All Chapters of Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir: Chapter 101 - Chapter 110

122 Chapters

Bab 101. Menarik Perhatiannya

Naura menelan ludah. Ia kemudian menyesap teh perlahan, membiarkan rasa hangat mengalir di tenggorokannya, menenangkan seluruh syaraf yang tegang. Dalam diam, ia berusaha menyembunyikan hatinya yang begitu terpengaruh oleh kehadiran Reval juga oleh cara lelaki itu merawatnya dengan perhatian yang tak pernah ia duga. “Apa kamu merasa lebih baik?” suara Reval memecah keheningan. Naura mengangguk pelan, meskipun jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa rasa nyaman ini berbahaya. “Terima kasih,” bisiknya. “Untuk tehnya ... dan untuk semuanya.” Reval hanya tersenyum samar. “Apakah kamu merasa lapar?” tanya Reval sambil menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Naura yang masih memegang cangkir teh hangat di tangannya. Naura terdiam sejenak, mengalihkan pandangan ke jendela hotel yang mulai basah oleh hujan di luar. Suara derasnya menambah kesan sunyi di dalam ruangan. Perutnya sebenarnya sudah lama meronta, tetapi ia terlalu terbiasa mengabaikan kebutuhannya sendiri. “Sedikit,” j
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 102. Sebuah Kejujuran

Naura segera menutup telepon dengan terburu-buru. “Aku tutup dulu, ya, Mas. Nanti lanjut lagi.” “Kenapa lama sekali?” tanya Reval datar setelah Naura meletakkan ponselnya. Naura mengerutkan kening, bingung dengan nada dingin Reval. “Kenapa, Pak? Itu tadi telepon dari suami saya.” “Saya tahu itu suamimu. Tapi kita sedang di sini untuk pekerjaan, Naura. Apalagi ini waktu makan malam yang seharusnya digunakan untuk berdiskusi tentang proyek, bukan obrolan personal,” jawab Reval, suaranya terdengar menekan. Naura menatapnya dengan tidak percaya. “Saya pikir makan malam ini adalah waktu untuk santai. Lagipula, saya hanya berbicara beberapa menit. Apa itu salah? Bukankah tadi Pak Reval—” “Bukan salah, tapi tidak profesional. Terutama ketika kamu terlalu lama berbicara dan membiarkan saya menunggu seperti orang bodoh.” Reval berbicara sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Naura dengan tatapan tajam. Pernyataan itu membuat darah Naura mendidih. Ia mengepalkan tangannya di bawah
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 103. Meleleh

Naura terdiam, napasnya tersengal saat Reval tiba-tiba menarik pinggangnya mendekat. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang begitu intens, seperti badai yang siap menghantam kapan saja. Hatinya berdegup kencang, seakan ingin melarikan diri dari dadanya, tetapi tubuhnya membeku, tertahan oleh magnet yang terlalu kuat untuk dilawan. “Pak Reval …,” bisik Naura pelan, suaranya hampir tidak keluar. “Diam,” potong Reval, suaranya rendah dan penuh perintah. “Jangan katakan apa pun.” Sebelum Naura bisa bereaksi, bibir Reval sudah berada di atas bibir Naura. Panas, keras, dan penuh tuntutan. Sentuhan itu menyala seperti api, membakar setiap saraf yang disentuhnya. Ia tidak memberinya waktu untuk berpikir, tidak membiarkannya mempertanyakan apa pun. Bibirnya menguasai, mengeksplorasi, menuntut balasan yang tak bisa dihindari. Naura terhuyung sedikit ke belakang, tetapi lengan Reval yang kuat sudah melingkar di sekeliling pinggangnya, menariknya lebih dalam ke dalam dekapan yang me
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 104. Gemetar Hebat

