Beranda / Horor / Pesugihan Genderuwo / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab Pesugihan Genderuwo: Bab 131 - Bab 140

185 Bab

131. Ketakutan bisa pudar dengan Keyakinan

Malam itu, setelah semua orang tidur, Bagas duduk sendiri di ruang tamu. Heningnya malam menyelimuti rumah, hanya ditemani oleh suara detik jam yang terdengar begitu lambatBayangan-bayangan dari lampu malam membentuk siluet di dinding, tetapi untuk pertama kalinya, bayangan itu tidak lagi terasa mengancam. Bagas menunduk, tangannya bertumpu pada lutut. Pikirannya berputar, mengingat setiap kejadian yang telah dia lalui. Ketakutan yang terus menghantui, bisikan Genderuwo yang menggema dalam pikirannya, dan bayangan gelap yang selalu mengintai. Semua itu adalah bagian dari beban yang selama ini dia bawa. Namun, di tengah keheningan itu, sesuatu yang berbeda mulai tumbuh dalam dirinya. Seolah-olah, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ada ruang kecil di hatinya yang mulai terisi dengan kedamaian. Itu bukan kedamaian yang datang karena semua masalah telah selesai, tetapi kedamaian yang muncul dari penerimaan bahwa dia tidak sendirian dalam perjuangan ini. Dia teringat pada ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

132. Mencari Benda ritual lainnya

"Ratih, Bagas!"Suara Kyai Ahmad Syafii terdengar tegas di ruangan kecil tempat mereka berkumpul. “Untuk menghentikan kekuatan Genderuwo sepenuhnya, kita harus memutus semua jejak ritual pesugihan yang pernah dilakukan. Itu berarti menemukan benda-benda yang pernah digunakan dalam ritual tersebut.” Ratih terdiam sesaat, mencoba mencerna kata-kata itu. Bagas, di sisi lain, langsung menggelengkan kepala. “Kyai, bukankah menghancurkan jimat saja sudah cukup? Mengapa kita harus mencari benda-benda itu?” Kyai Ahmad menatap Bagas dengan tenang. “Jimat adalah pusat kekuatan, tetapi benda-benda lain itu adalah penghubungnya. Selama penghubung itu ada, kekuatan Genderuwo tidak akan benar-benar hilang.” Bagas menghela napas panjang, wajahnya menunjukkan kelelahan yang mendalam. “Tapi Kyai, benda-benda itu... saya bahkan nggak tahu di mana mereka sekarang. Banyak yang sudah saya buang, atau mungkin sudah diambil orang lain.” Ratih memegang tangan suaminya erat. “Kita bisa mencobanya, Mas. K
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

133. Pertengkaran Kembali datang

“Apa kamu tidak lelah percaya pada semua ini, Ratih?” suara Bagas bergema di ruang tamu yang sunyi, suaranya penuh emosi.Ratih berdiri di hadapannya, menggenggam cawan perak yang mereka temukan di gudang beberapa waktu lalu. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tetapi karena marah. “Mas, kalau aku tidak percaya, siapa lagi yang akan melakukannya? Kamu? Kamu bahkan tidak pernah benar-benar membantu!”Bagas mengepalkan tangannya, menahan amarah. “Aku sudah melakukan lebih dari cukup, Ratih! Tapi kamu terus menyeretku dalam hal-hal ini. Apa kamu tidak sadar? Semua ini berisiko! Kalau kita gagal, kita bisa kehilangan segalanya!”Ratih membalas dengan nada tinggi, “Kita sudah kehilangan lebih banyak daripada yang kamu sadari, Mas. Apa kamu tidak lihat apa yang terjadi pada kita? Kekayaanmu tidak akan bisa menggantikan rasa sakit ini, Mas!Ratih melanjutkan kembali perkataannya. "Bagiamana bisa kamu bilang aku nggak percaya. Bahkan kamu sudah bohongi aku aja aku masih percaya sama kamu, Ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

