Share

Bab 107. Gelombang Panas

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-15 12:47:31
Reval tersenyum tipis, matanya menyiratkan rahasia yang belum terungkap. “Nanti kamu akan tahu,” jawabnya dengan nada yang mengandung arti lebih.

Naura tidak dapat menanggapi lebih lanjut, hanya mengikutinya dengan langkah pelan. Mereka berjalan menuju sebuah bangunan besar yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti.

Begitu sampai, Naura melihat sebuah hotel mewah di depan mata, dengan lampu yang menyinari pintu utama. Keheranan mulai muncul di benaknya. Ini bukan tempat yang ia bayangkan akan mereka tuju.

Reval membimbingnya melewati pintu masuk hotel, dan mereka langsung menuju ke bagian lift.

“Masuk, kita akan ke lantai atas,” kata Reval dengan nada yang tenang.

Naura mengikuti, meskipun hatinya semakin bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi.

Begitu mereka sampai di lantai yang dimaksud, Reval menghampiri sebuah pintu hotel dan mengetuknya. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Seorang pria paruh baya muncul di balik pintu, mengenakan pakaian yang tampak mewah da
Rich Mama

Mana Reval????

| 3
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 108. Takkan Bisa Lari

    “Aku… aku merasa… ada yang aneh.” Suara Naura bergetar, bibirnya terasa kering meskipun ia baru saja minum. Tubuhnya mulai menggigil meski udara di ruangan itu tidak berubah.Naura mencoba berdiri, tetapi lututnya terasa lemas. Jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya, keringat dingin mulai muncul di pelipisnya, tetapi yang paling membuatnya panik adalah rasa panas yang mulai menjalar di tubuhnya. Sensasi itu aneh dan asing, membakar dari dalam, menggerogoti kendali atas pikirannya.Suaranya tercekat di tenggorokan saat rasa aneh itu kian intens, membuat napasnya tersengal. Rasa sesak itu bukan dari ketakutan semata, tetapi dari sesuatu yang lebih … mendesak, seperti hasrat yang dipaksakan tumbuh di luar keinginannya sendiri.Ia menggenggam meja dengan erat, kuku-kukunya mencengkeram permukaan kayu. “Apa yang ... Paman berikan kepadaku?” tanya Naura dengan susah payah, matanya menatap Riko dengan kecurigaan yang kini berubah menjadi ketakutan nyata.Riko menatapnya dengan se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 109. Terlalu Keras

    Napas Naura memburu, dadanya naik-turun dengan ritme yang menyakitkan. Pandangannya semakin kabur, tetapi ia menolak menyerah. Tetesan keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan rasa takut yang menyelimuti setiap inci tubuhnya. Suara Riko semakin dekat, tetapi ia tidak peduli. Ia harus bertahan, harus terus berlari. Tangannya meraih dinding untuk menjaga keseimbangan, kuku-kukunya meninggalkan bekas goresan saat ia mencoba bertahan dari rasa pusing yang menyerang. “Naura!” Suara Riko terdengar marah dan semakin dekat. Naura menggigit bibirnya lebih keras lagi. Saat ia mencapai pintu lain di lantai bawah, ia membukanya dengan paksa, melompat ke luar dan terjatuh ke lantai yang dingin. Ia merasakan lututnya tergores, tetapi ia segera bangkit lagi, memaksa kakinya bergerak. Riko keluar dari pintu tangga, matanya liar mencari mangsanya. Naura melihat ke sekeliling, mencari tempat untuk bersembunyi atau jalan keluar yang lain. Langkah kaki Riko terdengar semakin keras, suara na

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 110. Kehangatan

    Reval membeku sesaat, matanya menatap penuh pertanyaan, tetapi tangannya segera menggenggam lebih erat jemari Naura, menariknya dengan lembut namun penuh ketegasan. “Naura, fokus. Kita harus keluar dari sini.” Wanita itu mulai terhuyung, tetapi Reval meraih pinggangnya, menopang tubuhnya yang lemah namun penuh energi yang membingungkan. Ia menuntun Naura dengan cepat ke luar ruangan, bertekad membawanya ke rumah sakit sebelum keadaan menjadi semakin buruk. Saat Reval membuka pintu mobil dan membantunya masuk, Naura terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Duduk di kursi depan dengan napas yang tersengal, ia menggigit bibir bawahnya, matanya yang kabur dari hasrat dan kepanikan tertuju lurus ke arah Reval yang baru saja duduk di sampingnya. “Naura, bertahanlah … kita akan sampai di rumah sakit sebentar lagi,” suara Reval penuh kepanikan, tetapi jemarinya tetap kuat saat menyentuh pundak Naura, berusaha menenangkan gejolak di tubuh wanita itu. Namun, Naura sudah tidak lagi mend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 111. Menjagamu