Suasana di lokasi proyek sedikit lebih longgar di hari ketiga. Setelah beberapa hari penuh tekanan dengan berbagai rapat dan tinjauan lapangan, tim akhirnya memiliki waktu untuk bersantai sejenak. Naura merasa lega, meskipun masih sedikit lelah. Ia duduk di salah satu kursi kosong di dekat tenda kerja, mengamati para pekerja yang sibuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. “Bu Naura,” panggil seorang pria muda dari tim proyek. Naura menoleh dan mengenali Rifki, salah satu anggota tim teknik yang cukup ramah dan sering membantunya. Rifki membawa dua gelas kopi dalam tangannya. “Saya lihat Ibu dari tadi duduk sendiri. Kopi ini lumayan buat penambah energi,” kata Rifki, menyodorkan salah satu gelas kopi. Naura tersenyum dan menerima gelas itu. “Wah, terima kasih banyak, Rifki. Saya memang butuh sedikit kafein.” Rifki tertawa kecil dan duduk di kursi di sampingnya. “Hari ini lumayan santai, ya? Tapi besok sepertinya kita akan kembali dikejar deadline lagi.” Naura mengangguk. Mereka mul
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 105. Memohon

Detik-detik berlalu dalam keheningan yang hanya diisi dengan suara napasnya yang terputus-putus. Ia memejamkan mata, merasakan kelemahan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Napasnya berusaha ia atur perlahan, tetapi dadanya masih terasa sesak. Ia membilas wajahnya dengan air dingin, berharap bisa menyegarkan pikirannya yang kusut. Sore harinya, setelah kembali ke hotel, Naura merasa kepalanya mulai berdenyut. Ia mengabaikan rasa tidak nyaman itu dan memilih untuk memeriksa ulang presentasi untuk keesokan harinya. Namun, semakin lama, tubuhnya semakin terasa lemas. Saat ia berdiri untuk mengambil air minum, pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang. Naura terhuyung, tetapi berhasil berpegangan pada meja. “Apa aku terlalu lelah?” gumamnya, mencoba mengumpulkan tenaga. Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Suara Reval terdengar dari balik pintu. “Naura, aku ingin mendiskusikan sesuatu. Bisa buka pintunya?” Naura menghela napas pelan, berusaha menguatkan diri. Ia membuka pintu da
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 106. Terasa Asing

Sejenak, keheningan menggantung di antara mereka. Waktu seolah berhenti, membiarkan hanya detak jantung dan napas yang terdengar di ruangan itu. Reval mengerutkan alis, ekspresinya berubah menjadi sesuatu yang lebih lembut namun penuh kebingungan. Ia menatap Naura seperti seseorang yang baru saja mendengar sebuah rahasia. Matanya menyapu wajah Naura, mencari arti di balik permintaan sederhana yang terasa berat itu. Ada kerentanan yang terpancar dari matanya, sorot yang mencoba menutupi ketakutan kecil yang merayap di sudut hatinya. Dan Reval tahu, meski Naura tidak berkata-kata lebih banyak, permintaan itu bukan tentang kehadirannya semata. Itu tentang rasa aman yang dia cari, perlindungan yang dia butuhkan, bahkan jika hanya untuk malam ini. “Kenapa?” tanya Reval pelan, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. Naura masih menggenggam tangan Reval, tetapi ia tak segera menjawab. Reval terdiam, merasakan gravitasi yang menarik dirinya lebih dekat ke dunia yang Naura coba sembunyik
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 107. Gelombang Panas

Reval tersenyum tipis, matanya menyiratkan rahasia yang belum terungkap. “Nanti kamu akan tahu,” jawabnya dengan nada yang mengandung arti lebih. Naura tidak dapat menanggapi lebih lanjut, hanya mengikutinya dengan langkah pelan. Mereka berjalan menuju sebuah bangunan besar yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti. Begitu sampai, Naura melihat sebuah hotel mewah di depan mata, dengan lampu yang menyinari pintu utama. Keheranan mulai muncul di benaknya. Ini bukan tempat yang ia bayangkan akan mereka tuju. Reval membimbingnya melewati pintu masuk hotel, dan mereka langsung menuju ke bagian lift. “Masuk, kita akan ke lantai atas,” kata Reval dengan nada yang tenang. Naura mengikuti, meskipun hatinya semakin bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi. Begitu mereka sampai di lantai yang dimaksud, Reval menghampiri sebuah pintu hotel dan mengetuknya. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Seorang pria paruh baya muncul di balik pintu, mengenakan pakaian yang tampak mewah da
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 108. Takkan Bisa Lari

