Semua Bab Rahasia Hati: Terperangkap Menjadi Istri Kedua CEO Dingin : Bab 171 - Bab 180

266 Bab

171. Pria Yang Bersama Gadisku

William menatap kesal ke seberang sana dan tertawa lirih. Lelaki yang bersama dengan Lilia itu sepertinya masih seusia Giff, tampak muda dan dilihat dari manapun jelas ia suka pada Lilia. “Beraninya anak sekecil itu mendekati Lilia,” gumamnya seorang diri. William menepis Giff, mendorong bahunya agar menjauh sehingga ia bisa berjalan maju untuk menemui Lilia yang ada di teras. Sepasang mata Lilia yang berbinar memandang kedatangannya saat William berdiri di sampingnya dan sibuk memindai pria berseragam cokelat itu yang di dadanya tersemat nama Zavian Altair. “A-Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Lilia lebih dulu pada William. “Apa kamu mengenalnya, Lia?” tanya Zavian, tampak bingung menatap bergantian Lilia dan pria yang berdiri menjulang di sebelahnya itu. Lilia lebih dulu mengangguk untuk menjawabnya, “Kenal,” ucapnya. “Papanya Keano.” “Aah, begitu,” tanggapnya. “Senang melihat Anda, saya pegawai kelurahan di sini, apakah Anda warga baru?” “Bukan,” jawab William hampir te
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-27
Baca selengkapnya

172. Saat Tuan Posesif Cemburu

William berulang kali mendengus kesal setiap mengingat senyum Lilia yang merekah untuk pemuda bernama Zavian itu. Bukan salah si Zavian itu memang jika ia terpesona pada Lilia karena William pun tahu rasanya jatuh cinta pada gadis itu—dan sekarang pun ia juga masih begitu. Siapa yang tak akan menyukai Lilia karena gadis itu memang cantik. Dagunya yang kecil, matanya yang berbinar seperti permata amethyst atau rambutnya yang hitam legam itu adalah kesempurnaan yang bisa membuat para pria menjadi ‘gila.’ “Tapi aku harap Keano selalu menegur lelaki itu,” gumam William seorang diri saat ia berdiri di depan sebuah etalase besar berisikan mainan karena memang ia tengah berada di dalam sebuah toko mainan untuk membelikan puzzle seperti yang diminta oleh anak lelakinya kemarin. “Mengingat dia selalu membela Lilia saat Gretha atau ibunya dan bahkan mamaku sendiri mengatakan sesuatu yang tidak baik pada Lilia, aku harap anak lelakiku yang cerdas itu juga akan mengusir si Zavian itu.” Astag
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

173. Sepucuk Mawar Berduri

Sabtu pagi yang sedikit mendung saat Lilia berada di halaman rumahnya. Ia tengah menyiram tanaman dan bunga-bunga yang tumbuh di sana dan salah satu mawar yang kapan hari dibeli oleh ibunya dari toko bunga di depan komplek itu telah berbunga meski masih kuncup “Cantik sekali,” gumamnya seorang diri. Ia menyentuhnya dengan hati-hati, menunduk dan menciumnya yang harum. Lilia mengangkat wajah saat mendengar suara langkah kaki seseorang yang berdiri di dekatnya dan menoleh pada kedatangan pria yang pakaiannya segelap langit yang menaungi mereka di atas sana. “William?” sapanya seraya menegakkan tubuhnya sedang pria itu mendekat padanya. “Apa yang kamu lakukan, Lilia?” tanyanya. “Hanya ... menyiram bunga saja.” jawab Lilia. “Anda ingin bertemu dengan Keano?” William mengangguk, “Iya, apa dia sudah bangun? Atau aku yang kepagian?” “Keano sudah bangun Tapi dia ikut Ibu pergi berbelanja sebentar.” “Setiap hari Keano ikut berbelanja?” “T-tidak setiap hari juga,” jawabnya. “Karena kal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

