Share

Bab 103. Meleleh

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2025-01-13 06:41:22
Naura terdiam, napasnya tersengal saat Reval tiba-tiba menarik pinggangnya mendekat. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang begitu intens, seperti badai yang siap menghantam kapan saja.

Hatinya berdegup kencang, seakan ingin melarikan diri dari dadanya, tetapi tubuhnya membeku, tertahan oleh magnet yang terlalu kuat untuk dilawan.

“Pak Reval …,” bisik Naura pelan, suaranya hampir tidak keluar.

“Diam,” potong Reval, suaranya rendah dan penuh perintah. “Jangan katakan apa pun.”

Sebelum Naura bisa bereaksi, bibir Reval sudah berada di atas bibir Naura. Panas, keras, dan penuh tuntutan.

Sentuhan itu menyala seperti api, membakar setiap saraf yang disentuhnya. Ia tidak memberinya waktu untuk berpikir, tidak membiarkannya mempertanyakan apa pun. Bibirnya menguasai, mengeksplorasi, menuntut balasan yang tak bisa dihindari.

Naura terhuyung sedikit ke belakang, tetapi lengan Reval yang kuat sudah melingkar di sekeliling pinggangnya, menariknya lebih dalam ke dalam dekapan yang me
Rich Mama

Maaf :(

| 4
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 104. Gemetar Hebat

    Suasana di lokasi proyek sedikit lebih longgar di hari ketiga. Setelah beberapa hari penuh tekanan dengan berbagai rapat dan tinjauan lapangan, tim akhirnya memiliki waktu untuk bersantai sejenak. Naura merasa lega, meskipun masih sedikit lelah. Ia duduk di salah satu kursi kosong di dekat tenda kerja, mengamati para pekerja yang sibuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. “Bu Naura,” panggil seorang pria muda dari tim proyek. Naura menoleh dan mengenali Rifki, salah satu anggota tim teknik yang cukup ramah dan sering membantunya. Rifki membawa dua gelas kopi dalam tangannya. “Saya lihat Ibu dari tadi duduk sendiri. Kopi ini lumayan buat penambah energi,” kata Rifki, menyodorkan salah satu gelas kopi. Naura tersenyum dan menerima gelas itu. “Wah, terima kasih banyak, Rifki. Saya memang butuh sedikit kafein.” Rifki tertawa kecil dan duduk di kursi di sampingnya. “Hari ini lumayan santai, ya? Tapi besok sepertinya kita akan kembali dikejar deadline lagi.” Naura mengangguk. Mereka mul

    Last Updated : 2025-01-13
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 105. Memohon

    Detik-detik berlalu dalam keheningan yang hanya diisi dengan suara napasnya yang terputus-putus. Ia memejamkan mata, merasakan kelemahan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Napasnya berusaha ia atur perlahan, tetapi dadanya masih terasa sesak. Ia membilas wajahnya dengan air dingin, berharap bisa menyegarkan pikirannya yang kusut. Sore harinya, setelah kembali ke hotel, Naura merasa kepalanya mulai berdenyut. Ia mengabaikan rasa tidak nyaman itu dan memilih untuk memeriksa ulang presentasi untuk keesokan harinya. Namun, semakin lama, tubuhnya semakin terasa lemas. Saat ia berdiri untuk mengambil air minum, pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang. Naura terhuyung, tetapi berhasil berpegangan pada meja. “Apa aku terlalu lelah?” gumamnya, mencoba mengumpulkan tenaga. Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Suara Reval terdengar dari balik pintu. “Naura, aku ingin mendiskusikan sesuatu. Bisa buka pintunya?” Naura menghela napas pelan, berusaha menguatkan diri. Ia membuka pintu da

    Last Updated : 2025-01-13
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 106. Terasa Asing

    Sejenak, keheningan menggantung di antara mereka. Waktu seolah berhenti, membiarkan hanya detak jantung dan napas yang terdengar di ruangan itu. Reval mengerutkan alis, ekspresinya berubah menjadi sesuatu yang lebih lembut namun penuh kebingungan. Ia menatap Naura seperti seseorang yang baru saja mendengar sebuah rahasia. Matanya menyapu wajah Naura, mencari arti di balik permintaan sederhana yang terasa berat itu. Ada kerentanan yang terpancar dari matanya, sorot yang mencoba menutupi ketakutan kecil yang merayap di sudut hatinya. Dan Reval tahu, meski Naura tidak berkata-kata lebih banyak, permintaan itu bukan tentang kehadirannya semata. Itu tentang rasa aman yang dia cari, perlindungan yang dia butuhkan, bahkan jika hanya untuk malam ini. “Kenapa?” tanya Reval pelan, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. Naura masih menggenggam tangan Reval, tetapi ia tak segera menjawab. Reval terdiam, merasakan gravitasi yang menarik dirinya lebih dekat ke dunia yang Naura coba sembunyik

