Beranda / Romansa / Bersandar pada Ketakutan / 20. Bayangan Di Tengah Keramaian

Share

20. Bayangan Di Tengah Keramaian

Penulis: Nalla Ela
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-08 20:21:09

Pagi itu, Dominic dengan setelan jasnya yang rapi mengantar Amethyst ke kampus. Mereka berdua duduk dalam diam di dalam mobil, tetapi tidak ada ketegangan. Dominic mengemudi dengan tenang, sesekali melirik Amethyst yang menatap keluar jendela.

“Aku akan ke rumah nenekku sore ini,” kata Amethyst tiba-tiba, memecah keheningan. Suaranya terdengar pelan, tapi jelas.

Dominic meliriknya sekilas, ekspresinya tak terbaca. “Sendiri?”

Amethyst mengangguk ragu. “Aku rasa itu lebih baik.”

Tatapan Dominic mengeras, tapi ia tetap fokus pada jalan di depannya. “Tidak. Aku akan ikut. Aku tidak ingin kau pergi sendirian.”

Amethyst ingin memprotes, tetapi tatapan tajam Dominic membuatnya menelan kata-katanya kembali. Ia mengangguk kecil, menyerah pada dominasi Dominic yang seolah tak bisa ditolak.

Setibanya di kampus, Dominic menatapnya lama sebelum membiarkannya turun. “Aku akan menjemputmu nanti.”

Amethyst hanya mengangguk lagi, lalu keluar dari mobil tanpa berkata apa-apa.

---

Amethyst men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bersandar pada Ketakutan   21. Pertemuan Canggung

    Amethyst berdiri ragu di depan rumah neneknya. Rumah besar dengan desain kuno yang asri, dihiasi bunga-bunga di taman depan, terlihat sama seperti terakhir kali ia berkunjung. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Jemarinya menggenggam tangan Dominic yang berdiri di sampingnya, memberinya dorongan keberanian. Dominic menunduk, menatapnya sambil tersenyum tenang. “Santai saja. Aku ada di sini.” Amethyst hanya mengangguk kecil sebelum melangkah ke pintu, mengetuk dengan ringan. Pintu terbuka, memperlihatkan neneknya yang tersenyum lebar, meski tatapannya penuh ekspektasi. Amethyst menarik napas panjang sebelum melangkah masuk ke dalam rumah neneknya. Begitu pintu tertutup di belakangnya, ia langsung disambut oleh aroma khas teh melati dan kayu tua. Rumah ini selalu terasa seperti memori yang terjebak di masa lalu, dengan perabotan antik, foto-foto keluarga berbingkai kayu, dan suasana yang entah mengapa selalu membuatnya merasa... kecil. Neneknya berdiri di ruan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Bersandar pada Ketakutan   22. Ikatan Kakak Beradik

    Amethyst duduk di kursi rotan di teras belakang, memandangi kebun kecil neneknya yang dipenuhi bunga mawar dan melati. Cahaya matahari sore menembus celah dedaunan, menciptakan bayangan lembut di wajahnya. Ia tahu Michael akan segera datang, seperti yang ia janjikan. Dan ketika kakaknya muncul dari pintu belakang, Amethyst menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Michael berjalan perlahan, tangannya memegang secangkir kopi. Ia duduk di kursi di seberang Amethyst, diam selama beberapa detik sebelum akhirnya membuka suara. Michael mengaduk kopinya dengan perlahan, menatap cairan hitam itu seolah mencari jawaban di dalamnya. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya berkata, “Ibu masih belum ada perubahan.” Amethyst mengangkat pandangannya, wajahnya penuh kekhawatiran. “Apa dia masih... berteriak?” tanyanya ragu. Michael mengangguk, matanya terlihat lelah. “Ya. Dan semakin sering. Bahkan sekarang, kedua tangannya harus diikat.” Suaranya terdengar datar, tapi ada kekesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Bersandar pada Ketakutan   23. Kunjungan Tak Terduga

    Amethyst berdiri di depan pintu apartemennya, merasa lelah setelah perjalanan panjang dan percakapan dengan Michael. Setelah mengucapkan terima kasih pada Dominic, ia mencoba tersenyum meskipun pikirannya sedang berkecamuk. Dominic memiringkan kepala, matanya menyipit sedikit seolah mencoba membaca apa yang ada di balik wajah tenangnya. “Kau yakin ingin sendiri? Aku bisa tinggal sebentar.” Amethyst menggeleng pelan. “Aku butuh waktu untuk berpikir. Aku baik-baik saja, Dominic. Terima kasih.” Dominic mendekat, jemarinya mengangkat dagu Amethyst. “Baiklah,” katanya sebelum mengecup bibirnya dengan lembut. “Tapi kalau kau butuh sesuatu, kau tahu harus menghubungi siapa.” Amethyst mengangguk, dan Dominic berbalik, melangkah menjauh. Namun, langkahnya tetap berat seolah enggan benar-benar pergi. Amethyst menutup pintu dan menghela napas panjang. Tapi sebelum ia bisa benar-benar masuk ke dalam apartemen, suara ketukan terdengar dari pintu. Amethyst membuka pintu dengan alis terangkat.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Bersandar pada Ketakutan   24. Rumit

