Semua Bab Suamiku Berandalan Sekolah : Bab 31 - Bab 40

97 Bab

Bab 31. Penyelamatan

Aku meringis, karena kepalaku yang pening. Aku membuka mata sedikit kabur. "Udah bangun? Lama juga tidurnya lo," sindir seseorang yang sangat aku kenal. Ghazi, mengangkat kaki duduk di depanku. Dia berdiri, memegang daguku untuk mendongak. "Gimana? Lo percaya bukan? Gue bakal, buat lo berlutut di depan gue," kata Ghazi songong, bahkan teman komplotannya tertawa. Aku hanya diam, tidak menyahuti perkataannya. Tidak penting juga. "Kenapa diem doang? Bisu lo?" ledek Ghazi, menekan pipiku hingga mulutku monyong. Ghazi melepaskan, pipiku dengan melemparkan ke kanan. "Berani lo, pas di luar doang! Pas di dalam cemen lo," ucap Ghazi, aku sebenarnya tertawa. Dia mengataiku seperti itu. Ghazi bilang aku cemen? Terus dia apa? Pecundang beraninya dengan cewek. "Coba keluarin suara lo yang berani itu," perintah Ghazi, tersenyum miring. "Kenapa lo? Mau banget dengerin suara gue?" ketusku, menatap tajam Ghazi. Ghazi menggeram marah dengan gertakan gigi, aku bisa mendengarnya. "Berani lo s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Bab 32. Sabar ya Sayang

"Awas!" pekikku, semoga tidak terjadi apa-apa! Aku cukup takut, jika tidak berhasil. Adelio langsung menangkis tangan Ghazi dengan mudah, sementara teman Adelio yang lain. Langsung menyerang orang-orang di depanku. Pasya, terutama berhasil menghindari, dan mendekatiku. "Lo jangan takut, kita di sini," ucap Pasya, melepaskan aku dari ikatan kuat itu. Aku menangis haru. "Kak, gue laper," rengekku, Pasya mendengar itu tertawa. Padahal kondisi sekarang sedang gawat, aku hanya memikirkan perutku saja. "Sabar ya! Kita keluar dulu," ajak Pasya, menarik tanganku. Namun, aku melirik Adelio, sedang bertarung dengan Ghazi begitu serius. Aku berhenti, menahan tarikan Pasya. "Gimana dengan Adelio?" tanyaku polos, Pasya tersenyum mengusap kepalaku. "Dia baik-baik aja, terutamain lo dulu harus keluar!" Pasya menarikku kembali, dalam kondisi begini. Perutku terus berbunyi, astaga bisa tenang sedikit? Kondisinya gawat loh?!Dalam mobil, aku menatap perumahan tempat aku diculik, menunggu Adeli
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 33. Pembullyan

"Nggak jelas banget," gerutuku, merusak mood saja. Aku berlari ke kelas, biar tidak dikejar oleh Tasya. Menjijikan, kenapa harus bertanya denganku? Tanya sendiri sana kepada Adelio. Aku mendorong pintu dengan kencang. Untungnya, masih pagi, jadi tidak ada yang mendengar. Suara pintu terbuka sangat keras. Aku memilih, membuka buku pelajaran untuk menghilangkan, mood yang hancur karena Tasya. Tapi belum aku membacanya, ada yang menghalangi. Aku mendongak. "Ghifari? Bukannya lo masih sakit?" tanyaku, dia berjalan dan duduk disampingku. "Gue udah sembuh kok," balas Ghifari tersenyum lembut, aku hanya mengangguk. Sekarang aku abaikan dia, seketika ada teleponku berbunyi. Sebelum itu, aku menjauh dari Ghifari. Aku baca, ternyata itu Adelio. "Halo, kenapa?" tanyaku, bersedekap dada. "Halo juga, dasi gue di mana?" tanya Adelio, aku kesal dengan sifat pelupanya. Kenapa harus bertanya kepadaku? Jelas-jelas, dia sendiri yang menaruhnya. "Coba lo ingat di mana terakhir lo taruh," kata
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 34. Sok Kegantengan

