Home / Romansa / Bersandar pada Ketakutan / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Bersandar pada Ketakutan: Chapter 11 - Chapter 20

50 Chapters

11. Bara dalam pelukan

Malam semakin larut, tapi Dominic tetap duduk di sofa, menjaga Amethyst yang tertidur dengan gelisah. Setiap kali gadis itu mengerang dalam tidurnya, Dominic akan menggenggam tangannya, membisikkan kata-kata lembut untuk menenangkannya. Namun, di balik kelembutannya, ada bara amarah yang membakar dadanya.Pagi harinya, Dominic terbangun lebih dulu. Ia bergerak hati-hati agar tidak membangunkan Amethyst, lalu menuju dapur. Ia menyiapkan sarapan sederhana: roti panggang, telur orak-arik, dan secangkir kopi hitam kesukaan Amethyst.Saat Amethyst akhirnya terbangun, ia menemukan Dominic duduk di meja makan, menatap laptopnya dengan serius. Namun, begitu melihat Amethyst berdiri di ambang pintu dengan rambut kusut dan mata bengkak karena menangis di tengah tidurnya semalam, Dominic segera menutup laptopnya dan bangkit.“Kau sudah bangun,” katanya, menghampirinya dengan senyum kecil. “Aku membuatkan sarapan.”Amethyst menatapnya sejenak, lalu menunduk, merasa sedikit malu. “Terima kasih,” g
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

12. Bayangan dibalik singgasana

Dominic Blackwood melangkah masuk ke ruang rapat lantai 45 gedung Blackwood Industries. Mata semua orang di ruangan itu, mulai dari para direktur hingga paman kandungnya, Presiden Direktur perusahaan, langsung tertuju padanya. Meski secara resmi hanya menjabat sebagai CEO, Dominic adalah pusat kekuatan sebenarnya di Blackwood Industries.“Selamat pagi, Dominic,” sapa pamannya, Charles Blackwood, dengan senyum yang dipaksakan.Dominic hanya memberi anggukan kecil, langkahnya tegas menuju kursi di ujung meja panjang. Posisinya tidak hanya simbolik, tetapi juga mutlak. Semua tahu, siapa pun yang mencoba melawan Dominic akan berakhir dalam situasi yang tidak menyenangkan, baik secara profesional maupun pribadi.Rapat berjalan dengan diskusi yang penuh ketegangan. Dominic mendengarkan laporan dengan ekspresi datar, tangannya mengetuk permukaan meja secara ritmis. Saat salah satu direktur menyampaikan pandangan yang bertentangan dengan rencananya, Dominic hanya menatap pria itu dengan senyu
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

13. Kunci dan Rahasia

Pagi menyapa dengan sinar matahari yang hangat, menerobos tirai apartemen Amethyst. Suara burung berkicau di kejauhan membuat suasana terasa lebih damai. Amethyst mengerjapkan mata, menggeliat pelan di tempat tidur, menyadari bahwa ia tertidur lebih lama dari biasanya. Matanya tiba-tiba tertumbuk pada sebuah kotak kecil yang ada di atas nakas. Alisnya mengernyit heran. "Apa ini?" gumamnya. Ia bangkit, duduk di tepi tempat tidur, dan meraih kotak itu dengan hati-hati. Kotaknya sederhana, dengan desain hitam mengilap dan pita emas yang mengikatnya rapi. Amethyst mengangkat kotak itu, membalik-baliknya sejenak, sebelum menarik pita emas yang terikat. Di dalamnya, terdapat sebuah kalung indah dengan bandul kunci kecil berlapis emas putih. Cahaya matahari membuat kalung itu berkilauan, seperti menyimpan rahasia di balik keindahannya. Di bawah kalung, terdapat sebuah catatan kecil bertuliskan: "Setiap kunci memiliki pintunya. Tunggu dan lihat." Amethyst menggigit bibir bawahnya, perasa
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

