All Chapters of Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir: Chapter 91 - Chapter 100

179 Chapters

Bab 91. Mengecewakan

“Saya sudah memastikan jalurnya. Tidak ada jalan pintas lagi. Kita ikuti jalur utama sesuai petunjuk,” jelas Naura. “Pastikan semua barang kita sudah di mobil, Naura,” ujar Reval sambil merapikan rambutnya. Naura mengangguk yakin. “Siap, Pak Reval. Saya pastikan tidak ada yang berkurang.” Reval tersenyum kecil. “Bagus. Kita tidak punya waktu untuk kesalahan kedua.” Setelah semuanya siap, mereka melanjutkan perjalanan. Jalan yang dilalui terasa lebih familiar, mungkin karena Naura lebih hati-hati kali ini. Di sepanjang perjalanan, Reval sesekali melirik Naura yang duduk di sebelahnya, sibuk memperhatikan layar ponselnya untuk memastikan arah. “Kamu terlalu serius,” celetuk Reval. Naura menoleh, menatapnya bingung. “Saya tidak mau kita tersesat lagi. Itu benar-benar membuang waktu.” Reval terkekeh pelan. “Iya, tapi jangan sampai kamu lupa menikmati pemandangan ini.” Tangan pria itu menunjuk ke luar jendela, di mana perbukitan hijau terbentang dengan indah. Naura meno
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 92. Kenapa Diam Saja?

Nada suara Selena membuat Naura merasa seperti sedang dihakimi. Namun, ia hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Saya akan berusaha melakukan yang terbaik.” Percakapan itu terhenti ketika Reval memanggil Selena. Wanita itu segera menghampirinya, meninggalkan Naura dengan perasaan campur aduk. Ia mencoba mengalihkan fokusnya kembali ke pekerjaannya, tetapi bayangan Selena yang begitu dekat dengan Reval terus mengganggu pikirannya. Setelah inspeksi di lapangan selesai, Reval meminta semua orang untuk kembali ke ruang pertemuan. Mereka akan membahas temuan di lapangan dan menyusun rencana tindak lanjut. Naura kembali ke tempat duduknya, membuka laptop, dan bersiap mencatat. Namun, kali ini Reval berbicara langsung kepadanya. “Naura, aku butuh laporan singkat tentang semua yang kita bahas hari ini. Kirimkan ke emailku sebelum pukul delapan malam.” Naura mengangguk cepat. “Baik, Pak. Saya akan segera menyelesaikannya.” Reval memberikan anggukan singkat sebelum kembali fokus pada tim
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 93. Benar-benar Gila

Naura meliriknya sekilas dari sudut matanya. “Apa maksud Pak Reval?” “Pak Handoko. Dia mengira kita pasangan,” jawab Reval sambil menyetir dengan fokus. “Kamu bisa saja menjelaskan kalau itu hanya kesalahpahaman.” Naura menghela napas pelan, menahan emosi yang mulai menggelegak. “Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya tanpa membuat suasana semakin aneh. Lagipula, itu kesalahan Bapak.” Reval tersenyum tipis, meskipun matanya tetap tertuju ke jalan. “Kesalahanku?” “Ya,” jawab Naura tegas. “Bapak yang memegang tangan saya di bawah meja. Saya tidak mungkin menjelaskannya di depan semua orang tanpa membuat mereka curiga.” Reval mengangguk pelan, seolah memahami maksudnya. “Baiklah, aku akui itu salahku. Tapi kamu terlalu memikirkannya. Pak Handoko hanya bercanda. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Naura menatap ke luar jendela, mencoba menenangkan pikirannya. Percakapan itu seharusnya selesai, tetapi ada sesuatu tentang sikap Reval yang membuatnya gelisah. Lelaki itu sering kali
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 94. Cantik