“Aku… aku merasa… ada yang aneh.” Suara Naura bergetar, bibirnya terasa kering meskipun ia baru saja minum. Tubuhnya mulai menggigil meski udara di ruangan itu tidak berubah.Naura mencoba berdiri, tetapi lututnya terasa lemas. Jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya, keringat dingin mulai muncul di pelipisnya, tetapi yang paling membuatnya panik adalah rasa panas yang mulai menjalar di tubuhnya. Sensasi itu aneh dan asing, membakar dari dalam, menggerogoti kendali atas pikirannya.Suaranya tercekat di tenggorokan saat rasa aneh itu kian intens, membuat napasnya tersengal. Rasa sesak itu bukan dari ketakutan semata, tetapi dari sesuatu yang lebih … mendesak, seperti hasrat yang dipaksakan tumbuh di luar keinginannya sendiri.Ia menggenggam meja dengan erat, kuku-kukunya mencengkeram permukaan kayu. “Apa yang ... Paman berikan kepadaku?” tanya Naura dengan susah payah, matanya menatap Riko dengan kecurigaan yang kini berubah menjadi ketakutan nyata.Riko menatapnya dengan se
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 109. Terlalu Keras

Napas Naura memburu, dadanya naik-turun dengan ritme yang menyakitkan. Pandangannya semakin kabur, tetapi ia menolak menyerah. Tetesan keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan rasa takut yang menyelimuti setiap inci tubuhnya. Suara Riko semakin dekat, tetapi ia tidak peduli. Ia harus bertahan, harus terus berlari. Tangannya meraih dinding untuk menjaga keseimbangan, kuku-kukunya meninggalkan bekas goresan saat ia mencoba bertahan dari rasa pusing yang menyerang. “Naura!” Suara Riko terdengar marah dan semakin dekat. Naura menggigit bibirnya lebih keras lagi. Saat ia mencapai pintu lain di lantai bawah, ia membukanya dengan paksa, melompat ke luar dan terjatuh ke lantai yang dingin. Ia merasakan lututnya tergores, tetapi ia segera bangkit lagi, memaksa kakinya bergerak. Riko keluar dari pintu tangga, matanya liar mencari mangsanya. Naura melihat ke sekeliling, mencari tempat untuk bersembunyi atau jalan keluar yang lain. Langkah kaki Riko terdengar semakin keras, suara na
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 110. Kehangatan

Reval membeku sesaat, matanya menatap penuh pertanyaan, tetapi tangannya segera menggenggam lebih erat jemari Naura, menariknya dengan lembut namun penuh ketegasan. “Naura, fokus. Kita harus keluar dari sini.” Wanita itu mulai terhuyung, tetapi Reval meraih pinggangnya, menopang tubuhnya yang lemah namun penuh energi yang membingungkan. Ia menuntun Naura dengan cepat ke luar ruangan, bertekad membawanya ke rumah sakit sebelum keadaan menjadi semakin buruk. Saat Reval membuka pintu mobil dan membantunya masuk, Naura terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Duduk di kursi depan dengan napas yang tersengal, ia menggigit bibir bawahnya, matanya yang kabur dari hasrat dan kepanikan tertuju lurus ke arah Reval yang baru saja duduk di sampingnya. “Naura, bertahanlah … kita akan sampai di rumah sakit sebentar lagi,” suara Reval penuh kepanikan, tetapi jemarinya tetap kuat saat menyentuh pundak Naura, berusaha menenangkan gejolak di tubuh wanita itu. Namun, Naura sudah tidak lagi mend
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more
PREV
1
...
8910111213
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status