    Sinar matahari yang hangat menembus celah-celah tirai kamar hotel, namun suasana di dalam ruangan tetap dingin. Naura duduk di tepi tempat tidur dengan kepala tertunduk. Ujung jarinya terus-menerus meremas sudut selimut, seolah ingin menenangkannya dari badai perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Tatapan matanya kosong, tetapi keningnya berkerut, menunjukkan gelombang pikiran yang tak beraturan. Reval berdiri di dekat meja, memandang ke luar jendela dengan rahangnya yang mengeras. Suara kota yang mulai bergeliat terdengar sayup-sayup, namun tidak cukup untuk memecah kesunyian di antara mereka. Ia memijit pelipisnya, menahan amarah yang mendidih dalam dada. “Pak Reval ....” suara Naura terdengar lirih, hampir seperti bisikan yang diterbangkan angin. “Maafkan saya.” Reval menoleh perlahan. Sorot matanya tajam, penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan. “Untuk apa?” Naura mengangkat wajahnya, matanya berkabut. Ia menggigit bibir bawahnya hingga pucat sebelum akhirnya menjawab,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 112. Menuju Hotel

    Nada suaranya datar, tetapi Naura menangkap sesuatu yang lain. Sesuatu yang disembunyikannya dengan hati-hati. Emosi yang terpendam, entah amarah, entah sesuatu yang lebih dalam lagi. Pernyataan itu menusuk Naura. Ia menggigit bibir bawahnya, rasa hangat mulai menyeruak di balik kelopak matanya. Mengapa Reval bertindak seperti itu? Ia tampak begitu peduli padanya. Sorot matanya saat melihat Naura dalam bahaya, nada khawatir di suaranya ketika menolongnya, bahkan kemarahan yang jelas ia rasakan saat menyebut nama Riko. Semua itu bukan sikap seseorang yang hanya peduli secara sepintas. Tetapi sekarang? Sekarang dia menyuruhnya kembali kepada Dion, seolah-olah yang mereka alami tidak berarti apa-apa. Naura memalingkan wajah, bahunya turun, hatinya terasa berdenyut nyeri. “Apakah aku hanya beban untuk semua orang? Apakah semua perhatian yang aku terima hanyalah sebuah kebohongan?” Namun, sebelum ia bisa memutuskan untuk berbicara atau tetap diam, Reval melangkah mendekat. Langkahn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 113. Masalah Besar

    Reval mendesah kasar, meninju setir dengan frustrasi. Lampu lalu lintas berubah hijau, klakson dari kendaraan di belakang mulai berbunyi keras, memaksa mobil untuk bergerak. Dengan gerakan tajam, ia menepikan mobil ke sisi jalan, memutar balik secepat mungkin sebelum kehilangan jejak Naura. Sementara itu, langkah Naura terasa seperti berlomba dengan detak jantungnya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seiring rasa takut dan harapan yang bercampur aduk di benaknya. Matanya terus mencari-cari sosok yang tadi dilihatnya. “Mas Dion ... itu pasti dia. Aku tidak mungkin salah.” Pintu hotel berputar dengan halus ketika ia mendorongnya masuk. Udara di dalam terasa hangat dan penuh dengan aroma parfum mahal. Lantai marmer memantulkan cahaya lampu gantung yang megah di atasnya, tetapi semua kemewahan itu tidak berarti apa-apa baginya. Naura hanya melihat satu hal. Punggung tegap dengan jas hitam yang kini berbelok di ujung lorong bersama seorang wanita cantik. Ia mempercepat langkah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 114. Sakit