Suasana mendadak begitu sunyi. Kehangatan yang ditinggalkan lelaki itu seolah terserap oleh dinding-dinding kamar yang kini terasa dingin dan luas. Naura menghela napas panjang, kemudian berbalik menatap kamarnya yang luas dan elegan. Kamar hotel itu begitu mewah dengan perabotan kayu berkilap, seprai putih bersih yang tertata rapi, dan balkon besar yang menghadap ke taman di luar. Namun, bukannya merasa nyaman, Naura justru merasa asing. Ia berjalan pelan ke jendela besar yang menampilkan pemandangan senja. Langit oranye membentang di atas pohon-pohon kelapa yang melambai tertiup angin. Di kejauhan, burung-burung beterbangan kembali ke sarang mereka. Betapa damainya dunia di luar sana. Berbeda jauh dengan badai kecil yang mengisi hatinya saat ini. Naura menyandarkan dahinya ke kaca yang dingin. Ingatan tentang kejadian tadi kembali terlintas di benaknya. Sentuhan Reval di tangannya, ciuman yang terasa terlalu hangat, terlalu nyata. Dia menggigit bibir bawahnya, mencoba menepis
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 95. Menikmatinya?

Naura merasa wajahnya memanas. Ia hanya mengangguk singkat dan melangkah keluar. Di dalam lift, mereka berdiri berdampingan, tetapi tidak ada yang berbicara. Naura mencuri pandang ke arah Reval, mencoba membaca ekspresinya, tetapi seperti biasa, ia tidak menunjukkan apa-apa. Ketika mereka hendak turun dari mobil, Reval membukakan pintu untuknya. “Kamu sudah melakukannya dengan baik hari ini,” ucap Reval singkat, tetapi ada nada tulus dalam suaranya. Naura terkejut mendengar pujian itu. “Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi.” Reval mengangguk, lalu berjalan pergi. Naura berdiri di sana sejenak, merenungkan kata-kata pria itu. Meski hanya sederhana, pujian itu memberinya semangat baru untuk menghadapi hari-hari berikutnya. Namun, ketika ia melangkah masuk ruangan, di sana sudah ada dua orang yang menunggu. Mereka akhirnya duduk bersama dua klien di meja bundar yang dikelilingi kursi empuk. Percakapan mengalir dengan santai, sesekali dipenuhi suara gelas yang berad
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bab 96. Menggigit

Reval mendekat, menatap Naura dengan tatapan yang sulit diartikan. “Naura, dengarkan aku baik-baik. Apa yang terjadi di luar sana, apa yang orang lain lakukan, tidak pernah memengaruhi bagaimana aku bekerja atau bagaimana aku melihat situasi ini. Clara tidak berarti apa-apa.” Naura merasa wajahnya memanas mendengar penegasan itu. Tetapi sebelum ia bisa merespons, Reval melanjutkan. “Dan satu hal lagi,” kata Reval, suaranya menjadi lebih lembut. “Kamu tidak perlu merasa terganggu oleh hal-hal seperti itu. Fokuslah pada pekerjaan kita. Itu yang penting.” Naura mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi rasa tidak nyaman. Wanita itu menggenggam tangan, mencoba menenangkan pikirannya. Mungkin, ia hanya terlalu sensitif. “Naura.” Wanita itu menoleh, melihat wajah Reval yang begitu dekat dengannya. “Jangan lupa, besok pagi kita masih banyak kegiatan. Jangan tidur terlalu larut.” Reval mengecup singkat kening Naura. Membuat wanita itu terdiam kaku di tempatnya. Kecupan singka
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bab 97. Jatuh

Setelah makan siang yang penuh ketegangan terselubung, Reval memutar kunci mobilnya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya masih memegang ponsel. Ia tampak serius, berbicara dengan seseorang di ujung sana dengan nada tegas. Naura duduk diam di kursi penumpang, mencoba mengalihkan perhatian dari suara Reval dengan menatap jalanan yang mulai dipadati kendaraan. Perutnya masih terasa kenyang, tetapi pikirannya tidak tenang. Sikap Reval yang samar atau tidak jelas, membuatnya kesulitan menebak apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan darinya. “Baik, aku akan sampai dalam lima belas menit,” ujar Reval sebelum menutup panggilannya. Ia melirik Naura sekilas, lalu mengarahkan mobil kembali ke arah proyek. “Pak, apakah kita kembali ke lokasi proyek?” tanya Naura, mencoba memecah keheningan. Reval mengangguk. “Ada yang perlu aku cek lagi. Kamu ikut.” Naura mendesah pelan, merasa tidak memiliki pilihan. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanya p
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Bab 98. Mencari Celah

