All Chapters of Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin : Chapter 231 - Chapter 240

264 Chapters

231. Di Mana William?

“Tuan William sedang berhalangan hadir, Tuan,” jawab Giff setelah kebekuan beberapa detik menghampiri mereka. “Jadi Tuan William tidak bisa datang ke sini.” “Di mana memangnya William sekarang? Apa dia sedang sakit?” Cecaran itu membuat Giff menggelengkan kepalanya dengan cepat, “Maaf, saya tidak bisa memberi tahu Anda sekarang.” Kepala pemuda itu tertunduk di depan Nicholas sebelum ia saling mengedikkan dagu dengan Jovan seolah itu adalah ucapan pamitnya. Giff bergegas pergi meninggalkan ruang meeting, menyisakan Nicholas dan Jovan yang memandang punggungnya dengan curiga. “Apa dia bertingkah aneh menurutmu?” tanya Nicholas pada tangan kanannya itu. “Sepertinya begitu, Tuan. Kenapa Anda tidak langsung menghubungi Tuan William saja sekarang?” Nicholas menyetujui saran Jovan. Sembari berjalan meninggalkan ruang meeting, ia meraih ponselnya dari balik saku jas dan menghubungi William. Tapi tidak ada jawaban, sama sekali. Dadanya mendadak sesak. Ia tidak suka dengan situasi ini.
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

232. Kita Belum Pernah Memulainya

Nicholas berlutut untuk memeluk Keano dengan erat setelah bocah kecil itu berlari ke arahnya dengan menangis, tak bisa menahan harusnya. “Keano kangen dengan Uncle Nic,” isak keano seraya menjatuhkan dagunya di bahu Nicholas. “Uncle Nic datang ke sini?” Nicholas menganggukkan kepalanya, “Iya, Keano. Uncle juga kangen dengan kamu.” Suara Nicholas terdengar serak. Ia menarik dirinya dari Keano dan mengusap pipi keponakannya itu. “Uncle pikir tidak akan pernah bisa bertemu dengan kamu lagi,” katanya. “Syukurlah … syukurlah kamu baik-baik saja, Keano.” Sepasang mata Nicholas tampak mengembun, pria itu sekali lagi memeluk Keano dengan kelegaan yang besar. Bahkan … bukan hanya Keano saja yang dijumpainya. Tetapi juga seorang wanita yang berdiri di belakang bocah kecil itu dan menyeka air matanya yang berlinangan. Lilia. Nicholas bangun dari berlututnya dan mengangkat Keano ke gendongannya. Ia memandang Lilia yang tersenyum saat menyapanya. “Lilia?” sebutnya dengan tak percaya. “
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

233. Meranggas Oleh Luka

Lilia merasakan setitik air matanya jatuh. Saat ia menarik dirinya, buliran bening itu jatuh menimpa pipi William. Ia menyekanya dan mengusap rambut hitam William sekali lagi. Yang tak diduganya … rupanya William juga melakukan hal yang sama dengannya. Sekalipun sepasang mata pria itu tertutup, tapi Lilia melihat sudut netranya mengeluarkan air mata. “Kamu bisa mendengar kami, ‘kan?” tanya Lilia saat ia menunduk semakin dalam. “Mungkin kamu masih belum bisa menemukan jalanmu pulang sekarang, William … tapi sampai kapanpun, aku dan Keano akan menunggu kamu di sini.” Tidak ada jawaban, tentu saja bibir William mengatup rapat. Pria itu bergeming, menyuguhkan kebisuan yang semakin lama terasa semakin hebat. Genggaman tangan Lilia padanya masih belum terlepas. Rasanya dingin saat Lilia meletakkan telapak besarnya itu di pipinya agar sedikit memiliki kehangatan. Hela napasnya berat, bersaing dengan isak tangis yang coba ia tahan sekuat tenaga. Bibirnya tak henti merapalkan doa agar
last updateLast Updated : 2025-02-11
Read more