    Dominic menatap Ethan tajam, menahan amarah yang sejak tadi mendidih di dadanya. Mereka berdua berada di ruang tamu rumah Marcus, tempat yang sering menjadi titik pertemuan kelompok kecil mereka. Ethan duduk di kursi dengan santai, kakinya disilangkan, tampak sama sekali tidak terganggu oleh tatapan Dominic. “Aku mendengar kau mengunjungi Amethyst tadi,” Dominic membuka percakapan dengan nada dingin. Ethan tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap Dominic dengan ekspresi datar yang sulit ditebak, lalu mengangkat bahu. “Hanya mampir. Apa masalahnya?” Dominic mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya, berusaha untuk tidak meledak. “Masalahnya adalah kau tidak punya alasan untuk mendekatinya.” Ethan menyeringai, senyum tipis yang lebih seperti ejekan daripada tanda keramahan. “Aku tidak ingat kau memiliki hak untuk melarangku bicara dengan siapa pun.” Ketegangan di ruangan itu meningkat seketika. Marcus, yang duduk di sofa dengan seember popcorn di pangkuannya, memutar matanya dan mel

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Bersandar pada Ketakutan   25. Aiden Hawthorne

    Di tengah kesibukan kantor polisi, seorang pria berjalan santai di antara meja-meja penuh dokumen dan komputer. Dengan segelas ice americano di tangan, Aiden Hawthorne, detektif muda yang telah dikenal karena kepiawaiannya mengungkap kasus rumit, menyapa beberapa kolega dengan senyum ramah. Meskipun suasana santai, ada sesuatu dalam sorot matanya yang menunjukkan fokus dan ketelitian. Setibanya di mejanya, Aiden duduk dengan tenang. Meja kerjanya dipenuhi tumpukan berkas kasus yang sedang ia tangani, sebagian besar terkait kejahatan terorganisir dan kasus-kasus kriminal tingkat tinggi. Namun, satu berkas khusus menarik perhatiannya. Berkas yang sudah ia selidiki selama dua tahun terakhir, tetapi masih belum menghasilkan terobosan yang signifikan. "Dominic Blackwood," gumam Aiden sambil membuka berkas itu. Dominic bukanlah nama sembarangan. Laki-laki itu adalah pengusaha muda yang dikenal berpengaruh, dengan jaringan luas yang tersebar di banyak sektor. Tetapi Aiden tahu ada ses

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Bersandar pada Ketakutan   26. Jerat Yang Mengikat

    Dominic berdiri di depan pintu apartemen Amethyst, mengatur napasnya sebelum mengetuk. Namun, begitu pintu terbuka dan ia melihat Amethyst berdiri di sana- dengan pakaian rumah sederhana, rambutnya yang disanggul berantakan, dan wajahnya yang polos tanpa riasan- Dominic kehilangan kendali. Dia langsung meraih wajah Amethyst, menciumnya dengan rakus, penuh gairah yang memancar dari tatapan mata obsesi dan kemarahan yang membara. Amethyst sempat terkejut, namun tubuhnya membeku di bawah tekanan Dominic. "Dominic," gumamnya tertahan ketika bibir Dominic terlepas, hanya untuk beralih mengecup pipi dan lehernya sebentar. "Jangan pakai wajah itu untuk orang lain," Dominic bergumam dengan suara rendah dan tajam. "Hanya aku yang boleh melihatmu seperti ini." Amethyst menelan ludah, bingung harus merespons seperti apa. Namun, Dominic tidak memberinya waktu untuk berpikir lebih jauh. Dia langsung menariknya ke dalam apartemen dan menutup pintu dengan bunyi yang cukup keras. Mereka duduk d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Bersandar pada Ketakutan   27. Pertemuan Yang Direncanakan