Tubuh Naura membeku sesaat, matanya menatap muatan besar yang bergerak semakin cepat ke bawah. Sebelum ia sempat berpikir untuk melarikan diri, seseorang menarik tangannya dengan keras, membuatnya terhuyung ke belakang dan jatuh di atas tanah berdebu. Debum keras terdengar, membuat tanah bergetar. Naura terengah-engah, menyadari betapa dekatnya ia dengan bahaya tadi. Ia mendongak dan mendapati Reval berlutut di sampingnya, napasnya terdengar berat. “Apa kamu baik-baik saja?” tanya pria itu dengan nada yang lebih lembut daripada biasanya. Naura hanya mengangguk, masih belum bisa berkata-kata. Reval segera berdiri dan mengulurkan tangannya pada Naura. “Kamu harus lebih berhati-hati. Proyek ini bukan tempat untuk melamun.” Naura menerima uluran tangan itu, merasa pipinya memanas karena merasa bodoh. “Maaf, Pak. Saya tidak menyadari—” “Simpan penjelasanmu,” potong Reval. “Yang penting kamu selamat.” Nada suaranya terdengar dingin, tetapi sorot matanya menunjukkan sesuatu yang lain
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Bab 99. Kamu Penting

Naura terdiam. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Sebagian dari dirinya merasa bahwa Reval benar, ia terlalu sensitif. Tapi di sisi lain, ia juga merasa bahwa Reval sering kali bersikap terlalu dingin dan mendominasi. “Saya tidak berniat mencari masalah,” gumam Naura akhirnya. “Saya hanya ingin diperlakukan dengan sedikit lebih baik.” Reval menatapnya selama beberapa detik, lalu menghela napas lagi. Ia memutar kemudi dan melanjutkan perjalanan tanpa berkata apa-apa lagi. Setibanya di hotel, Naura langsung membuka pintu mobil dan keluar tanpa menunggu Reval. Ia berjalan cepat menuju lobi, berusaha mengabaikan tatapan beberapa tamu yang kebetulan lewat. “Naura,” panggil Reval dari belakang. Ia berhenti, tetapi tidak menoleh. “Apa lagi, Pak?” Reval berjalan mendekat, hingga berdiri di sampingnya. “Kita belum selesai membicarakan ini.” Naura menatapnya dengan tajam. “Kita bisa membahasnya besok. Lagipula tadi Bapak juga bilang jika Bapak lelah.” “Tidak, sekarang
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 100. Jika Aku Peduli

Hatinya melompat mendengar kata-kata itu, tetapi ia segera menutupinya dengan senyum tipis yang sinis. “Penting? Untuk apa? Agar Bapak bisa bermain dengan emosi saya setiap kali Anda bosan?” “Tidak.” Reval menggeleng pelan, seolah jawaban itu sudah lama ia pikirkan. “Aku tidak bermain-main. Aku tidak pernah menganggap kamu sebagai mainan, Naura.” “Lalu kenapa? Kenapa Pak Reval terus membuat saya bingung seperti ini?” Naura mendesak, matanya mulai terasa panas. Ia benci kelemahannya sendiri, benci betapa mudahnya lelaki ini memengaruhinya. Reval terdiam sejenak, mengamati wajah Naura seakan mencari sesuatu yang tak terucapkan. “Karena aku tidak bisa berhenti.” Naura mengerutkan kening, hatinya semakin kacau. “Berhenti apa?” “Berhenti peduli.” Reval menghela napas, seolah ucapan itu membawa beban yang lama ia pendam. “Berhenti memikirkan kamu setiap saat. Berhenti ingin selalu berada di dekatmu.” Sunyi menyelimuti ruangan, hanya suara napas mereka yang terdengar. Kata-kata
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more
PREV
1
...
89101112
...
18
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status