    “Terima kasih,” kata Reval, suaranya tetap tenang tetapi penuh penghargaan. “Kami tidak akan membuat keributan.” Naura, yang mendengarkan percakapan itu dengan jantung berdebar-debar, hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Matanya memandang Reval dengan penuh rasa campur aduk. Antara kekaguman dan kebingungan yang sulit dijelaskan. Ketika mereka berbalik menuju lift, Reval menempatkan tangan di punggung Naura, membimbingnya dengan tenang tetapi mantap. “Mari kita selesaikan ini dengan kepala dingin,” bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Naura. Tetapi di dalam hatinya, badai mulai mengamuk. Langkah Naura semakin cepat saat ia menuju kamar 307. Derap sepatunya menggema di lorong yang sepi, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat. Jantungnya berdetak seperti genderang perang, menghantam keras di dalam dadanya, menciptakan denyut rasa sakit yang tak tertahankan. Ketika sampai di depan pintu kamar, tangannya yang gemetar terulur, hend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 115. Pergi ...,

    Tanpa berkata apa-apa lagi, Reval melangkah cepat menuju kamar yang ditempati Dion. Wajahnya mengeras, matanya menyala penuh kemarahan. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti ledakan bom waktu, siap menghancurkan siapa pun yang berani melukai Naura. Saat ia membuka pintu dengan kasar, pemandangan Dion yang baru saja mengenakan kemejanya membuat darah Reval mendidih. Dion bahkan tidak tampak terganggu, melainkan berdiri dengan senyum sinis, seolah semuanya hanyalah lelucon. Reval berjalan cepat, mencengkeram kerah kemeja Dion dan membantingnya ke dinding. Tangan Reval yang kuat mencengkeram leher Dion, membuat pria itu terbatuk, mencoba menarik napas. “Apa yang kau lakukan padanya?” geram Reval, suaranya rendah tetapi penuh ancaman. “Kau pikir aku akan membiarkanmu menghancurkan hidup Naura begitu saja?” Dion tertawa kecil, meski napasnya terengah. “Hidupnya? Kau terlalu terlambat, Reval. Naura sudah hancur sejak lama.” Reval mempererat cengkeramannya, matanya menyipi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 179. Menangkap Kalian

    Namun, Reval tak menjawab mamanya. Alih-alih, ia melangkah mendekati Callista, membuat gadis itu mundur setapak demi setapak hingga punggungnya hampir menyentuh dinding.“Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di pesta malam itu?” Suaranya rendah, namun setiap kata menghantam Callista seperti cambukan. “Aku sudah melihat semuanya, Callista.”Mata Callista membesar. Bibirnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Jantungnya berdegup kencang, hampir menenggelamkan suara di sekitarnya.“Kamu salah paham, Reval. Bukan aku pelakunya.”Suara Callista terdengar gemetar, meski ia berusaha tetap tenang. Namun, Reval tak bergeming. Napasnya berat, dada naik-turun cepat seolah menahan badai amarah yang siap meledak. Jemarinya mengepal erat di sisi tubuhnya.Adelia melangkah maju, berdiri di antara mereka dengan wajah penuh amarah. “Kamu lebih membela perempuan itu daripada tunanganmu sendiri?” Suaranya menggema di ruangan luas, mengguncang udara seolah-olah dinding ikut menyaksikan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 178. Bisikan Berbahaya

    Mendengar itu, senyuman di wajah Reval kian lebar. Ia menjauhkan wajahnya sedikit, namun tatapannya tetap mengunci mata Callista. Lalu, dengan gerakan tenang, ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel. Layar ponsel menyala, memantulkan cahaya redup yang menerangi wajahnya. Jempolnya bergerak cepat, membuka sebuah video yang tersimpan di galeri.Saat video mulai diputar, suara samar terdengar. Suara langkah kaki, suara pintu yang terbuka, dan suara seseorang yang berbicara dengan nada terburu-buru. Callista menoleh ke arah layar, dan seketika wajahnya memucat. Bola matanya melebar, bibirnya ternganga tanpa mampu mengeluarkan suara.“Apakah kamu ingat kejadian ini, Callista?” tanya Reval, suaranya terdengar tenang, namun setiap kata mengandung tekanan yang tak bisa diabaikan.Tubuh Callista membeku. Di layar, sosoknya sendiri terlihat dengan jelas. Berdiri di depan sebuah pintu kamar hotel, berbicara dengan seseorang yang wajahnya tak terlihat jelas karena sudut pengambil