    Last Updated : 2025-01-14
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 107. Gelombang Panas

    Reval tersenyum tipis, matanya menyiratkan rahasia yang belum terungkap. “Nanti kamu akan tahu,” jawabnya dengan nada yang mengandung arti lebih. Naura tidak dapat menanggapi lebih lanjut, hanya mengikutinya dengan langkah pelan. Mereka berjalan menuju sebuah bangunan besar yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti. Begitu sampai, Naura melihat sebuah hotel mewah di depan mata, dengan lampu yang menyinari pintu utama. Keheranan mulai muncul di benaknya. Ini bukan tempat yang ia bayangkan akan mereka tuju. Reval membimbingnya melewati pintu masuk hotel, dan mereka langsung menuju ke bagian lift. “Masuk, kita akan ke lantai atas,” kata Reval dengan nada yang tenang. Naura mengikuti, meskipun hatinya semakin bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi. Begitu mereka sampai di lantai yang dimaksud, Reval menghampiri sebuah pintu hotel dan mengetuknya. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Seorang pria paruh baya muncul di balik pintu, mengenakan pakaian yang tampak mewah da

    Last Updated : 2025-01-15
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 108. Takkan Bisa Lari

    “Aku… aku merasa… ada yang aneh.” Suara Naura bergetar, bibirnya terasa kering meskipun ia baru saja minum. Tubuhnya mulai menggigil meski udara di ruangan itu tidak berubah.Naura mencoba berdiri, tetapi lututnya terasa lemas. Jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya, keringat dingin mulai muncul di pelipisnya, tetapi yang paling membuatnya panik adalah rasa panas yang mulai menjalar di tubuhnya. Sensasi itu aneh dan asing, membakar dari dalam, menggerogoti kendali atas pikirannya.Suaranya tercekat di tenggorokan saat rasa aneh itu kian intens, membuat napasnya tersengal. Rasa sesak itu bukan dari ketakutan semata, tetapi dari sesuatu yang lebih … mendesak, seperti hasrat yang dipaksakan tumbuh di luar keinginannya sendiri.Ia menggenggam meja dengan erat, kuku-kukunya mencengkeram permukaan kayu. “Apa yang ... Paman berikan kepadaku?” tanya Naura dengan susah payah, matanya menatap Riko dengan kecurigaan yang kini berubah menjadi ketakutan nyata.Riko menatapnya dengan se

    Last Updated : 2025-01-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 109. Terlalu Keras

    Napas Naura memburu, dadanya naik-turun dengan ritme yang menyakitkan. Pandangannya semakin kabur, tetapi ia menolak menyerah. Tetesan keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan rasa takut yang menyelimuti setiap inci tubuhnya. Suara Riko semakin dekat, tetapi ia tidak peduli. Ia harus bertahan, harus terus berlari. Tangannya meraih dinding untuk menjaga keseimbangan, kuku-kukunya meninggalkan bekas goresan saat ia mencoba bertahan dari rasa pusing yang menyerang. “Naura!” Suara Riko terdengar marah dan semakin dekat. Naura menggigit bibirnya lebih keras lagi. Saat ia mencapai pintu lain di lantai bawah, ia membukanya dengan paksa, melompat ke luar dan terjatuh ke lantai yang dingin. Ia merasakan lututnya tergores, tetapi ia segera bangkit lagi, memaksa kakinya bergerak. Riko keluar dari pintu tangga, matanya liar mencari mangsanya. Naura melihat ke sekeliling, mencari tempat untuk bersembunyi atau jalan keluar yang lain. Langkah kaki Riko terdengar semakin keras, suara na

    Last Updated : 2025-01-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 110. Kehangatan