"Lepasin gue!" kesalku, mendorong Adelio yang bingung. "Lo kenapa?" tanya Adelio, mendekatiku. "Pake nanya lagi! Jangan sok baik deh, lo sama gue, gue nggak mau deket sama lo lagi!" hardikku, meninggalkan Adelio terdiam di lorong kelas. Aku muak berpura-pura baik kepadanya, jika mengingat perbuatan keluargaku. Aku kesal dan marah. Langkahku menuju koperasi, membeli bajuku yang sudah kotor. "Beli satu set baju pramuka," kataku, langsung dikasih, oleh orang koperasi kepadaku. "Terima kasih banyak, Mbak." Aku mengangguk, menghela napas panjang. Aku berdecak, apalagi rambutku bau kuah bakso, astaga! Nasib sial apa yang menghampiriku. Sementara, aku kembali ke kelas melihat Gita, dan Vivian mendekatiku. "Lo gapapaa?" tanya Gita, panik mengingat kejadian barusan. Aku mengangguk lesu, tanganku ditarik Vivian ke mejanya. "Ini minyak wangi biar gak bau, keramas juga rambut lo," pesan Vivian, aku tersenyum tipis. "Lo jangan senyum gitu, ngeri gue," celetuk Gita, aku terkekeh menerima
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

Bab 35. Hampir Ketauan

Aku pergi kerumah Gita. Aku akan menginap di sana, bersama Vivian. Aku sangat tidak ingin melihat Adelio. Suara Gita berteriak, membuatku terkejut. "Ranesya!" seru Gita, langsung memelukku. "Gue nggak nih?" sindir Vivian, sehingga Gita tersadar. Beralih memeluk Vivian. "Gitu doang, ngambek," cibir Gita, aku tertawa. Tidak lama kemudian, Ghifari nongol dengan senyum ramah. Aku membalasnya, Ghifari mendekati kami. "Ayo masuk, jangan lama-lama diluar nanti sakit," peringat Ghifari. Aku mengangguk, aku masuk terlebih dahulu, diikuti kedua sahabatku. Ini siapa, pemilik rumah sebenernya? "Anggap aja rumah sendiri," kata Ghifari, aku bergegas ke tempat kulkas berada. Gita dan Ghifari bingung, Vivian juga mengikutiku. Sambil mengambil sebuah susu kotak, dan ada roti cokelat. "Wah, enak banget keknya," sindir Gita, aku dan Vivian menoleh. Duduk di meja makan. "Kata Ghifari tadi, anggap rumah sendiri," balasku, mengulangi apa yang dibilang Ghifari. Vivian mengangguk setuju, Ghifari m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

Bab 36. Cemburu

"Adelio!" teriakku, berlari ke arah mereka. Aku menarik lengannya, untuk menghentikan Adelio. Membogem pipi Ghifari. Karena susah dihentikan, aku mendorong tubuh Adelio. Menolong Ghifari, terluka lebih parah dari sebelumnya. Aku menatap tajam Adelio. "Maksud lo apaan! Nggak liat, wajahnya udah nggak berbentuk?!" teriakku, marah kepadanya. Adelio meludah, napasnya naik turun tidak beraturan. "Dia salah!" tuduh Adelio, menunjuk Ghifari. "Salah apa?!" ketusku, tidak ada jawaban dari Adelio. Jujur, aku marah dan kesal. Dia kenapa sebenarnya? Aku membantu Ghifari untuk masuk ke mobil. Aku menaiki mobil Ghifari. "Gue antar, ya?" tawarku, Ghifari mengangguk. Sementara, Adelio berlari menghampiriku. Tatapannya, seolah mengisyaratkan jangan ikut dia. Tanganku ditarik Adelio. "Lo mau kemana?" ujar Adelio, melirik Ghifari sudah tidak sadarkan diri. "Lo masih nanya? Gue mau antar dia ke rumah sakit!" hardikku, menutup jendela mobil. Aku langsung pergi, meninggalkan Adelio masih berdiri
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 37. Pilih Kasih

Upacara, paling tidak disukai para siswa-siswi. Sekarangpun, aku bersandar di dinding. Memperhatikan kondisi para peserta, kali ini pengawasan pemeriksaan yang pernah dibahas oleh Frans. Aku menghela napas, karena harus berkeliling. Membawa para siswa-siswi yang tidak lengkap atributnya. Setiap kelas, sudah terkumpul 20 orang termasuk Adelio. Astaga! Dia tidak memakai dasi!"Gue jadi ingat, gara-gara dasi di kerahnya," gumamku, berdiri di belakang anak kelas 3 MIPA 2. Frans tersenyum tipis, dia tidak seperti kemarin. Apa yang Adelio kasih? Sekarang dia lebih kalem. "Lo ngomong apa?" tanya Frans, aku menggeleng mendengar guru berpidato panjang lebar. Selesai upacara, semua murid masuk. Kecuali yang tidak lengkap memakai seragam. Aku dan Frans menghampiri Ibu Aini. "Hukum mereka semua, bandel banget!" perintah Ibu Aini, kami berdua mengangguk menghadap mereka. Frans maju melirik Adelio, dia terlihat takut. "Baiklah, kalian semua akan dijemur di lapangan sampai jam istirahat," je
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 38. Bocil Kematian