    Amethyst berjalan perlahan di sepanjang jalan kecil yang menuju kafe favoritnya. Ia membawa tas selempang kecil dan mengenakan dress sederhana yang membuatnya tampak lebih tenang, meskipun pikirannya masih berkecamuk. Dominic sedang sibuk, dan itu memberinya sedikit ruang untuk bernapas. Saat tiba di kafe, ia membuka pintu dan disambut aroma kopi yang menenangkan. Langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang pria duduk di meja pojok, melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum ramah. Amethyst tidak mengenali pria itu. Namun, ada sesuatu dalam cara dia memandangnya yang terasa… hangat, tapi sekaligus penuh pengamatan. Membuatnya sedikit waspada. “Amethyst, kan?” Aiden berdiri, menyodorkan tangan. “Aku Aiden. Kita belum pernah bertemu, tapi aku teman lama Dominic.” Amethyst mengangguk ragu, berjabat tangan dengannya. “Oh, teman Dominic? Dia tidak pernah menyebut namamu.” Aiden tertawa kecil, seolah mencoba meredakan ketegangannya. “Mungkin karena aku lebih sering bekerja di lua

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Bersandar pada Ketakutan   28. Jarak Yang Tak Terlihat

    Dominic sedang sibuk membaca laporan keuangan di layar laptopnya ketika pintu kantornya diketuk. Tanpa menoleh, ia menjawab dengan nada santai, "Masuk." Paman Dominic, William Blackwood, masuk dengan langkah ragu. Meski pria itu adalah paman dari Dominic, ada sesuatu dalam diri Dominic yang membuatnya segan. Dominic, dengan postur tegap dan tatapan tajam, memiliki aura dingin dan tegas yang tak dapat diabaikan. “Dominic,” William membuka percakapan. “Aku ingin membicarakan proyek pengembangan di cabang forthland.” Dominic mengangkat pandangannya, menyandarkan tubuh di kursi kulit hitamnya yang mewah. "Duduklah, Paman," katanya sambil memberikan senyum tipis. Tapi senyum itu tidak menawarkan kehangatan, melainkan peringatan. William duduk di kursi berhadapan dengan Dominic, berusaha menenangkan dirinya sebelum melanjutkan, "Aku ingin mengusulkan sesuatu. Kurasa, sudah waktunya anak sulungku, Andrew, mengambil peran di perusahaan inti. Dia punya pengalaman di lapangan, dan aku yak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12

Bab terbaru

  • Bersandar pada Ketakutan   52. Pencarian

    Sudah dua hari Amethyst dikurung dalam kamar yang berubah berantakan karena ulah Amethyst yang mengamuk."keluarkan aku, bajingan!" Amethyst terus menggedor pintu kamar, tak memperdulikan tangannya yang mulai lebam.Berada di sini semakin membuatnya lemah. suara berisik mulai datang silih berganti di kepalamya.Selama di sana, ia tak dapat memejamkan matanya sekalipun. Terbiasa tidur dengan obat penenang, kini ia merasa tersiksa. Suara pintu yang berderit membuat Amethyst melesat ke arahnya. Pikirannya saat ini hanya "segera lari dari sini".Ethan yang baru saja memasuki ruangan langsung menangkap tubuh Amethyst. "Tidak semudah itu, manis ... kau harus berada di sini setidaknya sampai Dominic mati ditanganku." Ia tersenyum keji. Tubuh Amethyst sedikit bergetar ketika mendengar nama Dominic. Namun ia menepisnya dengan cepat."Terserah kau mau melakukan apa, tapi jangan kaitkan aku dengan masalah kalian berdua."Ethan terbahak mendengarnya, "kenapa tidak? padahal kau adalah kunci unt

  • Bersandar pada Ketakutan   51. Jebakan Dalam Bayangan

    Malam yang awalnya tenang kini berubah mencekam. Ethan Gray membuat lautan darah dengan menebas semua bodyguard yang menjaga rumah Dominic dengan keji. Hanya ditemani lima orang bawahan terkuat milik Fernaldi, ia sanggup membabat habis semua orang yang mencoba menghalangi jalannya. Ethan menatap pintu kamar Dominic dengan seringai. "Mari kita jemput piala kemenangan."Perlahan Ethan membuka pintu kamar Dominic. Di sana, ia menemukan Amethyst tengah menatapnya dengan waspada."Apa maumu?" suara Amethyst terdengar serak, menatap nyalang pada Ethan.Ethan tersenyum lembut, ia mendekati Amethyst yang terus mundur menjaga jarak darinya. "Aku datang untuk menyelamatkanmu, Amethyst ... aku tau kau sangat menderita bersama Dominic, bukan?""Jangan pura-pura menjadi pahlawan! aku tau kau pun juga sama dengan Dominic. Jadi, simpan semua basa-basimu bajingan!" Amethyt menyalak dengan mata memerah.Ethan mengendik, "Aku tidak mau berpura-pura, kau memang sebuah aset yang berharga untuk saat ini

