Share

Bab 109. Terlalu Keras

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 12:25:37
Napas Naura memburu, dadanya naik-turun dengan ritme yang menyakitkan. Pandangannya semakin kabur, tetapi ia menolak menyerah. Tetesan keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan rasa takut yang menyelimuti setiap inci tubuhnya.

Suara Riko semakin dekat, tetapi ia tidak peduli. Ia harus bertahan, harus terus berlari.

Tangannya meraih dinding untuk menjaga keseimbangan, kuku-kukunya meninggalkan bekas goresan saat ia mencoba bertahan dari rasa pusing yang menyerang.

“Naura!” Suara Riko terdengar marah dan semakin dekat.

Naura menggigit bibirnya lebih keras lagi. Saat ia mencapai pintu lain di lantai bawah, ia membukanya dengan paksa, melompat ke luar dan terjatuh ke lantai yang dingin. Ia merasakan lututnya tergores, tetapi ia segera bangkit lagi, memaksa kakinya bergerak.

Riko keluar dari pintu tangga, matanya liar mencari mangsanya. Naura melihat ke sekeliling, mencari tempat untuk bersembunyi atau jalan keluar yang lain.

Langkah kaki Riko terdengar semakin keras, suara na
Rich Mama

(⁠-⁠_⁠-⁠ ⁠)⁠ノ⁠⌒⁠┫⁠ ⁠┻⁠ ⁠┣⁠ ⁠┳

| 2
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 110. Kehangatan

    Reval membeku sesaat, matanya menatap penuh pertanyaan, tetapi tangannya segera menggenggam lebih erat jemari Naura, menariknya dengan lembut namun penuh ketegasan. “Naura, fokus. Kita harus keluar dari sini.” Wanita itu mulai terhuyung, tetapi Reval meraih pinggangnya, menopang tubuhnya yang lemah namun penuh energi yang membingungkan. Ia menuntun Naura dengan cepat ke luar ruangan, bertekad membawanya ke rumah sakit sebelum keadaan menjadi semakin buruk. Saat Reval membuka pintu mobil dan membantunya masuk, Naura terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Duduk di kursi depan dengan napas yang tersengal, ia menggigit bibir bawahnya, matanya yang kabur dari hasrat dan kepanikan tertuju lurus ke arah Reval yang baru saja duduk di sampingnya. “Naura, bertahanlah … kita akan sampai di rumah sakit sebentar lagi,” suara Reval penuh kepanikan, tetapi jemarinya tetap kuat saat menyentuh pundak Naura, berusaha menenangkan gejolak di tubuh wanita itu. Namun, Naura sudah tidak lagi mend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 111. Menjagamu

    Sinar matahari yang hangat menembus celah-celah tirai kamar hotel, namun suasana di dalam ruangan tetap dingin. Naura duduk di tepi tempat tidur dengan kepala tertunduk. Ujung jarinya terus-menerus meremas sudut selimut, seolah ingin menenangkannya dari badai perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Tatapan matanya kosong, tetapi keningnya berkerut, menunjukkan gelombang pikiran yang tak beraturan. Reval berdiri di dekat meja, memandang ke luar jendela dengan rahangnya yang mengeras. Suara kota yang mulai bergeliat terdengar sayup-sayup, namun tidak cukup untuk memecah kesunyian di antara mereka. Ia memijit pelipisnya, menahan amarah yang mendidih dalam dada. “Pak Reval ....” suara Naura terdengar lirih, hampir seperti bisikan yang diterbangkan angin. “Maafkan saya.” Reval menoleh perlahan. Sorot matanya tajam, penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan. “Untuk apa?” Naura mengangkat wajahnya, matanya berkabut. Ia menggigit bibir bawahnya hingga pucat sebelum akhirnya menjawab,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 112. Menuju Hotel