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 177. Jangan Macam-macam

    Wajah Dion memucat seketika. Jemarinya melemah, cengkeramannya mengendur. Namun, amarahnya belum padam. “Jangan sok jadi pahlawan! Aku tahu kau punya niat lain terhadap Naura!” “Dan kau? Di mana kau saat istrimu nyaris kehilangan nyawa?” Tatapan Reval menusuk tajam. “Saat dia memanggil namamu, kau tidak ada. Kau bahkan tak bisa dihubungi. Aku yang menemukannya terkapar di kolam, aku yang membawanya ke rumah sakit. Sekarang kau datang dan menuduhku?” Dion terdiam. Napasnya masih memburu, namun sorot matanya goyah. Callista memandang keduanya dengan cemas. Matanya berpindah dari Dion ke Reval, seolah mencoba membaca situasi. “Sudah, Dion. Cukup! Jangan buat keributan di sini. Aku akan membawa Reval pulang.” “Tidak perlu.” Reval melepas tangan Dion dari kerahnya dengan tenang. “Aku akan pergi setelah Naura sadar. Tapi sebelum itu, aku ingin kau ingat satu hal.” Ia melangkah maju, berdiri tepat di depan Dion. Suaranya rendah namun tajam. “Jika kau tidak bisa menjaga Naura dan anak

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 176. Tak Selamat

    Kelopak mata Naura perlahan terbuka. Mata beningnya tampak buram, seolah belum sepenuhnya sadar dari tidurnya yang lemah. “Pak Reval...?” “Iya, aku di sini. Kamu baik-baik saja?” Naura berkedip beberapa kali, lalu matanya turun ke perutnya. Sontak ia meraba perutnya dengan panik. “Bayi saya...” Reval segera menenangkan. “Tenang, bayi kamu baik-baik saja. Dokter sudah memastikan kondisinya stabil.” Air mata Naura menetes. Ia menutup wajahnya dengan tangan yang masih terhubung dengan selang infus. “Saya takut ... saya takut kehilangan dia.” Reval merasakan ada sesuatu yang mencubit hatinya. Ia meraih tangan Naura kembali, menggenggamnya dengan lembut. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kamu harus beristirahat dan jangan terlalu banyak berpikir.” Naura menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Tapi ... Mas Dion ...” Reval menghela napas panjang, tetapi ia tidak ingin menambah beban Naura saat ini. “Aku sudah mencoba menghubungi Dion, tapi dia tidak bisa dihubungi. Aku akan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 175. Sakit

    “Naura, jawab aku!” desak Reval, nadanya terdengar putus asa. Naura menelan ludah, kemudian menggeleng sangat pelan. “Tidak, Pak Reval…” suaranya terputus, menahan nyeri yang terus menyerang. “Ini… anak Mas Dion.” Perkataan itu seolah menghantam Reval. Rahangnya mengeras, matanya menyiratkan emosi yang sulit diartikan. Campuran antara marah, kecewa, dan luka. Dengan gerakan cepat, ia mencengkeram pergelangan tangan Naura yang lemah, seakan tak ingin mempercayai penolakannya. Reval menahan napas, menyadari Naura sudah kesakitan dan ketakutan. Tubuh wanita itu menggigil, wajahnya pucat pasi. Perlahan, genggamannya mengendur. Ia menarik napas panjang, mencoba meredam luapan emosi yang hampir meledak. Tetapi keadaan Naura yang menegang, tangannya menekan perut, dan darah yang terus menetes ke lantai memaksanya untuk mengambil tindakan cepat. “Ervan!” teriak Reval, menoleh mencari sosok asistennya di antara kerumunan yang mulai berdatangan. Seketika, seorang pria berjas rapi munc

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 174. Katakan Naura!

    “Aku janji, aku cuma sebentar,” teriak Dion. Lalu, tanpa menunggu jawaban, lelaki itu melangkah pergi, menghilang di antara tamu-tamu yang berpakaian mewah. Naura mematung di tempatnya. Pesta ini tidak lagi terasa menyenangkan. Sejak awal, ia sebenarnya enggan datang. Naura menghela napas panjang. Terasa sesak. Naura menegakkan tubuhnya. Tidak, ia tidak boleh sedih. Wanita itu hanya perlu mencari tempat yang lebih sepi. Tanpa banyak berpikir, ia melangkah keluar dari keramaian, menuju tempat kolam renang berada. Tempat itu lebih tenang. Lampu-lampu taman menerangi air yang tampak berkilauan. Angin berembus lembut, membawa sedikit ketenangan bagi hatinya yang kalut. Naura melangkah lebih dekat ke tepi kolam. Senyum tipis muncul di wajahnya saat melihat seorang anak kecil tertawa riang, bermain gelembung sabun bersama teman-temannya. Wajah mereka berseri-seri tanpa beban, tanpa tahu bahwa dunia orang dewasa begitu rumit. Perlahan, tangannya terangkat, mengelus perutnya yang ma

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 173. Tunggu Dulu!