    Reval membeku sesaat, matanya menatap penuh pertanyaan, tetapi tangannya segera menggenggam lebih erat jemari Naura, menariknya dengan lembut namun penuh ketegasan. “Naura, fokus. Kita harus keluar dari sini.” Wanita itu mulai terhuyung, tetapi Reval meraih pinggangnya, menopang tubuhnya yang lemah namun penuh energi yang membingungkan. Ia menuntun Naura dengan cepat ke luar ruangan, bertekad membawanya ke rumah sakit sebelum keadaan menjadi semakin buruk. Saat Reval membuka pintu mobil dan membantunya masuk, Naura terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Duduk di kursi depan dengan napas yang tersengal, ia menggigit bibir bawahnya, matanya yang kabur dari hasrat dan kepanikan tertuju lurus ke arah Reval yang baru saja duduk di sampingnya. “Naura, bertahanlah … kita akan sampai di rumah sakit sebentar lagi,” suara Reval penuh kepanikan, tetapi jemarinya tetap kuat saat menyentuh pundak Naura, berusaha menenangkan gejolak di tubuh wanita itu. Namun, Naura sudah tidak lagi mend

    Last Updated : 2025-01-17
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 111. Menjagamu

    Sinar matahari yang hangat menembus celah-celah tirai kamar hotel, namun suasana di dalam ruangan tetap dingin. Naura duduk di tepi tempat tidur dengan kepala tertunduk. Ujung jarinya terus-menerus meremas sudut selimut, seolah ingin menenangkannya dari badai perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Tatapan matanya kosong, tetapi keningnya berkerut, menunjukkan gelombang pikiran yang tak beraturan. Reval berdiri di dekat meja, memandang ke luar jendela dengan rahangnya yang mengeras. Suara kota yang mulai bergeliat terdengar sayup-sayup, namun tidak cukup untuk memecah kesunyian di antara mereka. Ia memijit pelipisnya, menahan amarah yang mendidih dalam dada. “Pak Reval ....” suara Naura terdengar lirih, hampir seperti bisikan yang diterbangkan angin. “Maafkan saya.” Reval menoleh perlahan. Sorot matanya tajam, penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan. “Untuk apa?” Naura mengangkat wajahnya, matanya berkabut. Ia menggigit bibir bawahnya hingga pucat sebelum akhirnya menjawab,

    Last Updated : 2025-01-18

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 179. Menangkap Kalian

    Namun, Reval tak menjawab mamanya. Alih-alih, ia melangkah mendekati Callista, membuat gadis itu mundur setapak demi setapak hingga punggungnya hampir menyentuh dinding.“Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di pesta malam itu?” Suaranya rendah, namun setiap kata menghantam Callista seperti cambukan. “Aku sudah melihat semuanya, Callista.”Mata Callista membesar. Bibirnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Jantungnya berdegup kencang, hampir menenggelamkan suara di sekitarnya.“Kamu salah paham, Reval. Bukan aku pelakunya.”Suara Callista terdengar gemetar, meski ia berusaha tetap tenang. Namun, Reval tak bergeming. Napasnya berat, dada naik-turun cepat seolah menahan badai amarah yang siap meledak. Jemarinya mengepal erat di sisi tubuhnya.Adelia melangkah maju, berdiri di antara mereka dengan wajah penuh amarah. “Kamu lebih membela perempuan itu daripada tunanganmu sendiri?” Suaranya menggema di ruangan luas, mengguncang udara seolah-olah dinding ikut menyaksikan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 178. Bisikan Berbahaya

    Mendengar itu, senyuman di wajah Reval kian lebar. Ia menjauhkan wajahnya sedikit, namun tatapannya tetap mengunci mata Callista. Lalu, dengan gerakan tenang, ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel. Layar ponsel menyala, memantulkan cahaya redup yang menerangi wajahnya. Jempolnya bergerak cepat, membuka sebuah video yang tersimpan di galeri.Saat video mulai diputar, suara samar terdengar. Suara langkah kaki, suara pintu yang terbuka, dan suara seseorang yang berbicara dengan nada terburu-buru. Callista menoleh ke arah layar, dan seketika wajahnya memucat. Bola matanya melebar, bibirnya ternganga tanpa mampu mengeluarkan suara.“Apakah kamu ingat kejadian ini, Callista?” tanya Reval, suaranya terdengar tenang, namun setiap kata mengandung tekanan yang tak bisa diabaikan.Tubuh Callista membeku. Di layar, sosoknya sendiri terlihat dengan jelas. Berdiri di depan sebuah pintu kamar hotel, berbicara dengan seseorang yang wajahnya tak terlihat jelas karena sudut pengambil