    Nada suaranya datar, tetapi Naura menangkap sesuatu yang lain. Sesuatu yang disembunyikannya dengan hati-hati. Emosi yang terpendam, entah amarah, entah sesuatu yang lebih dalam lagi. Pernyataan itu menusuk Naura. Ia menggigit bibir bawahnya, rasa hangat mulai menyeruak di balik kelopak matanya. Mengapa Reval bertindak seperti itu? Ia tampak begitu peduli padanya. Sorot matanya saat melihat Naura dalam bahaya, nada khawatir di suaranya ketika menolongnya, bahkan kemarahan yang jelas ia rasakan saat menyebut nama Riko. Semua itu bukan sikap seseorang yang hanya peduli secara sepintas. Tetapi sekarang? Sekarang dia menyuruhnya kembali kepada Dion, seolah-olah yang mereka alami tidak berarti apa-apa. Naura memalingkan wajah, bahunya turun, hatinya terasa berdenyut nyeri. “Apakah aku hanya beban untuk semua orang? Apakah semua perhatian yang aku terima hanyalah sebuah kebohongan?” Namun, sebelum ia bisa memutuskan untuk berbicara atau tetap diam, Reval melangkah mendekat. Langkahn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 113. Masalah Besar

    Reval mendesah kasar, meninju setir dengan frustrasi. Lampu lalu lintas berubah hijau, klakson dari kendaraan di belakang mulai berbunyi keras, memaksa mobil untuk bergerak. Dengan gerakan tajam, ia menepikan mobil ke sisi jalan, memutar balik secepat mungkin sebelum kehilangan jejak Naura. Sementara itu, langkah Naura terasa seperti berlomba dengan detak jantungnya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seiring rasa takut dan harapan yang bercampur aduk di benaknya. Matanya terus mencari-cari sosok yang tadi dilihatnya. “Mas Dion ... itu pasti dia. Aku tidak mungkin salah.” Pintu hotel berputar dengan halus ketika ia mendorongnya masuk. Udara di dalam terasa hangat dan penuh dengan aroma parfum mahal. Lantai marmer memantulkan cahaya lampu gantung yang megah di atasnya, tetapi semua kemewahan itu tidak berarti apa-apa baginya. Naura hanya melihat satu hal. Punggung tegap dengan jas hitam yang kini berbelok di ujung lorong bersama seorang wanita cantik. Ia mempercepat langkah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 114. Sakit

    “Terima kasih,” kata Reval, suaranya tetap tenang tetapi penuh penghargaan. “Kami tidak akan membuat keributan.” Naura, yang mendengarkan percakapan itu dengan jantung berdebar-debar, hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Matanya memandang Reval dengan penuh rasa campur aduk. Antara kekaguman dan kebingungan yang sulit dijelaskan. Ketika mereka berbalik menuju lift, Reval menempatkan tangan di punggung Naura, membimbingnya dengan tenang tetapi mantap. “Mari kita selesaikan ini dengan kepala dingin,” bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Naura. Tetapi di dalam hatinya, badai mulai mengamuk. Langkah Naura semakin cepat saat ia menuju kamar 307. Derap sepatunya menggema di lorong yang sepi, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat. Jantungnya berdetak seperti genderang perang, menghantam keras di dalam dadanya, menciptakan denyut rasa sakit yang tak tertahankan. Ketika sampai di depan pintu kamar, tangannya yang gemetar terulur, hend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 115. Pergi ...,

    Tanpa berkata apa-apa lagi, Reval melangkah cepat menuju kamar yang ditempati Dion. Wajahnya mengeras, matanya menyala penuh kemarahan. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti ledakan bom waktu, siap menghancurkan siapa pun yang berani melukai Naura. Saat ia membuka pintu dengan kasar, pemandangan Dion yang baru saja mengenakan kemejanya membuat darah Reval mendidih. Dion bahkan tidak tampak terganggu, melainkan berdiri dengan senyum sinis, seolah semuanya hanyalah lelucon. Reval berjalan cepat, mencengkeram kerah kemeja Dion dan membantingnya ke dinding. Tangan Reval yang kuat mencengkeram leher Dion, membuat pria itu terbatuk, mencoba menarik napas. “Apa yang kau lakukan padanya?” geram Reval, suaranya rendah tetapi penuh ancaman. “Kau pikir aku akan membiarkanmu menghancurkan hidup Naura begitu saja?” Dion tertawa kecil, meski napasnya terengah. “Hidupnya? Kau terlalu terlambat, Reval. Naura sudah hancur sejak lama.” Reval mempererat cengkeramannya, matanya menyipi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 116. Kedinginan