134. Kecaman

“Kenapa kamu begitu takut, Bagas? Apa kamu pikir dia akan memaafkan kita?”Malam itu, suasana di ruang tamu begitu sunyi, hanya ditemani bunyi jam dinding yang terus berdetak. Bagas memejamkan matanya, menghela napas panjang, namun tetap tidak menjawab. Tubuhnya terasa berat, seolah ada sesuatu yang terus menekan dadanya.Ratih melangkah mendekat, suaranya terdengar lirih namun tajam. “Kamu tahu apa yang harus kita lakukan, kan? Atau kamu mau terus bersembunyi di balik alasan?”Bagas membuka matanya, menatap lurus ke arah istrinya. Wajahnya letih, tetapi di balik itu ada ketakutan yang mendalam. “Ini bukan sekadar alasan, Ratih. Kamu tidak tahu seberapa besar risikonya.”“Risiko apa?” Ratih membalas, matanya berkaca-kaca. “Risiko kehilangan? Kita sudah kehilangan terlalu banyak, Mas. Apa lagi yang harus kita pertahankan?”Bagas terdiam, membiarkan kata-kata Ratih menghantam dirinya. Dia tahu istrinya benar, tapi lidahnya terasa kelu. Semua ini bukan hanya tentang harta, tapi juga tent
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-23
Baca selengkapnya

135. Mencekam

“Ritual ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan setengah hati,” ulang Kyai Ahmad Syafii dengan nada lebih tegas dari sebelumnya. Suaranya menggema di ruangan kecil itu, menyelimuti suasana malam yang semakin berat. “Kalian harus benar-benar siap, karena ini bukan hanya soal benda, tapi jiwa kalian yang menjadi taruhan. Jika ragu sedikit saja, Genderuwo akan mengambil keuntungan dari celah itu.”Bagas menelan ludah. Matanya beralih dari wajah Kyai Ahmad ke Ratih yang duduk di sampingnya. “Apa yang harus kami lakukan, Kyai? Semua ini... terasa begitu besar bagi saya”“Kalian harus benar-benar percaya bahwa apa yang kalian lakukan ini adalah untuk menyelamatkan diri dan keluarga kalian,” jawab Kyai Ahmad, matanya tajam menusuk. “Jika kalian tidak yakin, lebih baik berhenti sekarang.”Ratih mengepalkan tangan. “Kami siap, Kyai. Beri tahu kami apa yang harus dilakukan.”Kyai Ahmad mengangguk kecil, lalu membuka kitab doa yang tampak tua di tangannya. “Langkah pertama adalah menyucikan ruma
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

136. Penangkal

"Benarkah kau siap mempertaruhkan segalanya, Bagas?" Pertanyaan itu menghentikan napas Bagas sejenak. Suara Kyai Ahmad menggema dalam ruangan yang sepi, berat dan penuh tekanan. Bagas menelan ludah, pandangannya beralih pada Ratih yang menatapnya penuh harap. "Aku... aku tak punya pilihan lain." Kyai Ahmad mengangguk perlahan, matanya tajam menusuk seperti sedang menilai kekuatan jiwa Bagas. "Baik, tapi ingat, keraguan sekecil apa pun bisa membuka jalan bagi Genderuwo untuk menghancurkan kalian." *** Kyai Ahmad bersiap membuat jimat penangkal. Ratih dan Bagas duduk bersila di lantai. Di tengah mereka, meja kayu tua dipenuhi benda-benda spiritual. Ada kendi tanah liat berisi air suci, bunga melati, dan mawar. Segenggam garam laut, kain putih, dan lilin menyala menghiasi meja. Ritual segera dimulai. "Langkah pertama, kita harus memurnikan setiap bahan ini dengan doa," ujar Kyai Ahmad tanpa m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