14. Dibelai Rasa Percaya

Lampu temaram di apartemen terasa menenangkan, tetapi hati Amethyst justru penuh dengan kecemasan. Ia duduk di sofa, memeluk bantal, sambil menunggu Dominic kembali. Pesan singkatnya sebelumnya membuat pikiran Amethyst terus berputar, menimbang-nimbang apa yang sebenarnya terjadi.Pintu terbuka, dan Dominic melangkah masuk dengan langkah tenang namun tegas. Jasnya tersampir di lengan, dan dasinya sudah longgar. Tatapannya langsung tertuju pada Amethyst, yang menoleh dengan ragu.“Kau terlihat cemas,” ujar Dominic dengan suara rendah, menghampirinya. Ia meletakkan jas dan tas kerja di kursi, lalu duduk di sebelah Amethyst.“Aku hanya… bingung,” jawab Amethyst pelan. “Mia bilang sesuatu tentangmu dan ayahnya.”Dominic menghela napas panjang, seolah sudah menduga. “Aku tahu Mia mendekatimu. Dan aku tahu apa yang dia katakan.”Amethyst mengangkat alis, terkejut. “Kau tahu?”Dominic menatapnya dengan mata gelap yang tajam, namun ada kelembutan di sudutnya. “Tentu saja. Aku selalu tahu apa
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

15. Awal Yang Baru

Cahaya matahari pagi menyelinap melalui tirai kamar apartemen Amethyst, membangunkannya perlahan. Aroma harum dari dapur segera menarik perhatiannya. Ia melangkah keluar kamar, masih dengan pakaian tidurnya, dan menemukan Dominic berdiri di dapur dengan celemek.“Pagi,” sapa Dominic tanpa menoleh, sibuk menuangkan adonan pancake ke wajan.Amethyst tersenyum kecil. “Sejak kapan kau ahli memasak?”Dominic hanya mengangkat bahu, lalu memutar tubuh untuk menatapnya. “Sejak aku tahu kau perlu sarapan yang layak.”Meja makan sudah tertata rapi dengan pancake, buah-buahan segar, dan secangkir cokelat panas kesukaannya. Dominic menuntunnya duduk, menarik kursi dengan lembut. “Sarapan dulu, sayang.”Mereka menikmati sarapan dengan suasana yang jauh lebih hangat dibanding kemarin. Dominic mendengarkan Amethyst bercerita tentang bagaimana ia mencoba menyingkirkan keraguannya. “Aku tahu kau punya banyak rahasia,” katanya pelan, “tapi aku ingin percaya bahwa kau tidak akan menyakitiku.”Dominic me
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

16. Sebuah Rahasia

Bangunan itu tampak sederhana dibandingkan kemegahan mansion utama, namun ada sesuatu yang misterius tentangnya. Dominic mengambil kunci dari saku celananya, lalu membuka pintu paviliun dengan gerakan mantap. Ia menoleh ke arah Amethyst, matanya menatap dalam-dalam. “Ini ... adalah bagian dari diriku yang belum pernah kulihatkan pada siapa pun.” Amethyst merasa jantungnya berdegup kencang. Ia melangkah masuk mengikuti Dominic, dan langsung disambut oleh suasana yang berbeda. Paviliun itu terasa seperti dunia lain. Dinding-dindingnya dipenuhi rak buku yang tersusun rapi, namun ada juga foto-foto besar yang membingkai momen-momen tertentu. Beberapa foto tampak usang, sementara yang lain masih baru. Namun yang paling menarik perhatian Amethyst adalah sebuah meja besar di tengah ruangan, dipenuhi dokumen, peta, dan potret wajah-wajah yang tampak familiar. Amethyst mendekat dengan hati-hati, matanya menyapu ruangan dengan rasa ingin tahu. “Apa tempat ini, Dominic?” Dominic berd
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

17. Tamu Tak Diundang

Amethyst duduk di sofa empuk ruang tamu, jari-jarinya mengetik pelan di laptop. Udara di mansion terasa hening. Tidak ada suara selain denting samar perhiasan kristal yang berayun ringan karena angin dari jendela besar yang terbuka. Dominic pergi pagi-pagi sekali tanpa banyak kata, meninggalkannya di rumah besar ini seorang diri. Meski ia sudah terbiasa sendirian, berada di tengah kemewahan mansion Dominic membuatnya merasa sedikit… kikuk. Grup chat teman kampus yang biasanya penuh gosip dan cerita sehari-hari mendadak sepi. Amethyst melirik notifikasi di ponselnya, tapi tak ada yang menarik. Ia memilih untuk tidak mencari tahu, tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, lamunannya pecah saat terdengar suara langkah berat mendekat dari koridor. “Permisi, Nona cantik. Apa kau pacarnya Dominic?” Amethyst mendongak dan melihat seorang pria besar dengan tubuh berotot, rambut cepak ala militer, dan senyum nakal berdiri di ambang pintu. Pakaiannya kasual, tetapi auranya mengintimidasi
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