    “Aku tidak akan pergi.” Reval semakin mendekat, langkahnya tetap terukur, penuh kehati-hatian. “Aku di sini, Naura. Aku di sini untukmu.” “Tidak ada yang bisa membantuku.” Suaranya pecah, getir dan penuh rasa sakit. “Semua sudah berakhir.” “Belum.” Reval berdiri hanya beberapa langkah di belakangnya. “Selama aku ada di sini, tidak ada yang akan berakhir. Lihat aku, Naura. Tolong, lihat aku.” Naura terdiam sejenak, tangannya mulai gemetar. Ia ingin mempercayai kata-katanya, tetapi hatinya terlalu remuk untuk merasakan apa pun selain kehancuran. “Mas Dion tidak peduli,” lirihnya. “Tidak ada yang peduli.” Reval mengepalkan tangan, menahan dorongan untuk mengatakan sesuatu tentang Dion. Ini bukan saatnya untuk membicarakan lelaki itu. “Aku peduli.” Suaranya rendah dan penuh ketulusan. “Tidak,” Naura tertawa kecil, getir. “Kamu hanya merasa kasihan.” “Aku peduli,” ulang Reval dengan suara yang lebih tegas. “Dan aku di sini. Kamu tidak sendirian.” Ia bergerak perlahan, mendekatinya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 117. Sangat Lelah

    Dengan tangan yang gemetar, bukan karena ragu, tetapi lebih karena emosi yang membanjiri hatinya, Reval berlutut di depan Naura. Ia menarik ujung handuk dengan lembut, melepaskannya dari bahu Naura. Pakaian yang basah menggantung berat di tubuhnya, membuat dinginnya semakin nyata. “Ini mungkin akan sedikit kebesaran, tapi …” Reval berhenti sejenak, tangannya bergerak pelan, membuka kancing-kancing kemeja Naura satu per satu. Jemarinya menyentuh kulit yang dingin, membuat hatinya mencelos penuh rasa peduli yang hampir meluap. Naura memejamkan mata, air matanya jatuh perlahan lagi, tetapi ia tidak menolak. Ketika akhirnya kemeja itu terlepas sepenuhnya, Reval menyisihkan rasa gelisah di dadanya. Ia mengambil kaus yang telah disiapkan dan menyelubungkannya ke tubuh Naura, gerakannya penuh perhatian dan tanpa sedikit pun rasa tergesa. Kaus itu terlampau besar, menggantung longgar di bahunya, lengan yang terlalu panjang nyaris menutupi ujung jari-jarinya. Namun, ada sesuatu yang hanga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 143. Menjauh

    Naura berusaha melepaskan diri, tetapi Reval mempererat pelukannya.“Saya sudah menyiapkan sarapan,” ujar Naura, berharap bisa mengalihkan perhatian pria itu.Namun, bukannya melepaskan, Reval malah menariknya lebih dekat.“Aku sudah mendapatkan sarapan yang lebih manis,” gumam Reval seraya mencium pipi Naura lebih lama.Naura memutar bola matanya. “Kalau Bapak tidak segera bangun, saya akan makan sendiri.”Reval tertawa kecil, akhirnya melepas Naura dengan enggan. “Baiklah, baiklah. Aku akan bangun.”Beberapa menit kemudian, keduanya duduk di meja makan. Naura meletakkan piring di hadapan Reval, menunggu reaksi pria itu saat mencicipi masakannya.Reval mengambil sesendok nasi goreng, mengunyahnya perlahan. Alisnya terangkat sedikit, lalu ia mengangguk. “Hmm, enak.”Naura tersenyum lega. “Terima kasih.”Reval menatapnya dengan mata berbinar. “Kalau setiap pagi dimasakkan seperti ini, aku tidak keberatan untuk selalu bangun lebih pagi.”Naura terkekeh. “Saya tidak janji, Pak.”“Kenapa?

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 142. Manja

    Naura menatapnya dengan mata berkabut. Napasnya masih tersengal, tetapi ia berhasil mengangguk. “Saya percaya.”Jemari Reval membelai pipi Naura.“Aku harus tahu, Naura ... apa kamu merasakan hal yang sama seperti aku?” tanya Reval, tatapannya begitu dalam hingga membuat Naura tidak bisa menghindar.Naura menatap mata Reval yang begitu dekat, dan bibirnya sedikit terbuka, namun tidak ada suara yang keluar. Jantungnya berdetak begitu cepat, seakan seluruh ruangan dipenuhi dengan ketegangan yang tidak terucapkan.“Saya ....” Naura menggigit bibirnya, mencoba mengumpulkan keberanian. “Saya tidak tahu, Pak Reval.” Suaranya terdengar ragu, tetapi ada kejujuran di sana, sebuah pengakuan yang bahkan membuat dirinya terkejut.Reval tersenyum kecil, tatapannya melunak. “Tidak tahu?” gumamnya sambil mengangkat satu alis. Jemarinya dengan lembut menyentuh dagu Naura, mengangkatnya sedikit agar wanita itu tetap menatapnya. “Apa yang kamu rasakan, Naura? Jangan takut untuk jujur.”Naura menghe