137. Meningkatnya Gangguan

"Pergi dari sini!" Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Angin berhembus masuk melalui celah-celah jendela, membawa suara gemuruh yang menggema tak wajar. "Huff, kenapa angin ini terasa begitu aneh di kulit ku?" keluh Bagas sambil memegang erat tubuhnya sendiri. Di dalam rumah, Ratih dan Bagas duduk di ruang keluarga dengan cahaya lampu redup menemani. Sebuah daftar persiapan ritual tergeletak di meja kecil di antara mereka. "Apakah semua bahan sudah kita siapkan?" tanya Ratih, suaranya sedikit bergetar. Dia mencatat sesuatu di buku kecilnya, berusaha tetap tenang meskipun rasa takut menyelimuti hatinya. Bagas mengangguk, tetapi wajahnya mencerminkan kekhawatiran. "Semua sudah ada. Tapi... aku nggak yakin ini akan cukup menghentikan Genderuwo." Ratih menatap suaminya tajam. "Kita nggak punya pilihan lain, Mas. Kalau kita berhenti sekarang, semua pengorbanan ini akan sia-sia."
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

138. Suara-suara Misterius

Saat mereka berjalan menuju dapur, langkah kaki mereka terasa berat. Keheningan malam itu hanya dipecahkan oleh serit lantai kayu tua yang mereka injak. Ketika Bagas membuka pintu dapur, suasana aneh langsung menyelimuti mereka. Angin dingin entah dari mana tiba-tiba berhembus, membuat lilin kecil di sudut dapur berkedip-kedip sebelum akhirnya padam. Di lantai, sebuah panci besar tergeletak miring. Klang! Menggetarkan suasana sunyi. Bagas memungutnya dengan alis berkerut. "Aku yakin tadi semua ini sudah tertata rapi," katanya, mencoba mengusir rasa aneh yang mulai merayap di pikirannya. Ratih berdiri diam, matanya bergerak gelisah menyisir ruangan. "Ini bukan pertama kalinya, Bagas," ujarnya dengan suara bergetar. "Gangguan seperti ini semakin sering terjadi sejak kita memutuskan untuk menghancurkan jimat." Belum sempat mereka melangkah kembali ke ruang keluarga, terdengar suara
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

139. Mimpi Mereka

Setiap malam, gangguan semakin menjadi-jadi. Tidur tidak lagi menjadi pelarian bagi Bagas maupun Ratih. Justru, di dalam lelap mereka, kengerian yang lebih pekat mengintai. Bagas sering terbangun oleh mimpi-mimpi buruk yang membuat tubuhnya basah oleh keringat. Dalam salah satu mimpinya, dia berada di tengah ladang yang gelap gulita. Angin dingin bertiup kencang, membawa aroma anyir yang menusuk hidung. Dari kejauhan, sebuah bayangan besar muncul, perlahan-lahan mendekatinya. Sosok itu memiliki tubuh besar, rambut hitam kusut yang menjuntai ke tanah, dan mata merah menyala yang menusuk ke dalam jiwanya. "Bagas," suara berat dan menggelegar bergema di telinganya. "Jangan pernah berpikir untuk melawan aku. Kalian semua akan membayar mahal." Sosok itu mendekat, hingga hanya sejengkal dari wajah Bagas. Nafasnya berbau busuk, seperti bangkai yang membusuk di bawah terik matahari. Ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-24
Baca selengkapnya

140. Menghantui Fisik

Hari demi hari, gangguan yang dialami Bagas dan Ratih semakin menjadi. Selain mimpi buruk yang mengerikan dan suara-suara aneh yang terus menghantui mereka, gangguan fisik yang lebih nyata juga mulai muncul. Suatu pagi, Bagas terbangun dengan tubuh terasa pegal. Ketika dia mencoba bangun dari tempat tidur, rasa gatal yang menjalar di seluruh tubuhnya membuatnya terkejut. Tangan kanannya menepuk-nepuk kulitnya yang terasa panas dan kering, seakan ada sesuatu yang merayap di bawah permukaan kulitnya. Saat dia melihat ke lengan kirinya, dia terkejut melihat bekas cakaran panjang yang menoreh kulitnya. Bekas luka itu cukup dalam, membuatnya kesakitan hanya dengan menyentuhnya. Bagas memandang lengan itu dengan penuh kebingungan. "Apa ini?" tanyanya dengan suara parau, menunjukkan lengannya yang tercakar kepada Ratih yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Ratih yang mendengar pertanyaan itu segera berlari menghampiri Ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-25
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
19
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status