All Chapters of Cinta dalam Bayangan Hutang: Chapter 71 - Chapter 80

94 Chapters

Bab 71: Kekuatan yang Terasa Lenyap

“Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu sembunyikan dariku?”Suara Raka menggema di ruang tamu yang remang. Tubuhnya tegak, otot-ototnya menegang, dan matanya membara oleh amarah yang tidak lagi ia sembunyikan.Tangan kanannya terkepal erat di sisi tubuhnya, sementara tangan kirinya menunjuk ke arah Ara, seolah menuduhnya atas sesuatu yang tidak sepenuhnya jelas.Ara duduk di sofa, punggungnya tegak, matanya menatap lurus ke depan tanpa ekspresi. Ia terlalu lelah untuk membela diri, terlalu lelah untuk menghindari pertengkaran yang sudah terlalu sering terjadi.Pikirannya kosong, tetapi di sudut hatinya, ada bara kecil yang mulai menyala—rasa jenuh yang tak lagi bisa ia abaikan.“Raka,” katanya dengan suara tenang, nada suaranya jauh lebih terkendali daripada emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. “Aku tidak menyembunyikan apa pun darimu.”Raka tertawa sinis, langkahnya maju mendekati Ara. “Oh, benar? Kalau begitu, kenapa akhir-akhir ini k
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 72: Perjuangan Adrian

“Aku tidak bisa melihatmu seperti ini lagi, Ara.”Adrian duduk di sebuah meja di sudut kafe kecil yang tenang, menatap Ara dengan mata yang penuh kekhawatiran. Suasana di sekitarnya, dengan suara pelan cangkir-cangkir beradu dan bisikan pelanggan lain, terasa jauh, seperti tidak relevan dengan ketegangan di antara mereka.Ara, yang duduk di seberangnya, tampak tenggelam dalam pikirannya. Tangannya memegang cangkir kopi yang sudah dingin, seolah benda itu adalah satu-satunya jangkar yang mencegahnya runtuh.“Aku tidak tahu harus bagaimana, Adrian,” ucapnya akhirnya, suaranya pelan, hampir seperti bisikan yang tenggelam di keramaian. Ia menatap cangkir di tangannya, menghindari tatapan Adrian. “Raka semakin posesif. Dia memeriksa setiap gerakanku. Aku merasa… aku seperti tahanan di rumahku sendiri.”Adrian menarik napas panjang, mencoba menahan amarah yang perlahan mendidih di dalam dirinya. Ara, wanita lembut yang
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 73: Malam Penuh Keheningan

Ara duduk di tepi jendela, menatap lampu-lampu kota yang berpendar seperti bintang jatuh di kejauhan. Hembusan angin malam yang dingin masuk melalui celah kecil di jendela, menyapu kulitnya dengan lembut.Ia memeluk cangkir teh hangat di tangannya, tapi ia tak menyadari bahwa uapnya perlahan memudar. Teh itu masih penuh, tak tersentuh sejak ia menyeduhnya. Pikirannya sibuk melayang ke tempat lain.Ia memejamkan mata, membiarkan pikirannya kembali ke percakapan terakhir dengan Adrian. Nada suaranya, ketenangan yang selalu ia bawa, dan cara pria itu mendengarkan tanpa menghakimi. Semua itu terukir jelas di ingatannya, seolah-olah baru saja terjadi.Dalam ingatan itu, senyuman Adrian tampak nyata, seperti berada di hadapannya. Senyum itu berbeda—hangat, jujur, dan menggetarkan hati.Namun, di balik semua itu, ada perasaan bersalah yang tak mampu ia abaikan. Ara adalah istri Raka. Pernikahan mereka, meski terasa hambar belakangan ini, masih mengikatnya
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 74: Cemburu yang Tak Terkendali