234. Karena Sebuah Kesepakatan

“Tidak mungkin,” kata Gretha sebagai sebuah penolakan. “Mamaku bilang kalau Papaku sudah lama meninggal.” Pria bertato di lehernya itu tertawa selama beberapa detik. Ia menunduk sebelum kembali memandang Gretha yang sangat tak suka melihatnya. Ia sudah dibuat kesal dengan si Henry yang terus saja menghubunginya lalu mencoba mencari pelarian dengan pergi untuk melakukan sesuatu yang membuatnya senang. Tapi lihat saja yang ditemuinya di sini, seorang pria aneh yang mengaku sebagai ayahnya. ‘Kenapa semakin banyak orang yang tak sadar diri?’ batinnya kesal. “Mamamu itu berbohong, Gretha,” katanya. “Yang ada di hadapanmu ini benar-benar adalah ayahmu, ayah kandungmu. Setidaknya kamu tahu namaku, ‘kan?” Rahang Gretha mengetat. Ia hampir mengelak si pria bertato itu tetapi dia lebih dulu memperlihatkan layar ponselnya. Matanya dibuat melebar karena ada sebuah foto lama yang menunjukkan dengan jelas bahwa itu adalah pria itu dan ibunya semasa muda. Tengah menggendong seorang anak peremp
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

235. Tak Berlandaskan Cinta

Gretha menggelengkan kepalanya, ia tak ingin memikirkannya lebih jauh dan beranjak pergi meninggalkan ruang makan. Meski kepalanya memintanya agar berhenti mengingat tentang pria bertato di lehernya itu, tetapi hatinya tidak bisa! Mana mungkin ia tak memikirkannya karena apa yang tadi dilihatnya itu adalah sesuatu yang sangat ingin diketahuinya? Selama ini ia ingin tahu seperti apa wujud ayahnya, lalu hari ini pria itu menampakkan batang hidung. Gretha mengembuskan napasnya saat melempar tas yang ia bawa ke atas ranjang dan duduk saat matanya terasa panas. “Aku pikir aku adalah anak seorang pria terhormat juga,” gumamnya seorang diri. “Aku pikir Mama bercerai dari Papa lalu menikah dengan Papa Alaric. Tapi sepertinya itu salah ….” Jika ia ingat-ingat dengan baik, Tuan Alaric pernah mengatakan sesuatu seperti … pernikahan yang dilakukan oleh ibunya dan beliau itu tidak berlandaskan cinta. ‘Apa yang Mama lakukan pada Papa Alaric sampai akhirnya pernikahan itu terjadi?’ batinnya me
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

236. Satu Miliar Atau Terbongkar?

Dadanya berdebar mendapatkan ajakan itu tetapi ia dengan cepat sadar. Ganata menarik tangan Bertha yang sesaat termangu. Tapi ia dengan cepat menepisnya, “Jangan kurang ajar!” peringat Bertha tak main-main. “Katakan saja apa maumu dan biarkan aku pergi dari sini!” “Kamu yakin?” tanya Ganata. “Kamu yakin tidak ingin melakukannya denganku? Jika kamu keberatan pergi ke hotel atau di penginapan, kita bisa melakukannya di dalam mobil dan—“ “Bicara yang benar!” potong Bertha dengan geram. Pria itu tertawa lirih memandang wajah Bertha yang memerah sebelum suaranya akhirnya terdengar. “Beri aku satu miliar atau akan aku katakan pada Alaric bahwa kamulah yang menyuruhku membunuh istrinya.” “Satu miliar? Kamu gila?!” Bertha berseru seraya merenggut kerah kemeja pria itu. “Bukankah itu jumlah yang sangat kecil dibandingkan dua puluh empat tahun kamu menikmati hidup menjadi Nyonya keluarga Roseanne?” .... Yang tak mereka—Bertha dan Ganata—ketahui … percakapan mereka itu dapat ditangkap m
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

237. Putri Yang Beruntung Itu Salah Satunya Adalah Aku

“Aah … sepertinya saya tahu kapan waktu yang Anda maksudkan itu,” tanggap Zain dengan bibir yang sama tersenyumnya. Mereka secara bersamaan menoleh pada pintu ruangan yang terbuka dan Lilia muncul dari dalam kamar rawat William. “Selamat pagi,” sapa Zain lebih dulu pada Lilia. “Selamat pagi, Pak Zain,” balasnya lalu pemuda itu beranjak pergi dari hadapannya dan membiarkan tempat itu menyisakan dirinya serta Tuan Alaric saja. “Apa Papa datang terlambat?” tanya Tuan Alaric seraya memandang Lilia yang menggeleng lebih dahulu. “Tidak, Pa. Ini malah masih sangat pagi.” “Sengaja, karena kamu pasti butuh persiapan untuk pergi ke preschool, ‘kan?” Lilia membenarkannya. Ia memang sejak semalam menunggu William di sini dan pagi hari ini ayahnya datang. Ia akan diantar oleh Zain kembali ke rumah untuk persiapan mengajar sebentar lagi. “Kenapa kamu keluar, Leo?” tanya Tuan Alaric. “Melihat Papa dan Pak Zain dari jendela, sepertinya membicarakan sesuatu yang serius jadi aku keluar.” “Han
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