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 177. Jangan Macam-macam

    Wajah Dion memucat seketika. Jemarinya melemah, cengkeramannya mengendur. Namun, amarahnya belum padam. “Jangan sok jadi pahlawan! Aku tahu kau punya niat lain terhadap Naura!” “Dan kau? Di mana kau saat istrimu nyaris kehilangan nyawa?” Tatapan Reval menusuk tajam. “Saat dia memanggil namamu, kau tidak ada. Kau bahkan tak bisa dihubungi. Aku yang menemukannya terkapar di kolam, aku yang membawanya ke rumah sakit. Sekarang kau datang dan menuduhku?” Dion terdiam. Napasnya masih memburu, namun sorot matanya goyah. Callista memandang keduanya dengan cemas. Matanya berpindah dari Dion ke Reval, seolah mencoba membaca situasi. “Sudah, Dion. Cukup! Jangan buat keributan di sini. Aku akan membawa Reval pulang.” “Tidak perlu.” Reval melepas tangan Dion dari kerahnya dengan tenang. “Aku akan pergi setelah Naura sadar. Tapi sebelum itu, aku ingin kau ingat satu hal.” Ia melangkah maju, berdiri tepat di depan Dion. Suaranya rendah namun tajam. “Jika kau tidak bisa menjaga Naura dan anak

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 176. Tak Selamat

    Kelopak mata Naura perlahan terbuka. Mata beningnya tampak buram, seolah belum sepenuhnya sadar dari tidurnya yang lemah. “Pak Reval...?” “Iya, aku di sini. Kamu baik-baik saja?” Naura berkedip beberapa kali, lalu matanya turun ke perutnya. Sontak ia meraba perutnya dengan panik. “Bayi saya...” Reval segera menenangkan. “Tenang, bayi kamu baik-baik saja. Dokter sudah memastikan kondisinya stabil.” Air mata Naura menetes. Ia menutup wajahnya dengan tangan yang masih terhubung dengan selang infus. “Saya takut ... saya takut kehilangan dia.” Reval merasakan ada sesuatu yang mencubit hatinya. Ia meraih tangan Naura kembali, menggenggamnya dengan lembut. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kamu harus beristirahat dan jangan terlalu banyak berpikir.” Naura menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Tapi ... Mas Dion ...” Reval menghela napas panjang, tetapi ia tidak ingin menambah beban Naura saat ini. “Aku sudah mencoba menghubungi Dion, tapi dia tidak bisa dihubungi. Aku akan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 175. Sakit

    “Naura, jawab aku!” desak Reval, nadanya terdengar putus asa. Naura menelan ludah, kemudian menggeleng sangat pelan. “Tidak, Pak Reval…” suaranya terputus, menahan nyeri yang terus menyerang. “Ini… anak Mas Dion.” Perkataan itu seolah menghantam Reval. Rahangnya mengeras, matanya menyiratkan emosi yang sulit diartikan. Campuran antara marah, kecewa, dan luka. Dengan gerakan cepat, ia mencengkeram pergelangan tangan Naura yang lemah, seakan tak ingin mempercayai penolakannya. Reval menahan napas, menyadari Naura sudah kesakitan dan ketakutan. Tubuh wanita itu menggigil, wajahnya pucat pasi. Perlahan, genggamannya mengendur. Ia menarik napas panjang, mencoba meredam luapan emosi yang hampir meledak. Tetapi keadaan Naura yang menegang, tangannya menekan perut, dan darah yang terus menetes ke lantai memaksanya untuk mengambil tindakan cepat. “Ervan!” teriak Reval, menoleh mencari sosok asistennya di antara kerumunan yang mulai berdatangan. Seketika, seorang pria berjas rapi munc

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 174. Katakan Naura!

    “Aku janji, aku cuma sebentar,” teriak Dion. Lalu, tanpa menunggu jawaban, lelaki itu melangkah pergi, menghilang di antara tamu-tamu yang berpakaian mewah. Naura mematung di tempatnya. Pesta ini tidak lagi terasa menyenangkan. Sejak awal, ia sebenarnya enggan datang. Naura menghela napas panjang. Terasa sesak. Naura menegakkan tubuhnya. Tidak, ia tidak boleh sedih. Wanita itu hanya perlu mencari tempat yang lebih sepi. Tanpa banyak berpikir, ia melangkah keluar dari keramaian, menuju tempat kolam renang berada. Tempat itu lebih tenang. Lampu-lampu taman menerangi air yang tampak berkilauan. Angin berembus lembut, membawa sedikit ketenangan bagi hatinya yang kalut. Naura melangkah lebih dekat ke tepi kolam. Senyum tipis muncul di wajahnya saat melihat seorang anak kecil tertawa riang, bermain gelembung sabun bersama teman-temannya. Wajah mereka berseri-seri tanpa beban, tanpa tahu bahwa dunia orang dewasa begitu rumit. Perlahan, tangannya terangkat, mengelus perutnya yang ma

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 173. Tunggu Dulu!