Pagi itu, aroma kopi yang menyebar di dapur terasa berbeda. Kopi itu masih sama—pekat dan harum seperti biasanya. Namun, suasana di antara Ara dan Raka menciptakan atmosfer yang dingin dan tegang.Ara berdiri membelakangi suaminya, tangannya sibuk mengaduk gula ke dalam cangkir kopi. Ia menatap ke dalam cangkir seolah-olah mencari jawaban di sana, tetapi pikirannya melayang jauh.“Ara,” suara Raka memecah keheningan. Suaranya lebih rendah dari biasanya, tetapi nadanya menyiratkan sesuatu yang lebih. “Akhir-akhir ini, kamu sering melamun.”Ara berhenti mengaduk, menggenggam erat gagang sendok sejenak sebelum menghela napas. “Aku hanya lelah. Banyak yang harus kupikirkan,” jawabnya tanpa menoleh.Raka memandang istrinya dengan sorot mata tajam. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, sesuatu yang ia coba pecahkan dalam kebisuan Ara. Ia mencondongkan tubuh ke depan, bersandar pada meja makan. “Lelah dari apa
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 75: Momen Pelarian

“Aku tidak bisa tinggal di sana lagi, Adrian.”Suara Ara pecah di tengah malam yang dingin. Ia berdiri di depan pintu apartemen Adrian dengan tubuh yang gemetar, rambutnya berantakan, dan wajahnya basah oleh air mata. Nafasnya terengah-engah, seolah-olah ia baru saja berlari menjauh dari neraka yang tak terlihat.Adrian, yang membuka pintu dengan ekspresi terkejut, segera melangkah maju. “Ara…” Suaranya pelan, penuh keprihatinan, tetapi ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia hanya meraih tangan Ara dengan lembut, menariknya masuk ke dalam apartemen.Saat pintu tertutup di belakang mereka, Ara merasa seluruh tubuhnya melemah. Kakinya hampir tidak mampu menopang tubuhnya, dan ia terjatuh ke lantai dengan suara isakan yang semakin keras. Adria
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 76: Pertemuan Tak Terduga

“Ara, aku ingin kamu bertemu seseorang.”Suara Adrian terdengar lembut, tetapi ada nada serius yang tak bisa diabaikan. Ia duduk di sofa, menatap Ara dengan tatapan penuh perhatian. Matanya seolah berbicara lebih banyak daripada kata-katanya, menunjukkan kekhawatirannya yang mendalam.Ara mengernyit, bingung dengan permintaan itu. “Siapa, Adrian? Kenapa aku harus bertemu dengannya?”Adrian menghela napas panjang, menyusun kata-katanya sebelum menjawab. “Dia seseorang yang bisa membantumu, Ara. Aku ingin kamu mendengar langsung dari seseorang yang mengerti situasimu dan tahu bagaimana membantumu. Aku tidak ingin kamu merasa sendirian lagi.”Ara memeluk cangkir teh di tangannya, mencoba mencari kehangatan di tengah kebingungan yang melanda hatinya. Setelah beberapa detik terdiam, ia mengangguk pelan. “Kalau kamu pikir ini akan membantu, aku akan ikut.”Adrian tersenyum kecil, lega mendengar jawaban itu.
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 77: Garis yang Mulai Terlihat

“Aku tidak akan membiarkanmu mengambil Ara dariku, Adrian!”Suara Raka memecah keheningan malam, menggema di udara dingin seperti raungan hewan yang terluka. Matanya menyala tajam, penuh amarah yang membara. Tubuhnya tegang, tangannya terkepal erat, seolah siap meledak kapan saja.Adrian tetap berdiri tenang di depan Ara, tubuhnya tegak seperti tembok perlindungan. Matanya tidak melepaskan tatapan Raka, meskipun suaranya tetap terjaga lembut. “Ara membuat keputusannya sendiri, Raka. Ini bukan tentang aku atau kamu. Ini tentang dia dan hidupnya.”“Dia istriku!” seru Raka, langkahnya maju semakin dekat. Wajahnya memerah, urat-urat di lehernya menegang. “Aku tahu kamu memengaruhinya. Apa yang kamu katakan padanya? Apa yang kamu janjikan?”Ara berdiri di balik Adrian, tubuhnya gemetar, tetapi keberanian yang baru mulai tumbuh di dalam dirinya memaksanya untuk tidak hanya diam. Ia menelan napas dalam-dalam, menco
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 78: Hari-hari Tanpa Harapan