174. Ellipsism

Tangan Lilia terasa kaku saat menerima kotak susu dari William. Manik mereka bertemu, iris gelapnya membuat Lilia dengan cepat menghindarinya karena ingatan itu membuat air matanya hampir luruh karena takut. “T-terima kasih,” ucapnya dengan gugup. Lilia tak memandang pria itu lagi saat ia menyiapkan susu hangat untuk Keano. Kebekuan menyergap untuk lebih dari beberapa menit dengan Lilia yang terus meraba, ‘Kenapa dulu dia menatapku dengan penuh benci seperti itu?’ gumamnya dalam hati. “Papa?!” panggil suara manis Keano yang melunturkan ketegangan di tempat itu. “Sayang,” balas William pada Keano kemudian pria itu pergi dari sisi Lilia. Lilia menunduk, meremas cangkir di tangannya kuat-kuat. Inilah yang ia maksudkan, sanggupkah ia dengan segala resikonya termasuk kenangan yang kelam dan tak menyenangkan jika ia benar-benar bisa mengingat William? ‘Bagaimana sekarang?’ *** Sehari setelah pertemuan yang membuat Lilia menemukan seberkas ingatan tak menyenangkan itu, William akhi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

175. Gaun Pengantin Di Balik Kaca

Karena sekolah masih libur, Lilia dengan diantar oleh Zain pergi ke suatu tempat—tak jauh dari kediaman mereka—untuk melakukan belanja keperluan bulanan saja. Zain bilang padanya bahwa Tuan Alaric tak bisa ikut karena sedang bertemu dengan orang dari Sada Construction, penanggung jawab pembangunan sekolah—projek bersama antara Velox Corp dan Seans Holdings. “Nanti malam Tuan Alaric akan datang ke rumah lagi, Nona Lilia,” ucap pria itu saat mengemudikan mobilnya memasuki sebuah mini mall yang melihatnya dari luar saja sudah membuat Keano senang. “Iya, Pak Zain,” tanggap Lilia. Suaranya membuat sang Ibu yang duduk di depan menoleh ke belakang dan bertanya, “Kenapa serak, Nak? Kamu flu?” “Tidak, Bu. Hanya ... semalam kurang bisa tidur saja.” “Mama, nanti apakah mau main di dalan bersama Keano?” pinta anak lelakinya. “Tapi kita harus berbelanja dulu menemani Oma, ‘kan?” “Tidak apa-apa,” sahut Alya dari depan. “Kamu pergilah saja dengan Keano, Ibu bisa sendiri nanti minta bantu Pak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-28
Baca selengkapnya

176. Pertemuan Nona Dan Mantan Pacarnya

Sehari setelah kembali dari luar kota—tempat di mana Lilia, Keano dan Alya berada—pagi ini William kembali menjalani aktivitas rutinnya. Di lobi Velox Corp, ia berjalan dengan Giff yang ada di belakangnya, sepasang matanya menjumpai sosok tak asing yang duduk di sana. Gretha. Wanita itu terbalut dalam pakaian hamilnya, berdiri dengan gegas saat melihat William yang berjalan melewatinya tanpa peduli. “Kak Liam,” panggil Gretha seraya menghalangi langkah kakinya. William mau tak mau berhenti karena Gretha benar-benar ada di hadapannya. Ia terlihat tak tertarik sesaat sebelum suaranya akhirnya terdengar, “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya William dengan enggan. “Aku mendapat undangan untuk datang ke seminar yang diselenggarakan di hall milikmu. Sebagai perwakilan,” terang Gretha. “Aku membawa undangannya jika Kak Liam tidak percaya padaku.” William yang mendengar itu menoleh ke sebelah kanannya, pada Giff. “Apa kamu mengundangnya juga, Giff?” “Maaf saya tidak ingat karena un
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

177. Siapa Ayah Biologisnya?

William melihat Henry yang kedua telinganya memerah. Tubuhnya bergerak menunjukkan gestur bahwa ia tidak nyaman, seolah ia tengah tertangkap basah padahal tak ada yang menyebut namanya sama sekali. Ada kepanikan yang ia sembunyikan dan dari sanalah sepertinya William telah tahu anak siapa di dalam perut Gretha itu. Ia memandang Giff melalui sudut matanya, sekretarisnya itu seolah tahu apa yang ia pikirkan sehingga memberi anggukan samar. “Kamu tidak perlu tahu, Rey!” jawab Gretha akhirnya. Ia memandang Reynold dengan tatapan sengit sebelum mengayunkan kakinya pergi dari sana, hampir bisa dikatakan berlari kala meninggalkan lobi Velox Corp padahal sebelumnya bersikeras mengatakan ingin ikut seminar. Reynold memandang kepergian Gretha dengan alis lebatnya yang nyaris bersinggungan. “Apakah kamu mengenalnya, Reynold?” tanya William. “Iya. Mantan pacar saya, Tuan,” akunya. “Apakah Anda juga mengenalnya?” “Dia adik tiri dari mendiang istriku.” Reynold terlihat memiringkan kepalany
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