18. Bertengkar Untuk Pertama kalinya

Amethyst duduk di tepi tempat tidur Dominic, menggenggam kedua tangannya dengan gugup. Dominic berdiri di depannya, tatapannya tajam seperti elang yang memantau setiap gerakannya. Pintu ruangan telah dikunci, seolah membatasi dunia mereka hanya dalam satu ruang ini.“Kau akan menjelaskan semuanya sekarang, Amethyst,” ujar Dominic dengan suara rendah, dingin, namun penuh kendali.Amethyst menelan ludah, mencoba berbicara, tetapi merasa suaranya tercekat di tenggorokan. “Ethan hanya bicara padaku ... Dia khawatir, itu saja. Tidak ada yang lain.”Dominic menyipitkan mata, mendekat perlahan seperti pemangsa yang mendekati mangsanya. “Khawatir tentang apa? Apa dia mencoba menanamkan keraguan di kepalamu? Apa dia bilang aku tidak cukup baik untukmu?”“Tidak, Dominic. Dia tidak bilang begitu,” jawab Amethyst cepat, suaranya mulai bergetar.Dominic membungkuk sedikit, mendekatkan wajahnya ke wajah Amethyst. “Lalu mengapa kau mendengarkannya? Aku sudah bilang padamu untuk tidak mempercayai sia
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

19. Pertarungan Ego

Dominic membuka pintu ruang rahasia di ruang kerjanya dengan kasar, engselnya berderit nyaring. Wajahnya terlihat gelap, penuh emosi yang terpendam sejak percakapan terakhirnya dengan Ethan. Di dalam, Marcus sudah duduk santai di sofa kecil yang menghadap meja, seember popcorn di tangannya. Di sudut ruangan, Ethan berdiri dengan santai, seperti sudah menunggu kedatangan Dominic. Dominic melangkah masuk dengan langkah berat, menatap Ethan dengan pandangan tajam yang menusuk. “Kau pikir kau siapa, Ethan?” Dominic bertanya dengan suara rendah, tetapi penuh kemarahan yang terpendam. Ethan hanya menyeringai kecil, lipatan di sudut bibirnya memberi kesan ejekan. “Aku hanya seorang teman yang peduli, Dominic. Sepertinya itu membuatmu tidak nyaman.” Dominic tidak menjawab. Sebagai gantinya, tinjunya melayang cepat ke rahang Ethan, membuat laki-laki itu terdorong ke belakang. Ethan mengusap rahangnya yang mulai memerah, tetapi senyumnya tetap tidak pudar. “Kalau itu caramu memulai pembic
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

20. Bayangan Di Tengah Keramaian

Pagi itu, Dominic dengan setelan jasnya yang rapi mengantar Amethyst ke kampus. Mereka berdua duduk dalam diam di dalam mobil, tetapi tidak ada ketegangan. Dominic mengemudi dengan tenang, sesekali melirik Amethyst yang menatap keluar jendela. “Aku akan ke rumah nenekku sore ini,” kata Amethyst tiba-tiba, memecah keheningan. Suaranya terdengar pelan, tapi jelas. Dominic meliriknya sekilas, ekspresinya tak terbaca. “Sendiri?” Amethyst mengangguk ragu. “Aku rasa itu lebih baik.” Tatapan Dominic mengeras, tapi ia tetap fokus pada jalan di depannya. “Tidak. Aku akan ikut. Aku tidak ingin kau pergi sendirian.” Amethyst ingin memprotes, tetapi tatapan tajam Dominic membuatnya menelan kata-katanya kembali. Ia mengangguk kecil, menyerah pada dominasi Dominic yang seolah tak bisa ditolak. Setibanya di kampus, Dominic menatapnya lama sebelum membiarkannya turun. “Aku akan menjemputmu nanti.” Amethyst hanya mengangguk lagi, lalu keluar dari mobil tanpa berkata apa-apa. --- Amethyst men
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status