“Ara, aku minta maaf. Aku berjanji semuanya akan berubah.”Raka berbicara dengan nada yang terdengar tulus, tetapi bagi Ara, itu hanya sebuah pengulangan kosong. Mereka duduk di meja makan, tetapi suasananya terasa begitu dingin hingga sup di hadapannya, yang sudah lama dingin, tidak menarik perhatiannya.Ara memandang cangkirnya, tetapi pikirannya melayang, berjuang melawan perasaan lelah yang sudah terlalu akrab.Kata-kata itu—permintaan maaf dan janji Raka—terdengar seperti mantra yang telah diulanginya entah berapa kali. Ara tahu pola itu: ledakan amarah, diikuti oleh penyesalan yang seperti sandiwara.“Maaf, Ara. Aku hanya terlalu stres akhir-akhir ini.”“Maaf, Ara. Aku tidak bermaksud melakukannya.”“Maaf, Ara. Aku berjanji ini terakhir kali.”Janji-janji itu dulunya membuat hati Ara luluh, memberikan secercah harapan bahwa mungkin, kali ini, keadaan akan benar-benar me
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 79: Batas Keputusan

“Aku tidak akan memaksamu, Ara. Ini keputusanmu. Tapi aku ingin kamu bertanya pada dirimu sendiri, apa yang sebenarnya kamu inginkan?”Adrian duduk di seberang meja kecil di kafe yang telah menjadi tempat mereka berbagi cerita. Tatapannya hangat, penuh perhatian, namun tak sedikit pun memaksa. Ia tahu bahwa percakapan ini sulit untuk Ara, tetapi juga menyadari bahwa tidak ada lagi waktu untuk menghindarinya.Ara menunduk, kedua tangannya menggenggam erat cangkir kopi yang kini hampir dingin. Uap tipis yang masih tersisa menggelitik wajahnya, tetapi ia bahkan tidak menyadarinya. Pikirannya penuh, seperti beban berat yang menumpuk tanpa henti.“Aku tidak tahu, Adrian,” jawab Ara akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan. “Aku merasa seperti… aku mengkhianati sesuatu. Tapi di saat yang sama, aku juga tahu aku tidak bisa terus seperti ini.”Adrian mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatapnya dengan lembut. &ld
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bab 80: Keputusan yang Sulit

“Ara, aku tidak akan bertanya lagi. Kamu harus memilih, sekarang.”Suara Raka memecah keheningan ruang tamu yang remang. Tubuhnya tegap, berdiri di depan Ara dengan sorot mata tajam yang menyala oleh kemarahan. Di tangannya, sebuah botol minuman kosong tergenggam erat, mencerminkan tekanan yang membara di dalam dirinya.Ara duduk di sofa, tubuhnya tampak kecil dan rapuh dibandingkan dengan kehadiran Raka yang mengancam. Tangannya saling menggenggam erat di pangkuannya, mencoba menenangkan dirinya sendiri meskipun napasnya terasa berat.Setiap kata yang keluar dari mulut Raka menghantamnya seperti beban yang semakin menekan dada.“Aku tidak ingin memilih dengan cara seperti ini, Raka,” katanya dengan suara pelan, hampir pecah. “Tapi aku tahu bahwa aku tidak bisa lagi hidup seperti ini.”Raka menyipitkan matanya, langkah kakinya mendekat perlahan tetapi penuh ancaman. “Apa maksudmu? Apa kamu mau bilang kamu a
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status