178. Ada Saatnya Aku Akan Lelah

Gretha tertawa mendengar ucapan tersebut. Kedua tangannya bersedekap saat menjawab, “Jangan harap!” ucapnya penuh penekanan. “Aku tidak akan melakukan hal itu. Jika bukan William maka tidak!” “Lalu apa kamu akan membiarkan anak itu lahir tanpa ayah?” “Dia punya ayah, ayahnya adalah William,” jawab Gretha. “Jangan merasa kamu berhak menuntutku ini dan itu hanya karena kamu memasukkan benihmu kedalam tubuhku, Henry!” Henry sejenak terlihat seperti orang linglung. Ia tak bisa meraba apa yang sebenarnya diinginkan oleh Gretha. “Kenapa pemikiranmu aneh sekali, Gretha?” tanya Henry. “Kita berhubungan, anak itu adalah anakku. Kamu juga sudah berjanji memberi kesempatan padaku jika aku melakukan apapun yang kamu mau. Tapi kenapa begini sekarang?” cecar Henry balik, suaranya sarat akan ketidakpuasan dan rasa kecewa yang besar. Seakan apa yang ia lakukan selama ini hanyalah sebuah kesia-siaan yang tak ada artinya di mata Gretha. “Kenapa kamu keras kepala, Gretha?” imbuhnya. “Aku mau bertan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

179. Sekelumit Kisah Tentang Permata Berwarna Amethyst

Tuan Alaric pergi melewati mereka setelah mengatakan hal itu. Suara langkah kakinya lambat laun tak terdengar di kejauhan, kepergiannya jelas bersama dengan Zain sebab samar dari tempat Gretha berdiri ia mendengar suara pria itu yang menyapa, ‘Selamat malam’ kepada ayahnya. Gretha mendorong napasnya seraya memandang sang Ibu. “Apa maksudnya itu, Ma?” tanyanya. “Memangnya bagaimana cara Mama dan Papa menikah dulu?” “Kamu tidak perlu tahu,” jawab Nyonya Bertha. “Yang penting kamu hidup enak ‘kan sampai hari ini?” Nyonya Bertha hampir pergi sebelum Gretha mencegahnya. “Aku penasaran dengan Papa kandungku,” ucapnya yang seketika membuat sang Ibu terhenti langkahnya, membeku di tempatnya berdiri dan menatap Gretha dengan leher yang bergerak kaku. “Selama ini aku tidak pernah melihat Papa kandungku. Mama bilang kalau Papa sudah mati, apa memang benar begitu, atau ada hal lain yang Mama sembunyikan dariku?” Nyonya Bertha tak menjawab. Ia menghindari tatapan penuh rasa penasaran anak per
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-29
Baca selengkapnya

180. Bunga Lili Untuk Lilia

“T-tapi, benar ini sama dengan punya Papa?” ulang Lilia atas kalimat Keano. “Iya, Mama,” jawab Keano seraya menganggukkan kepalanya dengan yakin. “Cincin itu Mama dapat saat Mama dan Papa ada di rooftop,” terangnya. Meski Lilia mendengar anak lelakinya itu dengan saksama, tapi ia tak bisa mendapatkan kenangan akan hari itu. Satu hal yang jelas, saat ia menunduk dan mengamati cincin itu … cincinnya sangat cantik. Cincin bunga lili. Jika benar itu berasal dari William, ‘Apa itu agar mirip dengan namaku? Bunga lili untuk Lilia?’ Berhenti membatin, Lilia menggeleng menyangkal pendapatnya sendiri. ‘Tidak mungkin begitu, aku hanya mencocokkannya saja.’ Lilia hampir meminta agar Keano menceritakan tentang hal itu lagi sebelum ia mendengar suara Tuan Alaric yang memasuki ruang tengah seraya berujar, “Keano benar, Nak,” katanya. “Papa pernah melihat kamu memakai cincin itu yang memang serasi dengan cincin milik William yang masih dipakainya sampai hari ini. Kalungnya juga sangat cantik.”
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-30
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
27
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status