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 141. Semakin Cepat

    Reval mengerutkan kening, menatap wanita itu dengan seksama. “Apa itu?”Naura menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengangkat kepalanya, menatap langsung ke mata Reval.“Katakanlah.”Alis Reval semakin bertaut, tetapi ia tetap diam, menunggu kelanjutan ucapan Naura.“Saya ingin tahu … sebenarnya siapa Kirana itu? Apakah benar, Bapak sangat mencintainya?”Hening.Wajah Reval yang sebelumnya tenang berubah drastis. Matanya menajam, rahangnya mengeras. Udara di antara mereka seketika menjadi berat, seperti ada sesuatu yang menekan.Dalam sekejap, langkah Reval menghantam lantai, mendekati Naura dengan tatapan gelap. Sebelum wanita itu sempat mundur, tubuhnya sudah terdorong hingga punggungnya membentur dinding.“Tidak seharusnya kamu menanyakan hal itu kepadaku, Naura.”Suara Reval rendah, tetapi penuh tekanan. Napasnya terdengar berat, emosinya seperti bergejolak di dalam dadanya.Naura terkejut. Dadanya naik-turun cepat, tubuhnya membeku di tempat. Matanya membesar ketika merasak

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 140. Hal Penting

    Adelia meletakkan sendoknya dengan perlahan, tatapannya tajam menusuk ke arah putranya. Ruang makan yang sebelumnya dipenuhi suara alat makan kini mendadak sunyi.“Reval, apakah kamu serius?” suaranya datar, tetapi ada nada kekecewaan yang terselip di sana.Reval mengangguk mantap. “Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku, Ma. Aku memilih Naura.”Adelia menghela napas panjang, tatapannya beralih ke arah Naura yang masih diam di tempatnya. “Wanita ini? Kamu yakin? Apa yang bisa dia berikan padamu?”Naura menelan ludah, merasakan tekanan dari tatapan wanita itu. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Reval lebih dulu berbicara.“Mama selalu melihat segalanya dari status dan latar belakang keluarga, tapi Mama lupa … perasaan dan kebahagiaan tidak bisa diukur dengan itu semua,” ujar Reval tegas. “Aku mencintai Naura bukan karena siapa dia di masa lalu, tetapi karena siapa dia di sisiku sekarang.”Adelia menatap putranya dalam diam. Wajahnya tetap dingin, tetapi ada kilatan emosi yang suli

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 139. Calon Istriku

    “Oh, aku diundang oleh mamamu untuk makan malam,” jawab Riko santai, tetapi ada nada licik di balik suaranya.Reval mengangguk kecil, meski ekspresinya tidak berubah. Ia kemudian menoleh ke Naura, memberikan senyuman lembut. “Ayo, kita ke ruang makan.”Naura menurut, meski pikirannya masih dipenuhi berbagai pertanyaan yang belum terjawab. Namun, ia tahu bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya. Satu hal yang pasti. Perasaannya terhadap Reval kini semakin bercampur aduk. Di satu sisi, ia merasakan perhatian dan kehangatan dari pria itu. Tetapi di sisi lain, bayangan masa lalu Reval yang tidak ia ketahui tiba-tiba menyeruak dan terus menghantuinya.Reval melangkah ke arah meja makan dengan santai, tetapi matanya selalu memperhatikan Naura. Begitu mereka tiba di tempat duduk, tanpa banyak bicara, ia meraih salah satu kursi dan menariknya perlahan.Bunyi gesekan kayu dengan lantai terdengar lembut di ruangan yang cukup luas. Namun, yang lebih terasa dari itu adalah cara Reval m

