dan menekan. “K-kenapa Anda sangat yakin dengan keputusan itu?” “Tidak ada bukti,” jawab William singkat. “Aku mengajaknya untuk pergi visum tapi dia tidak bersedia.” “Visum?” ulang Lilia. “Iya. Dengan visum semua akan terlihat jelas. Jika benar aku melakukan sesuatu padanya malam i
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

78. Tentang Masa Lalu Yang Membuatku Tak Ingin Kehilanganmu

Tadinya Lilia ingin membiarkan William dan mengabaikannya. Tetapi tidak bisa! Kedatangannya membuat ruang geraknya menjadi terbatas. Ia membuka mata, Lilia yang semula tidur miring membelakangi William lalu menoleh ke belakang. Menghadapkan tubuhnya pada pria itu yang terkejut, kedua alis lebatnya terangkat saat bertemu pandang dengan manik Lilia yang masih segar di bawah minimnya pencahayaan di sekitar mereka. “Kamu belum tidur?” tanya William. “Kenapa Anda ikut tidur di sini?” tanya Lilia balik, bergerak tidak nyaman. “Tempatnya sempit, tidurlah di tempat yang lain.” “Di mana maksudmu?” tanyanya. “Di sebelah kiri Keano? Tangannya telentang seperti itu, aku takut dia bangun kalau memindahkannya.” Dagu William mengedik melewati bahu Lilia. Seolah itu isyarat agar ia membuktikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa apa yang ia katakan itu benar. Lilia mendesah keberatan dan itu dengan cepat mendapat reaksi dari William. “Kamu keberatan?” tanya pria itu. “Ini rumahku, Lilia. Semua
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

79. Selangkah Lebih Dekat Memenangkan Hatimu

Detik jam yang ada di dalam ruangan itu seolah bergerak melambat, Lilia berpikir itu karena ia sedang memproses kalimat ‘aku tidak mau kehilanganmu’ yang disebutkan oleh William. Atau mungkin yang benar … karena Lilia menyadari di balik sikap dinginnya yang tampak tangguh dan angkuh itu William juga menyimpan luka hatinya tersendiri? Bayangan masa lalu membelenggu pria itu, memberinya sebuah perasaan takut kehilangan. Ia takut ditinggalkan, terutama oleh orang terdekatnya seandainya mereka dekat dengan Nicholas. “Tapi—” ucap Lilia. “Apa Anda pernah sekali saja membicarakan itu dengan Tuan Nicholas?” tanyanya. “Mungkin saja ada hal yang dia sembunyikan?” “Apa yang dia sembunyikan?” sangsinya. “Aku tidak yakin soal itu.” Mata mereka bertaut pandang untuk beberapa lama. Dan kadang … saat pria itu bersikap tenang, Lilia suka dengan kelamnya iris William. Seolah kegelapan di kedua netranya itu menyimpan banyak rahasia yang hanya ia sendiri yang tahu apa isi di dalamnya. “Tapi—“ Will
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

80. Tak Bisakah Tidur Denganku?

Debar jantung Lilia menggila. Ia menatap William yang berada sangat dekat dengannya. Hidung mereka hampir bersentuhan saat manik keduanya mengunci di bawah cahaya remang-remang. Lilia berusaha melepaskan diri dari William dengan bangun dari atasnya tetapi yang terjadi justru William melingkarkan kedua tangannya pada pinggang kecil Lilia dan memindahnya ke samping. Membuatnya tak bisa memproses rasa terkejut atas apa yang terjadi saat tubuhnya terhempas di atas tempat tidur. “Akh!” Lilia menahan William agar pria itu tidak semakin dekat dengannya pada posisi mereka yang tak lagi memiliki jarak ini. “A-apa yang Anda lakukan?” tanya Lilia, gugup mendapati sorot William yang terlihat tajam meski matanya tak terbuka seutuhnya. “Bukankah aku yang seharusnya bertanya, apa yang kamu lakukan, Lilia?” tanya William balik, irisnya memindai setiap sudut wajah Lilia yang berubah pias. “T-Tuan William demam,” jawabnya. “Jadi saya datang untuk melihat keadaan Anda yang tidak makan atau turun s
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more
PREV
1
...
678910
...
27
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status