  • Bersandar pada Ketakutan   50. Aliansi Tak Terduga

    Suara bising klab malam tak mempengaruhi Michael. Sudah hampir tiga jam ia duduk di bar dengan segelas bir yang ia pesan kesekian kalinya. Raut wajah adiknya yang menyedihkan selalu membayanginya. Perkataan Dominic telah memukul telak dirinya. Ia memang egois kala itu, memilih hidup nyaman meninggalkan ibu dan adiknya yang melolong minta pertolongan. Kini, ia ingin menebus semuanya dengan membawa Amethyst pulang bersamanya. "Tunggu kakak, Amy." Kedua mata Michael bersinar dengan tekad kuat. Suara kursi yang berderak mengalihkan perhatian Michael sebentar. Begitu menyadari seorang Ethan Gray yang duduk disebelahnya, senyuman sinis terbit di wajahnya. "Callahan," Ethan menyapa dengan suara rendah. Tangannya melambai, memesan segelas vodka untuknya. "Kudengar kau mendatangi Dominic," ucapnya tanpa basa-basi. Tubuh Michael menegang. Ia tahu Ethan adalah bagian dari Dominic. Laki-laki licik ini pasti menginginkan sesuatu. "Apa yang kau mau?" tanyanya dingin.Ethan menyeringai, matany

  • Bersandar pada Ketakutan   49. Neraka

    Michael akhirnya berdiri di depan rumah megah Dominic. Sudah berminggu-minggu ia tak mendapatkan kabar dari Amethyst, setelah pertemuan terakhir mereka. Nomornya tak bisa dihubungi sama sekali. Ia tahu ada yang tidak beres.Saat gerbang besar itu terbuka, ia langsung melangkah masuk mengabaikan para bodyguard yang menatapnya awas. Dominic menenggak sampanye dengan santai di ruang tamu. Menyambut Michael dengan senyuman sinis terkesan mengejek. "Michael Callahan," Dominic menyapa dengan nada dingin. "Apa yang membawamu ke sini?"Michael dipenuhi emosi yang berkecamuk, menatapnya tajam. "Dimana adikku? Aku berusaha menghubunginya selama ini, tapi tak berhasil. Apa yang kau lakukan padanya?!"Dominic bangkit dengan tenang dan melangkah penuh intimidasi pada Michael yang masih berdiri di tengah ruangan. "Amethyst ada di sini, tentunya dia aman bersamaku," katanya dengan nada santai, tetapi matanya tetap dingin seperti es. "Jangan bermain-main denganku, Blackwood!" Michael membalas de

  • Bersandar pada Ketakutan   48. Sangkar Emas

    Rumah megah Dominic kini bagai penjara bagi Amethyst. Semua gerakannya selalu diawasi. Bahkan, balkon dan jendela kamar Dominic kini ditambahi teralis besi, semakin membuatnya terpenjara sepenuhnya. Sejak keluar dari rumah sakit, ia tahu... semua telah berubah. Ia tak bisa lagi menatap Dominic seperti sebelumnya. Kini hanya ada rasa takut dan ketidakberdayaan ketika bersamanya. Dokter Eleanor telah memberinya banyak petuah agar Ia tetap bertahan untuk dirinya sendiri. Dan Ia akan berusaha untuk tidak kalah pada keadaan seperti dulu. Ia duduk di kursi membaca buku mencoba mengusir rasa jenuh yang mulai menghampiri. Pintu kamar itu telah dikunci rapat dan dijaga ketat oleh dua bodyguard. Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Dominic datang dengan langkah penuh intimidasi, memindai keadaan Amethyst dengan tajam. "Kau tidak tidur," ucap Dominic memecah keheningan. Amethyst menutup bukunya dengan kasar. Matanya dipenuhi kebencian ketika menatap pria itu. "Apa kau kehilangan kosa kata