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 138. Kehadiran Pria Itu

    Di dalam mobil, Naura tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang akan terjadi malam ini. Pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan, baik dan buruk. Tetapi setiap kali ia melirik ke arah Reval yang duduk di sebelahnya, ia merasa sedikit lebih tenang.Reval, di sisi lain, tampak santai. Tangan kanannya menggenggam kemudi, sementara tangan kirinya sesekali menyentuh tangan Naura yang ada di pangkuannya.“Naura,” panggilnya tiba-tiba, membuat Naura menoleh.“Ya, Pak Reval?”Reval menatapnya sekilas, senyum kecil menghiasi wajahnya. “Jangan terlalu banyak berpikir. Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji.”Naura hanya bisa mengangguk, meskipun kegugupannya belum sepenuhnya hilang. Ia hanya bisa berharap bahwa apa yang dikatakan Reval benar.***Langit malam terlihat jernih, tetapi udara di halaman depan rumah besar Adelia terasa berat, seperti membawa sebuah beban yang tidak terlihat. Naura berdiri di samping Reval, tangannya digenggam erat oleh pria itu. Ia bisa merasakan kehangata

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 137. Sempurna

    Beberapa menit kemudian, Reval muncul kembali dengan sebuah totebag di tangannya. Ia berjalan mendekat sambil tersenyum penuh arti, membuat Naura semakin bingung.“Apa itu?” Naura bertanya, menunjuk totebag di tangan Reval.Reval mengangkat alis, matanya berbinar penuh semangat. “Ini untukmu. Aku sudah mempersiapkannya sejak tadi.”Naura memiringkan kepala, sedikit ragu. “Apa maksudnya untuk saya? Apa ini?”Reval menaruh totebag itu di meja dapur dan membuka isinya. Naura melihat kilasan warna merah dan material kain lembut yang mencuat dari dalam. Seketika wajahnya memanas.“Gaun?” gumamnya, nyaris berbisik.Reval mengangguk, lalu mengeluarkan gaun merah anggun itu sepenuhnya. “Ya, gaun ini. Aku ingin kamu memakainya malam ini.”Naura menatap gaun itu dengan campuran perasaan antara bingung, kagum, dan sedikit canggung. Gaun itu sederhana tetapi begitu elegan, dengan potongan yang pas dan aksen manik-manik di pinggangnya.“Tunggu,” ucap Naura sambil mengangkat tangan, berusaha menghe

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 136. Sebuah Jawaban

    Tawa lembut masih terdengar samar di udara, meski suasana dapur sudah jauh lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Naura duduk di kursi meja makan, memandangi piring kecil di depannya yang berisi potongan kue yang baru saja mereka buat bersama. Aromanya masih menggoda, perpaduan manis dan gurih yang mengingatkan Naura pada kehangatan rumah.Di depannya, Reval sedang sibuk menuangkan teh hangat ke dua cangkir mungil. Gerakan tangannya begitu tenang dan terukur, menciptakan kontras dengan sosoknya yang biasanya terlihat serius di kantor. Kali ini, ia tampak lebih santai.“Silakan, teh hangat untuk menemani kuenya,” ujar Reval sambil menyodorkan salah satu cangkir kepada Naura.“Terima kasih, Pak Reval,” balas Naura dengan senyum kecil.Reval duduk di kursi seberangnya, matanya menatap Naura dengan intensitas lembut. Naura, yang sadar sedang diperhatikan, hanya bisa berusaha fokus pada kue di depannya.“Coba, Naura. Ini pertama kalinya aku membuat kue seperti ini,” ucap Reval. Ada nada b

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 135. Puncak Kenikmatan

    Detik berlalu, keheningan menjadi teman mereka, dan Naura membiarkan dirinya tenggelam dalam hangat dan rasa yang memeluk jiwanya. Pelukan itu bukan hanya pelukan. Itu adalah pengakuan. Sebuah janji yang terpatri dalam keabadian.“Dan saya akan tetap di sini,” jawab Naura akhirnya, suaranya rendah namun kuat. “Sampai Bapak siap percaya bahwa kita pantas untuk bahagia bersama.”Naura menatap Reval dengan intensitas yang tak terlukiskan, dadanya berdegup keras hingga ia merasa jantungnya akan melompat keluar. Air yang meresapi kulitnya seperti kehilangan makna, karena satu-satunya panas yang ia rasakan kini datang dari pria di hadapannya. Tanpa berpikir panjang, ia memindahkan kedua tangannya ke dada Reval, merasakan denyut hidup yang kuat di bawah telapak tangannya.Air memercik ketika tubuhnya bergerak, suara gemericik halus memenuhi ruangan. Ia perlahan naik, lututnya menyentuh dasar bak di antara kaki Reval. Napasnya memburu, dada naik-turun dengan irama yang sama dengan debar j

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status