    Naura langsung menegang. Dion hanya tertawa ringan. “Aku bilang juga apa, kan?” Naura merasa ada sesuatu yang panas menjalar di dadanya. Tatapan pria-pria itu kepadanya terasa berbeda. Bukan sekadar kagum, melainkan menelanjangi. Mereka menatapnya terlalu lama, seolah menikmati pemandangan di depan mata mereka. Naura menggigit bibirnya, menahan rasa tidak nyaman yang semakin menguasai dirinya. Para pria tersebut berbicara santai dengan Dion, sesekali tertawa, tetapi mata mereka terus melirik ke arah Naura. Naura semakin erat menggenggam lengan Dion, berharap suaminya menyadari kegelisahannya. Tetapi Dion seolah tak menyadari apa pun, atau lebih tepatnya, tidak peduli. Salah satu pria menyenggol Dion sambil melirik Naura. “Kau benar-benar beruntung, Dion.” Dion hanya tertawa, tidak memberikan reaksi lain. Lelaki itu melepaskan tangan Naura perlahan. “Mau minum?” tawar Dion kemudian. Naura hanya menggeleng pelan. “Kamu saja, Mas. Aku tidak haus.” Naura menatap pu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 172. Bisa Secantik Ini?

    Siang itu, matahari bersinar terik, tetapi angin bertiup cukup sejuk, membawa aroma bunga dari halaman belakang rumah. Naura duduk di bangku kayu, menatap kosong ke taman kecil di hadapannya. Sejak menerima undangan itu dua hari lalu, pikirannya terus dipenuhi berbagai pertanyaan yang tidak menemukan jawaban. Reval dan Callista akan bertunangan. Semua orang di kantor diundang, termasuk dirinya. Naura menunduk, mengusap perutnya yang masih datar. Ia tahu, dalam tubuhnya ada kehidupan baru yang kelak akan mengubah hidupnya. “Haruskah aku datang?” lirih Naura. Batinnya berkecamuk. “Untuk apa? Aku tidak punya alasan untuk berada di sana.” Naura menghela napas panjang, lalu memejamkan mata. Reval sudah membuat keputusan. Apa pun alasannya, Reval memilih Callista. Sekalipun ada banyak pertanyaan di hatinya, dia tidak berhak untuk mencari jawaban. Mendadak— Sebuah tepukan pelan di bahunya membuatnya tersentak. Naura menoleh cepat. “Sayang, ikut aku. Kita harus bersiap-siap,” kata

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 171. Tak Ada Gunanya

    Seperti terkena sengatan listrik, ekspresi Dion langsung berubah. Senyum yang tadi mengembang di wajahnya perlahan memudar, digantikan dengan tatapan tidak suka. “Kenapa? Ini kan perjalanan kita berdua, Sayang. Aku ingin menikmati waktu hanya dengan kamu,” jawab Dion dengan nada yang terdengar sedikit kesal. Naura mengerutkan kening. “Tapi Mas, mereka juga pasti ingin jalan-jalan. Apalagi Ibu, dia jarang sekali keluar kota. Lagipula, kalau ada mereka, kita bisa lebih santai.” “Dion benar, Naura,” suara lembut Ibu Lastri memecah keheningan. “Kalian butuh waktu berdua. Biarkan ibu di sini saja bersama Bi Mirna.” Naura menghela napas pelan. “Tapi, Bu … kapan lagi kita bisa pergi bersama? Aku hanya ingin ibu juga menikmati waktu di luar kota.” Ibu Lastri tersenyum, namun sorot matanya menunjukkan sesuatu yang sulit Naura pahami. “Tidak usah, Nak. Ibu sudah cukup senang melihat kalian berdua pergi. Lagipula, siapa yang akan menjaga rumah kalau ibu ikut?” Naura melirik Bi Mirna yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status