238. Priaku Yang Keras Kepala, Janji Sadar Saat Aku Kembali?

Lilia benar saat mengatakan bahwa William baru saja menggerakkan jemarinya karena pergerakan itu juga ditangkap mata oleh Tuan Alaric. Mereka untuk sesaat menegang dalam harap-harap cemas dan doa yang dilangitkan agar William benar membuka matanya dan kembali di antara mereka semua. Namun, menunggu beberapa menit … William kembali bergeming. “Ah … belum,” kata Lilia dengan putus asa yang sangat kentara yang tiba di indera pendengar sang Ayah. “Tidak apa-apa, Leo,” tanggap Tuan Alaric mencoba membesarkan hatinya. “Setidaknya dia sudah memberi respon yang bagus dengan menggerakkan jarinya.” “Aku pikir … William juga mendengar apa yang kita bicarakan.” “Ya?” Tuan Alaric mengalihkan pandangannya pada wajah William yang masih pucat pada Lilia yang sepasang alis cantiknya berkerut. “Kamu bilang apa, Leo?” ulang Tuan Alaric, ingin mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh anak gadisnya. “Aku pikir William bisa mendengar apa yang kita bicarakan karena saat aku menangis dan mengataka
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

239. Misi Balas Dendam

“Apa maksudnya itu?” tanya sebuah suara pria yang membuat kedua bahu Bertha menjengit. Ia menoleh dengan cepat ke sebelah kirinya dan menjumpai Alaric yang muncul di sana. Sepasang alis lebat pria itu menatap penuh kebingungan dan curiga pada kaca depan sedan milik Bertha yang bertuliskan ‘PEMBUNUH!’ dengan cat merah. “K-kamu sudah d-datang?” tanya balik Bertha dengan gugup. Belum sempat Bertha melakukan sesuatu untuk menyambut kedatangannya, Alaric telah tiba. Dan buruknya … di situasi yang tidak tepat! “Jawab aku, Bertha!” sentak Alaric karena Bertha malah hanya termangu alih-alih menjawab pertanyaannya. “Kenapa mobilmu ada tulisan seperti itu? Kamu baru menabrak orang?” “Tidak!” jawab Bertha dengan cepat, suaranya meninggi dan terdengar serak. “A-aku tidak tahu, tiba-tiba saja mobilku seperti ini.” Wanita itu kemudian menoleh pada security yang ada di dekat gerbang dan menyerukan tanya, “Siapa yang melakukan ini? Kamu membiarkan orang asing bebas keluar masuk?!” hardiknya.
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more

240. Aku Mendekat Padamu Yang Membuka Mata

Sudah sejak semalam rasanya Bertha tak bisa tidur. Setelah ia bertengkar dengan Alaric dan anak perempuannya soal mengapa sampai ada tulisan ‘PEMBUNUH!’ di mobilnya, ia masuk ke dalam kamar dan berusaha memejamkan matanya tetapi tidak bisa. Alhasil, pagi ini kepalanya terasa sangat pening. Langit-langit kamar seolah berputar, lantai-lantai marmer yang ia pijaki itu berubah memiliki turunan dan tanjakan yang membuatnya harus ekstra berhati-hati kala melangkah. Ia berjalan keluar dari kamar dengan menenteng tas mahalnya untuk pergi ke suatu tempat. Memilih menghindari tatapan mata dengan Alaric yang barangkali sedang berada di ruang makan. Bertha akan menuju ke suatu tempat—rumah sakit. Rumah sakit di mana dulu pelayan rendahan bernama Alya Azam dirawat. Bertha mengingat wanita itu bukan tanpa alasan. Itu karena ia sudah lama tak mengetahui kabarnya sejak ia mendorongnya jatuh dari lantai dua dan koma sejak saat itu. Tentu … kejahatan yang ia lakukan itu tersamarkan dari mata
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more
PREV
1
...
222324252627
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status