"Akhirnya pulang!" seruku, membawa tas ke punggung. Semua orang sudah pulang, hanya tertinggal diriku. Saat aku keluar, Adelio sudah ada di sana bersedekap dada. Apa dia menungguku sejak tadi?Aku berhenti di depannya. "Ngapain lo di sini?" hardikku, tidak suka dengannya. Tidak ada jawaban, hanya senyuman kecil diberikan oleh Adelio. Aku menatap dia. "Bareng gue pulangnya," pinta Adelio, aku menggeleng cepat. "Gue nggak mau!" tolakku, malah ditarik-tarik Adelio. Terjadilah, aku cemberut setiap lorong kelas. Jikapun aku berteriak, pasti semua orang akan tau. Kalo aslinya, aku ada hubungan khusus dengan Adelio. Sampai di parkiran, aku tidak melihat motor Adelio. Aku sedikit menatapnya keheranan. "Motor gue, udah di bawa ke rumah," kata Adelio, aku diam saja. Tidak menyahut ucapannya. "Mana kunci mobil," pinta Adelio, langsung aku berikan saja. Aku memilih duduk di belakang, saat bisa melepaskan diri dari Adelio. Aku memilih liat pemandangan di luar. Daripada melihat Adelio. Di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 39. Bertemu Lagi

Aku menguap, menutupi mulut dengan tangan. Seketika mataku melebar, mengingat kejadian malam kemarin. "Astaga?! Gue malam tadikan!" pekikku, menepuk kepala sendiri. Kok aku sebegitu mudahnya, baik kepadanya? Aku kenapa malam tadi? Bahkan, membiarkan Adelio mengangkat tubuhku. "Lo sadar Ranesya! Duh, gue nggak boleh gitu lagi," gerutuku, saat ini memilih mandi, dan melakukan persiapan sekolah. Saat selesai pun, aku membuka pintu. Adelio sudah berada di depan, menatapku tersenyum. Aku mengabaikannya, terus duduk ke meja makan. Adelio ikut duduk, memberikan roti tawar selai strawberry kepadaku. "Makan yang banyak," ucap Adelio perhatian, aku mengangguk saja. Tidak pernah aku pikirkan, kali ini Adelio benar-benar memperhatikanku begitu dalam. "Gimana tidur lo, nyenyak?" tanya Adelio, aku mendongak meminum susu hangat. "Iya," jawabku seadanya. Sudah selesai, aku langsung pergi tanpa mengucapkan kata-kata. Tapi Adelio menarik tanganku, seketika aku menoleh. Kenapa dia ini? Apa kes
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 40. Sifat Pengertian

"Lepasin nggak lo?! Sebelum gue murka!" teriak Adelio, mengepalkan tangan. Ghazi tersenyum miring melihatku sekilas. "Wahh, lo tau Adelio? Cewek lo cantik juga," puji Ghazi, aku ingin muntah. "Uwekk." Aku sengaja sok muntah, sehingga Ghazi tertawa pelan. "Astaga, lo ini bisa aja bercanda sayang," bisik Ghazi, aku merinding mendengarnya. Aku juga merasa jika Ghazi sudah gila, bisa-bisanya melakukan ini. Sebenarnya ada dendam apa? Aku menatap Adelio, mendekati kami berdua. "Lo maju, dia bakal gue lukai," ancam Ghazi. Namun, Adelio tidak mendengarkan. Bahkan, senyum menyeramkan muncul di bibir Adelio. Aku yakin, jika Adelio mulai berubah jadi singa jantan. "Seberani apa lo, ngelakuin itu?" kata Adelio, makin melangkah lebar. Sampai didekat. Adelio menarik tangan Ghazi, berada di leherku. Aku yang memiliki kesempatan, menginjak kaki Ghazi. Fiks! Jurus andalanku!"Sialan!" teriak Ghazi, aku menjulurkan lidah mengejek, bisa lepas dari Ghazi. Adelio menarik kerah Ghazi, menatap taja
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-28
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status