  • Bersandar pada Ketakutan   47. Kegelapan Yang Mengelilingi

    Di ruang konsultasi rumah sakit, Dominic duduk menyilangkan kaki merasa dingin di hatinya menunggu penjelasan tentang keadaan Amethyst.Di hadapannya, dokter Eleanor, spesialis kejiwaan memaparkan kondisi Amethyst secara profesional dan juga simpati."Tuan Blackwood," ujar dokter Eleanor pelan. Ia membuka hasil evaluasi yang ia pegang sedikit gentar dibawah tatapan Dominic yang menusuk."Setelah observasi yang kami lakukan terhadap keadaan nona Amethyst, kita bisa melihat kalau beliau mengalami depresi berat dan beberapa tingkahnya mengarah ke bipolar. Kondisi itu bisa muncul ke permukaan jika beliau berada pada tingkat stress yang cukup tinggi."Dominic terdiam mendengar penjelasan yang terasa menusuk. Rasa bersalah mulai menggelayutinya. Namun, egonya mengatakan hal lain. "Dengan ini, Amethyst pasti akan bergantung padaku sepenuhnya," pikirnya. "Apa penyebabnya?" tanya Dominic sedikit tegang, walau ia sudah tahu jawabannya. Dokter Eleanor menghela napas, meletakkan kedua tanganny

  • Bersandar pada Ketakutan   46. Sisi Gelap Dominic Blackwood

    Ruangan minimalis bergaya etnik itu diisi oleh Dominic dan Ayah besar yang tengah duduk santai dengan kopi hitam di meja. "Bagaimana dengan proyek terbaru yang kuserahkan padamu?" Suara berat itu bertanya santai. Dominic memutar pena yang ia pegang dengan pandangan kosong. "Semua berjalan lancar." Nada bicaranya bahkan terdengar datar tanpa emosi. Mata tua Fernaldi tentu tak melewatkan detail kecil ini. "Gadis itu membuat suasana hatimu jelek rupanya." Mata Dominic berkilat mendengarnya. Ia menegakkan tubuh untuk menatap Fernaldi yang tampak menyeringai. "Itu urusanku," tekannya. "Kalau kau membuat keributan karena dia...," Fernaldi bangkit, memberikan sedikit tekanan untuk Dominic. "Kau tau kalau aku bukan orang yang berbelas kasih, Dominic." Dia menepuk bahu Dominic sebelum meninggalkan ruangan. Tatapan Dominic menggelap. Pena yang semula ia mainkan kini telah menjadi dua bagian akibat amarahnya. Ketika akan pergi, Ethan sudah menunggunya sambil bersandar di pintu, bersi

  • Bersandar pada Ketakutan   45. Sebuah Rahasia

    Setelah selesai makan siang, Ethan membimbing Amethyst untuk kembali ke ruangan Dominic tanpa mengatakan apapun. Amethyst berjalan diam disampingnya dalam keheningan. Kemudian ia teringat dengan perkataan ambigu yang sering diucapkan padanya. “Ethan,” panggilnya pelan. Namun, Ethan yang peka langsung menoleh tanpa menghentikan langkahnya. “Ya?” Amethyst merasa ragu sejenak. “Kau pernah bilang … aku bisa menghubungimu kalau butuh bantuan. Apa alasan kau mengatakan itu padaku?” Hening sejenak, kala Ethan mulai melambatkan langkahnya. “Kau terlihat mandiri dan kuat walau keadaan memaksamu untuk menggila." Amethyst mengerutkan kening. “Jadi, kau merasa kasihan padaku begitu?” "Anggap saja seperti itu." ucap Ethan cuek mendahului Amethyst. Seolah tak ingin memberitahu lebih. Langkah Amethyst terhenti. Ia tertegun menatap punggung Ethan yang makin menjauh. Namun, ia mulai mengejar Ethan dan memberanikan diri untuk bertanya hal lain yang sejak dulu mengganggu pikirannya. “Ethan

  • Bersandar pada Ketakutan   44. Dominic yang mendominasi

    Dominic menggenggam tangan Amethyst erat setelah sampai di pelataran kantor Onyx Horizon yang terlihat menjulang. Amethyst merasa sedikit tak nyaman dengan pandangan para pegawai yang memandang keduanya penasaran. Sesekali, ia melihat baju yang ia pakai. Memastikan pakaiannya sopan dan rapi ketika mereka berjalan di lobi ditemani seorang asisten laki-laki yang berjalan dibelakangnya. Dominic menuntun Amethyst masuk ke lift dan menekan tombol ke ruangannya. “Seharusnya kau tidak perlu sejauh ini," gerutu Amethyst pelan sedikit merajuk. Ia tersenyum sungkan pada asisten Dominic yang nampak sopan dan menundukkan pandangan. Dominic menatapnya sekilas. “Kau ingin bekerja bukan? Jadi, inilah pekerjaan mu. Menemaniku kemanapun aku pergi," ucapnya dengan enteng. Amethyst berdecak, merasa kesal dengan keputusan Dominic. Lift berdenting ketika sampai di pantai tujuan. Amethyst terkagum melihat interior kantor yang modern dan khas anak muda. Sama seperti di bawah, para pegawai di sini jug

DMCA.com Protection Status