    Naura langsung menegang. Dion hanya tertawa ringan. “Aku bilang juga apa, kan?” Naura merasa ada sesuatu yang panas menjalar di dadanya. Tatapan pria-pria itu kepadanya terasa berbeda. Bukan sekadar kagum, melainkan menelanjangi. Mereka menatapnya terlalu lama, seolah menikmati pemandangan di depan mata mereka. Naura menggigit bibirnya, menahan rasa tidak nyaman yang semakin menguasai dirinya. Para pria tersebut berbicara santai dengan Dion, sesekali tertawa, tetapi mata mereka terus melirik ke arah Naura. Naura semakin erat menggenggam lengan Dion, berharap suaminya menyadari kegelisahannya. Tetapi Dion seolah tak menyadari apa pun, atau lebih tepatnya, tidak peduli. Salah satu pria menyenggol Dion sambil melirik Naura. “Kau benar-benar beruntung, Dion.” Dion hanya tertawa, tidak memberikan reaksi lain. Lelaki itu melepaskan tangan Naura perlahan. “Mau minum?” tawar Dion kemudian. Naura hanya menggeleng pelan. “Kamu saja, Mas. Aku tidak haus.” Naura menatap pu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 172. Bisa Secantik Ini?

    Siang itu, matahari bersinar terik, tetapi angin bertiup cukup sejuk, membawa aroma bunga dari halaman belakang rumah. Naura duduk di bangku kayu, menatap kosong ke taman kecil di hadapannya. Sejak menerima undangan itu dua hari lalu, pikirannya terus dipenuhi berbagai pertanyaan yang tidak menemukan jawaban. Reval dan Callista akan bertunangan. Semua orang di kantor diundang, termasuk dirinya. Naura menunduk, mengusap perutnya yang masih datar. Ia tahu, dalam tubuhnya ada kehidupan baru yang kelak akan mengubah hidupnya. “Haruskah aku datang?” lirih Naura. Batinnya berkecamuk. “Untuk apa? Aku tidak punya alasan untuk berada di sana.” Naura menghela napas panjang, lalu memejamkan mata. Reval sudah membuat keputusan. Apa pun alasannya, Reval memilih Callista. Sekalipun ada banyak pertanyaan di hatinya, dia tidak berhak untuk mencari jawaban. Mendadak— Sebuah tepukan pelan di bahunya membuatnya tersentak. Naura menoleh cepat. “Sayang, ikut aku. Kita harus bersiap-siap,” kata

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 171. Tak Ada Gunanya

    Seperti terkena sengatan listrik, ekspresi Dion langsung berubah. Senyum yang tadi mengembang di wajahnya perlahan memudar, digantikan dengan tatapan tidak suka. “Kenapa? Ini kan perjalanan kita berdua, Sayang. Aku ingin menikmati waktu hanya dengan kamu,” jawab Dion dengan nada yang terdengar sedikit kesal. Naura mengerutkan kening. “Tapi Mas, mereka juga pasti ingin jalan-jalan. Apalagi Ibu, dia jarang sekali keluar kota. Lagipula, kalau ada mereka, kita bisa lebih santai.” “Dion benar, Naura,” suara lembut Ibu Lastri memecah keheningan. “Kalian butuh waktu berdua. Biarkan ibu di sini saja bersama Bi Mirna.” Naura menghela napas pelan. “Tapi, Bu … kapan lagi kita bisa pergi bersama? Aku hanya ingin ibu juga menikmati waktu di luar kota.” Ibu Lastri tersenyum, namun sorot matanya menunjukkan sesuatu yang sulit Naura pahami. “Tidak usah, Nak. Ibu sudah cukup senang melihat kalian berdua pergi. Lagipula, siapa yang akan menjaga rumah kalau ibu ikut?” Naura melirik Bi Mirna yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status